Bab LX. Kentauros

258 51 11
                                    

"Ayo, naik." Kara berkata. Dia bersiap untuk memanjat tebing, tetapi dihentikan oleh Barbara. "Kenapa harus memanjat? Di depanmu ada jalan." Kara melihat ke depan. Memang benar, ada jalan di sana. "Memanjat lebih cepat daripada berjalan."

"Ya. Pikirkan aku juga." Barbara berjalan mendahului Kara, melewati jalan yang berada di tengah-tengah tebing. Meika menepuk bahu Kara. "Tidak ada dari kita yang mau menggendongnya ke atas. Jadi, lewati saja jalan ini." Tidak memiliki pilihan lain, Kara akhirnya memilih untuk mengikuti mereka berjalan di tengah tebing gunung. Jalannya sempit dan remang-remang. Cahaya matahari tidak sampai ke dasar tebing karena terhalang oleh dinding tebing yang lain.

Waktu berlalu dan langit mulai menggelap saat kelimanya telah melewati jalan tersebut dan keluar dari tebing. Akan tetapi, mereka masih harus melewati jalan tebing lainnya beberapa meter di depan mereka. "Ayo, istirahat. Kita tidak perlu mencari makanan. Wizard sudah menyiapkan beberapa bahan makanan untuk kita." Mereka memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon rindang dan memiliki batang yang besar. Meika meletakkan tas yang selalu dia bawa sejak mereka meninggalkan rumah Wizard. Membuka tas tersebut dan mengeluarkan beberapa sayuran, sepotong daging sapi berukuran besar dan bumbu sederhana.

"Baik. Siapa yang masak?" tanya Meika. Semua orang menunjuk ke arah Chloe secara bersamaan. "Aku?" Mereka mengangguk. "Siapa lagi selain dirimu yang pintar memasak. Saat di rumah Wizard, kau yang membantunya memasak," jelas Meika. "Kau juga memasak."

"Tidak enak."

"Bilang saja malas."

"Nah, kau tahu itu." Chloe memutar bola matanya. Dia mengambil kantung bunga peony dan mengeluarkan alat-alat untuk memasak, seperti panci, sendok, dan lain-lain. "Wah? Ternyata di dalam kantung itu terdapat barang-barang dapur juga?" tanya Aliora. "Apa kau mengambilnya dari rumah Wizard?" tanya Meika. "Enak saja. Ini milikku, tahu." Meika melihat barang-barang yang dikeluarkan oleh Chloe. Benar saja. Bahannya sangat berbeda. Milik Chloe terbuat dari batu giok, sementara milik Wizard terbuat dari besi dan kayu.

Selagi Chloe dan Barbara menyiapkan bahan, dia menyuruh yang lain mencari kayu untuk membuat api. Membawa batu dan menyusunnya di tengah-tengah mereka. Api dinyalakan oleh Meika dengan kekuatan sihirnya yang sudah meningkat. Kayu ditumpuk dan dibakar secara bersamaan. Setelah api membesar, daging yang sudah diolah pun diletakkan di atasnya.

Selagi menunggu daging matang, Chloe membuat teh untuk mereka dan berbincang-bincang. "Apa kita akan berhasil membuat dunia menjadi damai seperti sebelumnya?" tanya Chloe. "Tidak tahu," jawab Aliora. Suasana kembali hening. Tidak ada yang yakin apakah mereka akan berhasil atau tidak, hanya saja mereka harus mencobanya terlebih dahulu sebelum menyerah. "Aku harus mencari cara untuk mengembalikan Ryu. Dia satu-satunya yang kumiliki sekarang." Meika membuka suara. Dia memegang cangkir teh dan menatap lurus ke arah api. "Aku yakin Jazlyn juga terpengaruh oleh Diabolos itu. Jika bisa, aku juga akan membawanya kembali," lanjutnya. "Kita harus menemukan Kotak Kutukan dan mencegah mereka membukanya," ucap Barbara.

"Benar." Saat mereka sedang fokus dalam pembicaraan, tiba-tiba terdengar suara pekikan binatang, seperti kuda. Dengan penuh kewaspadaan, mereka berdiri dan saling merapatkan tubuh masing-masing. Melihat ke sekitar mereka. Beberapa meter di depan terdengar suara seperti kuda yang berlari, tetapi tak lama dia tersungkur.

"Kalian di sini. Aku akan pergi memeriksanya." Kara berkata. Dia langsung pergi untuk mencari tahu. "Aku ikut!" Meika menyusul Kara dan mereka sama-sama pergi untuk melihat apa yang terjadi. Tak jauh dari tempat mereka beristirahat, ada seekor kuda terjatuh di dekat semak-semak. Karena terlalu gelap, mereka tidak bisa melihat dengan jelas apakah itu benar kuda atau bukan. Meika berjalan mendekat terlebih dahulu. Berjongkok di depan wajah makhluk itu dan melihatnya dengan serius.

"Eh? Ini ... Kentauros?"

Kara mendekat dengan cepat dan melihatnya juga. Makhluk itu memiliki tubuh bagian bawah seperti kuda, sementara tubuh bagian atasnya seperti manusia. Dia terlihat menahan sakit di sana. Meika segera mengangkat kepala Kentauros tersebut dan meletakkannya di paha. "Kau baik-baik saja?" Kara ikut berjongkok di dekatnya. Dia mengangkat satu tangannya dan menelusuri tubuh Kentauros tersebut. Mengambil banyak luka dan rasa sakit yang ada pada tubuhnya.

"Te, terima, kasih." Kentauros tersebut akhirnya dapat berbicara meski terbata-bata. Dia berusaha untuk bangkit dan dibantu oleh Meika. Kara dan Meika membawa Kentauros tersebut ke tempat mereka beristirahat. Walaupun lukanya sudah disembuhkan, dia harus mendapatkan obat untuk luka dalam.

"Siapa itu?" tanya Barbara. "Kentauros," jawab Kara. Mereka membantu makhluk itu duduk dan bersandar di batang pohon. "Chloe. Tolong buatkan obat untuk luka dalam." Chloe mengangguk. Dia mengeluarkan beberapa bahan dan alat untuk menggiling obat. Kara mengintip ke arah Chloe. Melihat apakah dia akan mengeluarkan bunga bangkai raksasa atau tidak. Setelah mengetahui jika Chloe tidak mengeluarkan bunga bau itu, Kara kembali melihat Kentauros tersebut.

"Siapa namamu?" tanya Kara. Makhluk berbentuk setengah kuda dan setengah manusia itu menjawab dengan lemah. "Aku Yuros. Pemimpin salah satu kelompok Kentauros." Kara bertanya lagi. "Apa yang terjadi?" Yuros menghela napas sebelum mulai menjelaskan. "Kami diserang oleh kaum Vampire. Mereka ingin kami menjadi peliharaan mereka. Menghabisi banyak Kentauros dan membawa mereka yang terluka kembali ke wilayah Vampire. Aku berhasil membawa kelompokku bersembunyi selama ini, tapi ternyata persembunyian kami telah diketahui."

"Siapa yang menyerang kalian tepatnya?"

"Seseorang yang dipanggil Duke Lazarus. Sungguh, kami tidak pernah mau tahu tentang kelima kaum terkuat. Kami tinggal dengan damai di tebing gunung dan tidak menganggu siapa pun. Kenapa mereka dengan gila menyerang kami 100 tahun yang lalu?"

Mereka berlima saling melihat satu sama lain. Seberapa hebat Duke Lazarus ini sampai-sampai dia bisa menemukan tempat persembunyian yang sulit ditemukan. "Sebelumnya kami dikejar oleh orang lain. Kami berhasil kabur dan bersembunyi. Kami tidak pernah mendengar tentang Duke Lazarus. Aku tidak bisa melukainya sedikit pun. Dia ... sangat kuat." Tanpa sadar, Kara menelan ludahnya. Dia sudah pernah melawan Duke Lazarus dan apa yang dikatakan oleh Kentauros tersebut benar. Dia sangat kuat dan Kara yakin, pria itu belum mengeluarkan seluruh kekuatannya.

"Ini. Minum obatmu." Chloe datang dan memberikan semangkuk obat berwarna abu-abu. Hidung Kara terasa gatal ketika mencium baunya. Kentauros tersebut menerima mangkuk obat itu dan meminumnya dengan sekali tegukan. Dia terbatuk-batuk setelah meminumnya. "Chloe. Apa kau menaruh bunga bangkai itu?" tanya Kara. Chloe mengangguk. Ternyata saat Kara memalingkan wajahnya, Chloe mengeluarkan bunga bangkai tersebut dan langsung menggilingnya bersama dengan bahan yang lain. "Terima kasih," ucap Yuros. Chloe tersenyum dan mengambil kembali mangkuknya.

"Jadi, kenapa kau bisa sampai di sini?" tanya Meika. "Daerah persembunyian kami diserang. Aku pergi untuk mencari bantuan, tetapi ada satu Vampire yang mengejarku. Aku berhasil mengalahkannya dan berlari, tapi luka yang kudapatkan membuatku terjatuh." Mereka mengangguk paham. Kaum Vampire sudah sangat jauh bertindak. Mereka berusaha untuk menaklukkan semua kaum yang ada, tidak hanya kaum terkuat. "Kalian semua dari kaum yang berbeda? Aku tidak dapat mencium bau tubuh kalian." Meika bangun dan menjelaskan asal mereka satu per satu.

"Benarkah? Itu bagus. Apa, apa kalian mau membantuku? Tolong selamatkan kelompok dan kaumku." Yuros tampak putus asa. Dia memohon pada mereka untuk membantunya. "Kami harus pergi ke wilayah Vampire. Aku sudah banyak membuang waktu." Kara menjelaskan. Dia tidak bisa lagi berhenti dan berbalik untuk membantu seseorang lagi. Terutama jika dia tanpa sengaja bertemu dengan Duke Lazarus. Meika tampak tak setuju. "Kara. Harusnya kau yang paling tahu rasanya kehilangan kelompokmu. Mereka juga diserang kaum Vampire. Bukankah kita juga akan melawan Vampire nanti? Apa salahnya menghadapi mereka sekarang?"

"Tolong, Nona Kara. Bantu kami." Yuros kembali memohon. Tak hanya Meika dan Yuros. Ketiga orang lainnya pun mengatakan hal yang sama padanya. Kara melihat mereka secara bergantian, ekspresi memohon yang ditunjukkan oleh mereka membuat Kara menyerah.

"Baiklah. Kita bantu mereka."

Through the DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang