Bab LXVIII. Identitas Terbongkar

240 50 24
                                    

Chloe melebarkan kedua matanya. Orang yang duduk bersandar di samping Kara saat ini bukanlah Barbara ... melainkan Lathaya Aguero, Lady kerajaan Rufus Ignis. Meika tersadar dari keterkejutannya. Dia melihat ke sekitar dan tidak menemukan Barbara. "Di mana Barbara? Kenapa dia ada di sini?" tanya Meika. Kara juga merasa terkejut. Matanya menyipit saat menelusuri penampilan Lady Lathaya yang tiba-tiba muncul di sampingnya. "Kau ... memakai pakaian Sheena," ucap Kara dengan napas yang tersendat. Dadanya terus dia pegang karena rasa sesak yang masih terasa. Meika ikut memperhatikan pakaian Lathaya dan benar saja. Baju, tas jerami, serta jubah merah yang sering Barbara pakai ada pada Lathaya.

"Jelaskan kenapa kau bisa ada di sini?" Wanita yang diduga Lady Lathaya itu masih mengatur napasnya. Batuk yang sebelumnya parah kini telah berkurang. Akan tetapi, rasa sakit di kepalanya belum menghilang. Dia belum sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan padanya. "Meika, tenang dulu." Chloe mendekati wanita itu dan memperhatikannya dari depan. Dia bertanya, "Apa kau Barbara Sheena?" Pertanyaan Chloe membuat Meika dan Kara mengangkat alis mereka tinggi-tinggi. Mereka bertanya-tanya, apa maksudnya Lathaya Aguero adalah Barbara Sheena? Si manusia lemah yang selalu berlari ketakutan jika bertemu masalah, tetapi keras kepala jika disuruh pergi.

"Beberapa detik lalu, di sini Barbara berbaring kesakitan. Kemudian ketika sadar, wajahnya masih Barbara, tetapi tiba-tiba secara perlahan, wajahnya berubah." Chloe menjelaskan bahwa sebelumnya mata Barbara masih berwarna coklat gelap, tetapi setelah dia sadar, warna mata Barbara berubah menjadi merah darah. Kemudian perlahan, bentuk wajahnya berubah dan seluruh tubuhnya berbeda. Rambutnya menjadi perak dan kulitnya putih pucat. Hanya pakaiannya yang sama seperti sebelumnya.

"Apa maksudnya ini?" tanya Meika. Dia berdiri dan memandang wanita itu yang berada di bawah. "Lathaya adalah Barbara? Tidak mungkin. Vampire tidak bisa mengubah bentuk apalagi sampai seluruh tubuh. Ditambah untuk waktu yang lama. Hei, kau! Jelaskan pada kami!"

"Meika ... ." Chloe berusaha menahan Meika agar dia tidak memaksa Lady Lathaya menjelaskan semuanya sekarang. "Wajah mereka tidak jauh beda. Perhatikan baik-baik." Kara berbicara setelah dadanya tidak lagi merasa sesak. Dia masih duduk di tempatnya dan melanjutkan, "tinggi tubuhnya juga sama." Meika memperhatikan wajah wanita itu. Jika dilihat lebih teliti, wajah keduanya memang tak jauh beda. "Ada bagian-bagian dari wajah kalian yang mirip. Sekarang jelaskan. Apa kau menyamar menjadi Barbara?"

Wanita itu menarik napasnya, kemudian membuangnya perlahan. Di bawah cahaya bulan, mata merah itu begitu mencolok. Ditambah dengan kulit putih dan rambut peraknya membuat wanita itu terlihat elok. "Aku Barbara Sheena." Meika memberikan banyak pertanyaan pada wanita itu dengan satu tarikan napas. "Apa kau menyamar selama ini? Apa Barbara itu tidak ada? Jadi, yang pergi bersama kami selama ini adalah kau?" Chloe kembali menegur. "Meika, dia baru sadar."

"Barbara itu ada. Aku Barbara. Lathaya adalah identitas yang telah lama kubuang." Mereka semua yang mendengarnya mengerutkan kening mereka. Kara bertanya, "Membuang identitas?" Barbara terbatuk sebelum menjawab, "Aku sudah tidak lagi menggunakan nama itu. Selama kurang lebih 100 tahun, aku sudah membuang identitasku. Tolong, jangan sebut aku dengan nama itu."

"Tapi wajahmu itu wajah Lathaya," Aliora menyahut. Sedari tadi dia duduk di samping Barbara dan melihat perubahannya, tetapi karena dia terkejut dengan apa yang dilihatnya, suara Aliora tertahan di tenggorokan. Barbara menghela napas. "Aku juga tidak ingin wajah ini." Meika hendak bertanya lagi, tetapi Kara tiba-tiba berdiri dan melihat ke belakang Meika dengan marah. Meika memutar tubuhnya dan melihat kedatangan Duke Lazarus bersama empat orang bawahannya. "Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Kara. Duke Lazarus tidak menjawab. Bibirnya melengkung dari balik kain jaring. Kedua tangannya saling terkait di belakang punggungnya.

"Lady Lathaya. Akhirnya, aku menemukanmu." Duke Lazarus berkata, lalu dia membungkukkan tubuhnya 90 derajat. Memberi penghormatan kepada Barbara. Meika melihat Barbara, kemudian melihat Duke Lazarus. Dia masih tidak mengerti apa pun di sini. "Apa yang kau inginkan?" Kara menghalangi Duke Lazarus yang hendak menghampiri Barbara. Senyuman yang terpasang di wajah Duke Lazarus sebelumnya langsung berubah ketika Kara menghadangnya. "Menyingkir sebelum kau terluka." Api biru muncul di tangan Duke Lazarus setelah dia memberi ancaman pada Kara. Meika, Chloe, dan Aliora langsung bersiap untuk melawan Duke Lazarus.

"Hentikan, Rei." Mereka semua menoleh, melihat ke arah Barbara yang sedang berusaha untuk berdiri dengan menopang diri pada batang pohon. "Lady Lathaya ... ."

"Apa seperti itu kau mengajari bawahanmu ketika bertemu dengan penguasa mereka?" Duke Lazarus melihat ke belakang dan mendapati keempat bawahannya mengeluarkan senjata mereka. "Berani sekali kalian mencabut senjata di depan Lady kalian?" Duke Lazarus berteriak. Suaranya menggema di hutan tersebut. Para bawahannya segera memasukkan kembali senjata mereka dan membungkuk kepada pemimpin mereka.

Duke Lazarus kembali melihat Barbara dan menundukkan kepalanya. "Maafkan aku, Lady. Aku tidak becus mengurus mereka." Dengan wajah dingin, Barbara berkata, "Sebelum mengurus mereka ... lihat dirimu sendiri." Suasana tiba-tiba menjadi tegang. Suara dan perkataan Barbara yang tidak pernah terdengar sebelumnya, menimbulkan perasaan aneh yang mendatangi mereka. Perasaan seperti ketika melihat temanmu yang selama ini selalu berbicara sopan dan baik, tiba-tiba berubah menjadi kotor dan buruk.

"Kau tahu? Aku paling benci dengan api biru dan kau menunjukkan hal itu padaku?" lanjut Barbara. Lelaki itu baru menyadari kesalahannya. Api yang menyala terang tadi langsung dihilangkan. "Maaf atas kecerobohanku." Barbara menatap datar pasukan Rufus Ignis. "Cukup. Kalian ingin membawaku kembali bukan?" Duke Lazarus mengangguk sekali. "Kami telah mencarimu selama ini dan saat aku bertemu denganmu di gua itu, aku bergegas untuk mencari tahu dan berakhir dengan mengikutimu."

Barbara terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. "Seperti biasa. Kau tidak pernah ketahuan jika mengikuti seseorang." Duke Lazarus tahu jika itu adalah sebuah sindiran, tetapi dia tetap mengucapkan terima kasih pada Barbara. "Tunggu. Kalian tidak bisa membawanya begitu saja. Kami butuh penjelasan darinya." Meika menghunuskan pedangnya. Menahan mereka untuk membawa Barbara kembali.

"Kau bukan kaum Vampire. Atas dasar apa kau menghalangi kami untuk membawa kembali ratu kami?" sahut salah satu bawahan Lazarus. "Sudah kubilang kami butuh penjelasan!" Meika mengangkat pedangnya dan menancapkan ujungnya di atas tanah. Membuat tanah tersebut retak dan menimbulkan goncangan besar. "Hentikan itu, Meika." Barbara menyentuh pundak Meika. Mata merah itu, melihat tepat ke mata Meika yang baru saja berbalik melihatnya. "Kau masih belum mengatakan alasanmu."

"Alasanku tidak penting. Sarungkan kembali pedangmu." Dengan berat hati, Meika mencabut pedangnya dan memasukkan kembali Bodacious ke dalam sarungnya. "Menyingkir, Kara Cerelia. Aku harus membawa ratuku." Duke Lazarus mendorong tubuh Kara dan berjalan lurus ke arah Barbara. Lelaki itu menundukkan kepalanya sebelum menggendong Barbara di punggungnya. Kara tidak bisa menahan Duke Lazarus lagi, karena Barbara yang memilih untuk kembali bersama mereka. Sebelum pergi, Duke Lazarus bertatapan dengan Kara. Matanya tersenyum dan dia berkata, "Terima kasih karena telah merawat dan menjaga ratuku selama ini." Kemudian kelompok Vampire itu pergi dan menghilang dengan cepat.

Through the DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang