Bab LXXVI. Kota Poora I

251 37 0
                                    

Waktu kembali berlalu dengan cepat. Tidak terasa 300 tahun telah berlalu sejak Lathaya menjadi seorang Lady. Selama ini, dia sibuk pergi ke banyak tempat untuk membangun relasi, menyelesaikan beberapa masalah, dan menjaga komunikasi dengan kaum lain.

Pagi ini, sama seperti pagi yang lain. Kaum Vampire sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Di kerajaan sendiri pun tidak jauh beda. Para pengurus kerajaan disibukkan dengan kasus perdagangan manusia yang kembali terjadi sejak 1000 tahun terakhir. "Ada apa dengan semua ini? Apa pelakunya belum ditemukan?" tanya Lord Kenzi. Meja kayu di depannya menjadi sasaran empuk pukulan telapak tangannya. Penasihat kerajaan bergerak maju selangkah.

Jubah hitam dengan warna merah di bagian dalam memunculkan kesan keberanian yang luar biasa. Dia berkata, "Tuanku. Kasus ini masih dalam penyelidikan. Mohon bersabar sedikit lagi." Gigi Lord Kenzi bergemeretak. Dia mendengus, membuang muka ke samping. "Sudah seminggu sejak laporan perdagangan manusia ini ... dan belum ada informasi lebih lanjut?" tanya Lord Kenzi. "Tuanku, kita sudah mengumpulkan banyak informasi terkait pelaku perdagangan manusia ini. Duke Alex akan datang melaporkan hasilnya."

"Ya, kapan dia datang, Porca?" Porca, si penasihat kerajaan menjawab, "Sebentar lagi, Tuan." Tepat setelah Porca mengatakannya, pintu aula kerajaan terbuka. Menampakkan sosok Duke Alex dengan pakaian putih. Kainnya dijahit kerut di bagian dada dan bawah lengan serta celana kain hitam membalut kakinya, menunjukkan aura karisma yang kental.

Alex datang dengan membawa satu gulung kertas coklat. Semua orang terdiam saat Alex mulai membuka surat tersebut. "Dari hasil penyelidikan selama seminggu ini, kasus perdagangan manusia dimulai sejak tiga bulan lalu dan baru saja diketahui seminggu belakangan ini. Terhitung sudah 100 manusia dijual selama itu. Pelaku dibalik kasus ini adalah Horri. Manusia berumur 50 tahun dan berjenis kelamin laki-laki ini memiliki riwayat kejahatan sebagai pembunuh. Dia mulai membunuh sejak umur 20 sampai 25 tahun dan menjual organ-organ korbannya. Akan tetapi, dia telah ditangkap oleh kerajaan dan dihukum dengan kedua tangannya dipotong. Kami telah menangkap dan menginterogasinya. Dia mengatakan jika alasannya menjual manusia adalah karena masalah ekonomi. Dia hidup sendirian dan harus bertahan hidup di tengah kemiskinan di kota Poora." Alex menyelesaikan bacaannya dan menggulung kembali kertas coklat tersebut.

"Hm, kemana dia menjual mereka?" tanya Tetua Waise. "Ke berbagai tempat. Seperti Kota Burn dan Kota Kaku yang ada di wilayah Witch. Dia menjual mereka sebagai budak kepada manusia lain yang memiliki uang dan kekuasaan." Lord Kenzi bergumam. Kepalanya tiba-tiba berdenyut setelah mendengar informasi dari Alex. "Dia hidup tanpa lengan dan masih bisa berbuat kejahatan? Hah. Alasannya kemiskinan? Apa pemerintah yang mengurus kota mereka tidak mengatasi hal tersebut?" tanya Lord Kenzi.

Alex menggeleng. "Mereka berusaha mengatasinya dengan membuka banyak lapangan pekerjaan dan memberikan bantuan untuk mereka yang kurang mampu. Namun, hal itu tidak berjalan dengan baik karena pemerintah di kota Poora juga kekurangan dana. Mereka meminta kerajaan untuk membantu perekonomian mereka."

Seperti yang tertera dalam perjanjian beberapa ribu tahun lalu. Setiap kaum bertugas untuk melindungi manusia yang tinggal di wilayah mereka. Jika mereka meminta bantuan, tiap pemimpin dari masing-masing kaum harus membantu mereka. Sama halnya dengan meningkatkan perekonomian mereka. Kota Poora adalah kota kecil yang terletak di pinggiran wilayah Vampire. Karena terlalu berada ditepi, kota ini jarang dilirik oleh orang-orang. Tidak ada yang menarik di sana. Kebanyakan dari mereka pindah dan ada juga yang menetap sampai mati di sana. "Bukankah kita sering memberikan emas pada mereka tiap bulannya?" tanya Lord Kenzi keheranan.

Kerajaan Rufus Ignis memiliki banyak emas yang mereka dapatkan dari kawasan yang memiliki mineral sulfida. Selain emas, mereka juga menemukan perak dan berlian di bawah lapisan es yang mencair ketika musim panas. Tidak ada manusia yang sanggup bertahan lama di daerah bersuhu dingin. Oleh karena itu, hanya kaum Vampire yang mampu menggali berlian di tengah ekstrimnya cuaca dingin di daerah paling ujung dari wilayah Vampire.

"Benar, Lord. Mereka yang tidak bisa mengatur keuangan mereka sendiri. Para manusia itu serakah dan membuang uang hanya untuk bersenang-senang. Mereka mampu membeli pakaian mewah, tetapi tidak mampu membeli makanan." Alex kembali menjelaskan masalah yang terjadi di Kota Poora. Orang-orang di sana bisa disebut sebagai orang malas karena sama sekali tidak ingin bekerja dan hanya berharap pada pemerintah. "Lord Kenzi. Izinkan aku turun langsung ke kota Poora untuk melihat keadaan di sana." Lathaya yang duduk diam pun akhirnya angkat bicara. Meminta dirinya sendiri untuk terjun langsung ke sumber masalah. Lord Kenzi menyentuh dagunya, terlihat berpikir. Kemudian dia mengangguk setuju, "Baiklah. Aku serahkan masalah kota Poora padamu."

"Terima kasih, Lord." Lord Kenzi mengangguk. Lalu, dia kembali fokus pada kasus perdagangan manusia ini. Dia berkata, "Jatuhkan hukuman mati pada Horri. Tidak peduli dengan alasan apa pun, dia telah melanggar aturan." Perintah Lord Kenzi mutlak dan tidak bisa dibantah lagi. Semua orang mengangguk setuju. Perbuatan Horri memang tidak bisa diberi keringanan lagi, bahkan untuk memenjarakannya pun sudah tidak sebanding dengan apa yang dilakukannya selama dia hidup.

Selesai pertemuan dengan perangkat kerajaan, Lathaya bergegas menuju kamarnya untuk menyiapkan diri pergi ke kota Poora. Sebelumnya, dia sudah memberi tahu Reivan untuk ikut bersamanya. "Sudah selesai. Ayo, pergi." Dia dan Reivan sama-sama memakai jubah hitam yang menutupi seluruh pakaian luar mereka. Lathaya membawa tas kain berisi 100 keping emas untuk dia berikan kepada pemerintah Kota Poora. Bukan berarti dia akan memberikannya secara percuma. Lathaya bermaksud membuat para manusia di sana mau bekerja dan tidak membuang uang mereka untuk hal yang tidak penting.

"Inikah kota Poora?" tanya Lathaya begitu mereka sampai di kota Poora, "agak suram," lanjutnya. Pemandangan di depan mereka tidak jauh beda dengan tempat pemakaman. Sepi, sunyi, dan sedikit gelap. Banyak pohon besar tumbuh di sekitarnya, menghalangi sinar matahari masuk ke kota Poora.

"Ini lebih seperti—"

"Kuburan?"

"Huwa!" Lathaya terkejut dengan suara laki-laki yang tiba-tiba muncul di sampingnya. "Siapa kau?" Sebagai pengawal pribadi Lathaya, Reivan langsung bergerak maju ke depan. Menghalangi lelaki itu agar tidak melakukan sesuatu pada Lathaya. "Oh, ini salahku membuatmu terkejut." Lelaki itu mundur dua langkah. Mengangkat kedua tangannya sambil meminta maaf. Lathaya mengintip dari bahu Reivan. Meneliti penampilan lelaki asing tersebut. Rambut lelaki itu berwarna kuning kecoklatan, bahkan alisnya pun memiliki warna yang sama. Bola matanya cantik. Perpaduan hitam, biru, dan hijau ... seperti Aquamarine. Hidungnya mancung dan ada sedikit bulu-bulu halus tumbuh di sekitar dagunya. Wajah dan penampilannya terlihat dewasa. Baunya juga samar-samar seperti Vampire, tapi juga bukan. Dari warna matanya saja sudah menunjukkan jika dia bukan dari kaum Vampire.

"Siapa kau?" tanya Reivan lagi. "Tenang, kawan. Aku Noah. Salah satu penduduk di Kota Poora." Pria itu menjulurkan tangannya, ingin bersalaman dengan Reivan. Namun, karena Noah adalah pria asing yang tiba-tiba muncul di depan mereka, Reivan tidak menyambut uluran tangan tersebut. Melihat tangannya dianggurkan, Noah memutar arah tangannya ke Lathaya. Memperkenalkan dirinya lagi.

"Aku Noah. Siapa namamu?" tanyanya dengan sebuah senyuman. Reivan melirik Lathaya sekilas, kemudian dia mengambil tangan Noah. Membalas salamannya. "Aku Reivan dan dia Lady Lathaya. Jangan berani menyentuhnya." Reivan sedikit meremas tangan Noah membuat pria itu menarik kembali tangannya dengan cepat. "Tubuhmu lebih kecil daripada aku, tapi tenagamu luar biasa," katanya sambil mengibas-ngibas tangannya sendiri. Reivan berkedip pelan. Melontarkan pandangan datar pada Noah.

"Haha, baiklah. Maafkan aku. Jadi, ada keperluan apa kalian datang ke mari? Bahkan seorang Lady pun datang langsung ke kota kumuh ini." Merasa jika Noah bukanlah ancaman, Lathaya keluar dari balik punggung Reivan dan berdiri di sampingnya. "Kami ingin bertemu dengan pemimpin Kota Poora."

"Lady." Reivan terlihat tidak suka karena Lathaya memberitahukan tujuan mereka pada orang asing. "Tidak apa-apa." Reivan membuang muka. Lady-nya ini selalu bertindak sesuka hatinya. "Oh, aku tahu di mana kalian bisa bertemu dengannya. Mari kuantarkan." Noah bergeser dari jalan Lathaya. "Silakan." Lathaya mengangguk kemudian berjalan ke depan diikuti Noah dan Reivan di belakangnya.

Through the DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang