Bab LIX. Kota Kaku

254 51 14
                                    

Keesokan harinya, Loey sudah bisa menggerakkan badannya secara normal. Ramuan yang diberikan oleh Wizard sangat baik sehingga dia bisa sembuh lebih cepat. Di ruang tengah terasa penuh karena telah bertambah orang. Barbara mengeluh, dia duduk berhimpitan dengan Meika.

"Geser sedikit. Di sebelah sana masih ada ruang."

"Kenapa aku? Kau saja. Di sampingmu juga masih ada ruang."

"Ruang apa? di sampingku tidak ada lagi ruang. Tidak lihat aku kesempitan di sini?"

"Tidak."

"Geser."

"Tidak."

"Orang ini!"

Chloe segera menengahi mereka berdua. Meminta Meika untuk bergeser ke samping karena memang di sebelahnya lebih banyak ruang. "Sudah kukatakan sedari tadi," ketus Barbara.

"Aku malas bergerak."

"Huh! Pemalas." Meika mengangkat bahunya, tidak peduli dengan hinaan Barbara yang jelas tertuju untuknya. Aliora tertawa melihat mereka, kemudian dia berbalik dan melihat Loey. Kembali bertanya pertanyaan yang sama. "Kenapa kau melakukan itu? Cambuk itu, apa bisa ditiru?"

"Untuk membantumu berlatih. Lihat, kau sudah bisa mengendalikannya dan untuk cambuk, aku tidak bisa menirunya. Itu adalah cambuk biasa yang kudapatkan dari salah satu Siren yang kutangkap." Aliora termenung. Dia mengingat kembali perasaan ketika dia melakukannya. Saat itu, dia berusaha untuk fokus di tengah ketakutannya. Hasilnya adalah dia bisa melakukannya, tetapi raut wajah Aliora tidak berubah membuat orang lain bertanya-tanya.

"Ada apa denganmu?" tanya Kara. Aliora menggeleng. "Hanya ... aku takut itu kebetulan saja bukan karena aku bisa." Aliora merasa dirinya belum bisa melakukannya dengan baik, bahkan jika dia berhasil melakukannya kemarin bukan berarti dia bisa melakukannya lagi. Melihat istrinya menjadi pilu, Loey merasa tidak tega. "Kau bisa. Pasti bisa. Aku akan menuntunmu tanpa melukai diriku sendiri ataupun orang lain." Mendapatkan secercah harapan, raut wajah Aliora berubah. Dia tersenyum senang. "Kau yakin?"Leoy membalas senyumannya dengan mengangguk lembut.

"Iya."

✦✧✦

Pagi itu, Kara tengah berlatih dengan senjata barunya, Half Moon. Terkadang dia melatih kemampuannya melempar belati ke arah batang pohon sebagai sasaran dan terkadang dia juga menggunakan bentuk sabit ataupun pedang.

"Kau sudah terbiasa?" Tiba-tiba dari belakang, terdengar suara Wizard. Kara menghentikan latihannya sejenak dan mengubah kembali pedang Half Moon menjadi belati. Dia berbalik untuk menjawab Raynine. "Lumayan, sudah terasa ringan di tanganku." Wizard mengangguk. Kedua tangannya terkepal di belakang punggung, menatap bentuk Half Moon di tangan Kara dengan serius.

"Wizard. Ada yang ingin kutanyakan padamu."

Raynine mengangguk sekilas, tatapannya masih belum lepas dari senjata Half Moon. "Apa itu?" Kara memberikan senjata itu pada Raynine agar pria tersebut dapat melihatnya dengan jelas tanpa harus memicingkan matanya. "Slimmy ... cara bicaranya sedikit aneh." Mendengar nama yang dikenalnya muncul dalam kalimat Kara, Raynine mengubah pandangannya. "Aneh? Dia menyambut kalian dengan kata-kata kasar?" Kara mengerutkan keningnya. "Kau tahu itu?" Wizard mengangguk, dia mengembalikan senjata Half Moon pada Kara. "Dia tidak tahu arti sebenarnya dari kata-kata itu. Das Doyle menipunya karena Slimmy adalah kurcaci yang sangat polos. Doyle suka menjahilinya."

"Jika tidak tahu kenapa dia masih mengatakannya?"

"Slimmy itu sangat ramah pada siapa pun, dia selalu mengatakan kata-kata yang baik. Doyle kesal karena sifat Slimmy yang seperti itu. Jadi, dia mengajari Slimmy beberapa kata kasar yang dia artikan sebagai kata-kata baik, seolah artinya sama seperti pujian untuk orang lain."

Through the DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang