Bab LXX. Tiba di Wilayah Vampire

238 50 2
                                    

Saat matahari mulai menampakkan diri, mereka mulai bergerak. Tidak membutuhkan waktu lama untuk mereka tiba di gunung yang menjadi batas antara wilayah Vampire dan Witch. Ini disebabkan oleh tiadanya keberadaan Barbara di antara mereka. Jadi, mereka bisa bergerak cepat tanpa khawatir meninggalkan seseorang di belakang. Rencana awal mereka adalah menunggangi Aoi untuk melewati gunung, tetapi Kara melarang mereka melakukan itu. Jika mereka menaiki Aoi yang telah membesarkan tubuhnya maka bisa menarik perhatian. Oleh karena itu, mereka harus memanjat dengan kaki mereka sendiri untuk melewati gunung.

"Kau menggunakan belati Half Moon untuk memanjat gunung?" tanya Meika ketika melihat Kara mulai mendaki dengan menancapkan belati Half Moon dan pisau yang selalu dia bawa. Kara tak menjawab. Jadi, Meika memutuskan untuk mengikutinya. Dia menarik pedang Bodacious dari sarungnya dan bersiap untuk menancapkannya di tanah gunung. "Meika, jika kau menggunakan pedangmu, kau akan kesulitan ketika menariknya." Chloe langsung menegur Meika agar dia tidak menggunakan pedang tersebut untuk mendaki gunung. "Oh? Benar juga." Meika memasukkan kembali pedang tersebut ke dalam sarungnya. Kemudian, dia mengambil ranting-ranting yang berjatuhan dan mengubahnya menjadi enam pisau.

"Ambil ini." Aliora mengambil dua pisau. Satu untuk tangan kanan, sementara satunya lagi untuk tangan kiri. Meika menyerahkan sisanya pada Chloe, tetapi gadis itu menolaknya. "Aku bisa terbang." Wajah Meika menjadi sangat datar. "Enak sekali kau." Kemudian, dia mengubah kembali pisau tersebut ke bentuk semula. Chloe hanya tersenyum bangga dan terbang mengikuti Kara yang sudah jauh mendaki. Aliora juga sudah mulai menancapkan pisau dan mengangkat kakinya untuk memanjat.

Di bawah sana, Meika pun mengikuti. Dia berkata pada Chloe yang sudah terbang lumayan jauh. "Berhati-hatilah untuk tidak menarik perhatian, Nona Fairy." Aliora yang mendengarnya pun menanggapi. "Iri?" Meika mendengus dan menyusul mereka ke atas. "Hei!" Kara berteriak, mulai membuka pembicaraan saat mereka sudah memanjat beberapa langkah. "Apa?" tanya Meika. "Lady Lathaya itu satu generasi dengan siapa? Wajahnya juga terlihat muda."

Chloe menjawab dari atas Kara. Sayapnya yang indah mengepak dengan elok di bawah langit. "Ayahku mengatakan jika dia satu generasi dengan Alpha Xavier. Sekitar 800 tahun." Di bawah sana, Meika berteriak ketika mendengar umur Barbara. "Apa? Pantas saja dia memiliki banyak pengetahuan. Omong kosong dengan membaca buku dari toko buku milik Tuan Hunt. Pengalaman hidupnya sudah cukup untuk membuat banyak buku yang bisa dia jual."

"Kenapa dia harus menjual buku?" tanya Aliora. Meika menghela napas. "Bukan itu maksudku, Liora. Hanya perumpamaan."

"Oh, begitu." Aliora mengangguk, tetapi tiba-tiba dia teringat sesuatu. "Ah, iya. Kalian ingat tidak saat kita pergi ke kota Burn. Ada wanita tua yang memanggil Barbara dengan nama Glory?" Mereka bertiga mengangguk. "Ya. Apa dia menyamar menjadi Glory saat wanita itu masih muda?" tanya Meika. Menebak-nebak kejadian yang sudah lama berlalu itu. "Bisa jadi. Tidak mungkin dia terus menggunakan nama Barbara. Mungkin dia memiliki nama lain sebelum itu?" Aliora menduga-duga. Chloe membalikkan tubuhnya. Terbang dengan arah berlawanan. "Mungkin saja seperti itu. Saat kita tanya pun dia tidak ingin menjawabnya."

"Wajahnya tidak asing, tapi aku tidak ingat pernah bertemu dengan dia," kata Kara. "Kau salah ingat, mungkin? Kau kan jarang mengingat hal yang tidak penting." Meika menyahut dari bawah Kara. Dia mengangguk setuju. Seingatnya dia tidak pernah bertemu Barbara atau Lady Lathaya, tetapi wajahnya tidaklah asing baginya. Namun, seperti yang dikatakan oleh Meika. Dia jarang mengingat hal yang tidak penting. Oleh karena itu, dia tidak lagi memikirkan hal tersebut.

Matahari sudah sampai ke tengah saat mereka baru sampai di puncak gunung. "Sialan. Gunung ini sangat besar," keluh Meika. Keringat mulai mengalir dari pelipisnya. "Sekarang, bagaimana kita turun?" tanya Aliora. Kara menaruh tangannya di bawah dagu. "Meluncur." Tangan Meika sampai ke kepala Kara setelah dia mengatakannya. "Meluncur kepalamu. Permukaan gunung ini tidak rata."

"Yasudah. Turun seperti kita naik tadi." Kara mulai menancapkan pisau dan belati. Mulai menuruni gunung dengan bantuan benda-benda tersebut. "Ck. Kita akan sampai ke bawah saat malam hari," keluh Meika. Dia hendak berbalik untuk menuruni gunung seperti yang dilakukan oleh Kara, tetapi tiba-tiba kakinya menjadi lembek dan lemah membuatnya kehilangan keseimbangan dan meluncur ke bawah. "Aaaaa!" teriak Meika.

"Meika!" Tubuh Meika meluncur dengan perut yang berada di bawah. Karena permukaan gunung tidak rata, arah jatuhnya Meika tak menentu sehingga dia menabrak Kara yang sudah mulai turun gunung. "Kara!" teriak Aliora dan Chloe secara bersamaan. Keduanya jatuh berguling-guling di sepanjang turunan gunung. Kara berusaha untuk menarik rumput yang tumbuh di sana. Akan tetapi, karena dia terlalu cepat, tangannya tidak sempat menarik rumput. "Kara, Meika!" Chloe yang merasa khawatir dengan keadaan keduanya pun langsung terbang ke bawah. Melupakan Aliora yang masih berada di atas. "Tunggu aku!" Tidak memiliki pilihan lain, akhirnya Aliora melakukan hal yang sama dengan Meika dan Kara. Meluncur dari atas puncak hingga dia tersandung dan jatuh terguling-guling.

"Akh!" Kara jatuh terlebih dahulu dan kemudian Meika jatuh ke atas tubuhnya. "Pindah ... pindah dari tubuhku." Kara mendorong Meika dari atas tubuhnya. Dia memegang pinggang dan kepalanya merasa sedikit pusing setelah berputar-putar untuk beberapa menit. "Kau bilang tidak ingin meluncur?" tanya Kara. Menepuk-nepuk tanah yang ada di bajunya. Meika berdiri dan memutar-mutar lehernya. Meregangkan otot-otot sambil menjawab, "Kakiku tiba-tiba terasa lemah. Lelah mendaki. Tanpa sengaja aku terjatuh dan meluncur ke arahmu."

"Hei, kalian baik-baik saja?" Chloe berhasil menghampiri keduanya. Dia turun dan memeriksa mereka satu per satu. "Di mana Liora?" tanya Meika. "Eh? Dia ... di atas?" Chloe menunjuk ke atas, tetapi yang mereka lihat adalah tubuh Aliora terguling-guling di atas sana. "Aaaa! Awaaass!" teriak Aliora. Mereka bertiga segera menjauh sebelum Aliora menghantam mereka. "Akh!" Aliora memegang kepalanya yang terbentur tanah, "kukira lebih baik meluncur, ternyata tidak." Meika berteriak, "Sudah kukatakan jika itu tidak mungkin!"

"Tapi kau melakukannya."

"Itu tidak sengaja. Aku terpeleset." Aliora membulatkan mulutnya, mengeluarkan huruf "o" yang panjang. "Cukup, ya. Kita sudah tiba di sini." Chloe datang menengahi. Mereka bersiap untuk pergi, tetapi di depan mereka sudah ada sekitar 10 pasukan Rufus Ignis yang telah menemukan mereka. Menghalangi jalan dan bersiap dengan senjata mereka untuk menghabisi keempat orang tersebut.

Through the DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang