Bab XLV. Mantra

270 48 3
                                    

Suara pertemuan antara dua pedang terdengar bising. Ryu, dengan wajah pucatnya terus menyerang Louis sampai dia terdorong ke belakang. Walaupun dia terpukul mundur, Louis tidak membiarkannya begitu saja. Bilah pedang yang selama ini dia asah berhasil menahan serangan Ryu dan melukai dada lelaki tersebut. Akan tetapi, luka yang diterima oleh Ryu seolah bukanlah hal yang besar. Luka tersebut tertutup dengan cepat dan tak menimbulkan rasa sakit.

Mengetahui jika Jazlyn tak ada lagi di sana, Meika dan Kara bergegas bangkit untuk mengejar. Di depan mereka berdiri tembok batu yang besar, sedangkan di atas mereka, Ryu dan Louis terus beradu pedang. Meika berlari lurus ke depan tanpa melihat ke arah lain. Dia berpindah tempat setelah menembus dinding batu sehabis mengucapkan mantra.

Brak! Larinya terhenti saat suara dinding runtuh terdengar besar di telinganya. Dia melihat ke belakang dan mendapati Kara berdiri di balik tembok yang hancur.

"Hehe. Aku lupa." Meika cengengesan. Dia lupa jika Kara bukanlah kaum Witch yang bisa menggunakan mantra. "Aku hampir menabraknya gara-gara kau." Saat mereka berdua akan mengejar Jazlyn, Kara melihat Meika yang berlari dengan terburu-buru. Oleh karena itu, dia menyusulnya dengan cepat. Akan tetapi, Meika tiba-tiba menghilang ditelan tembok di depannya sehingga dia bergegas berhenti sebelum menabrak tembok yang bisa menghancurkan wajahnya.

"Maaf, hehe."

Kembali pada tujuan awalnya, Kara dan Meika pergi untuk mengejar Jazlyn. Di jalan yang mereka lalui, terdapat koridor yang luas dengan tangga spiral di ujungnya. Dengan menggunakan kemampuan penciumannya, Kara mengendus bau yang ditinggalkan oleh Jazlyn. Setiap tempat yang dia lewati tak terlewatkan oleh penciumannya. Berdasarkan bau Jazlyn yang dicium oleh Kara ... bau tersebut mengarah ke dinding yang berada di samping tangga spiral. Keduanya berhenti tepat di depan dinding yang mengarahkan mereka ke Jazlyn.

"Lama-lama kerajaan ini akan runtuh," celetuk Kara. Melihat dinding di depannya dengan datar. "Tidak masalah. Setelah kita berhasil merebut kembali kerajaan ini, kau yang akan membangunnya kembali," jawab Meika sembari tersenyum sampai matanya menyipit. Sebelum tangan Kara mengenai kepalanya, Meika telah melewati dinding di depannya dengan mantra penembus dinding. "Sialan." Kara berjalan mundur beberapa langkah. Tangannya mengepal bersiap untuk memukul dinding di depannya. Dalam hitungan ketiga, Kara berlari kencang dan meninju dinding tersebut.

"Hah!" Di balik dinding batu yang Meika dan Kara lewati ternyata adalah dinding yang mengarahkan mereka ke luar kerajaan. Di bawahnya, terdapat rumput hijau dan di sana Kara melihat Meika memegang pinggangnya yang sakit karena terjatuh. Kara berusaha cepat untuk mengendalikan tanah rumput di bawahnya sebelum dia terjatuh. Tanah yang awalnya datar, kini bergelombang sampai Meika tak bisa duduk dengan benar. Balok tanah mencuat ke atas, menahan Kara agar tidak langsung ambruk.

"Enak sekali punya kekuatan sepertimu," keluh Meika saat Kara telah sampai di tanah dengan aman. Sudut bibir Kara terangkat. Dia mengangkat bahunya kemudian mengabaikan perkataan Meika. Dia bergerak lebih dekat untuk mengobati pinggang Meika. Mereka baru saja terjatuh dari jarak 65 kaki!

"Sakit, sakit, sakit."

Kerajaan Sorcery memiliki tembok yang besar dan tinggi. Setiap lantainya berjarak sekitar 21-22 kaki. Jika manusia biasa jatuh dari ketinggian tersebut, tulang mereka akan hancur sepenuhnya. Kara menepuk kuat pinggang Meika setelah dia obati. Sebagai tanda terima kasih karena telah menolongnya, Meika membalas pukulan Kara.

"Pukul lagi. Ayo, ayo." Meika mengepalkan tinjunya bersiap melawan Kara. "Jangan bodoh. Pedangmu belum diambil." Setelah mengatakannya, Kara berjalan mendahului Meika. Mereka harus kembali mencari Jazlyn yang telah menghilang. Meika dan Kara, menyusuri jalanan berumput di samping kerajaan Witch. Kerajaan ini begitu luas. Mereka harus memakai jalan lain untuk masuk lebih cepat.

"Sekali lagi tidak masalah," kata Meika. Mendapatkan izin dari pemilik sah kerajaan, Kara mendaratkan tinjunya ke dinding batu. Menimbulkan lubang yang besar di sana. Seukuran tubuh burung phoenix dewasa. "Ayo." Kini, mereka berada di lantai bawah kerajaan, sedangkan Ryu dan Louis berada di lantai tiga. Di sekitar mereka berdiri, Kara tidak mendapatkan bau Jazlyn. Hanya debu-debu halus yang lewat di hidungnya. Karena tak mendapati jejak Jazlyn, mereka memilih kembali ke lantai tiga untuk membantu Louis.

Saat Kara akan berjalan, di sampingnya, Meika telah menghilang. Kepala Kara berputar-putar mencari Meika, tapi tidak ketemu. Baunya pun menghilang di tempat dia berdiri sebelumnya. "Maaf, hehe. Aku lupa memberitahumu jika aku bisa berteleportasi." Orang yang sebelumnya menghilang, tiba-tiba muncul dengan cengiran lebar di wajahnya. Kara menatap datar orang di sampingnya.

"Kau lari yang cepat." Meika kembali menghilang setelah menyelesaikan kalimatnya. Kara buru-buru berlari untuk mengejar ketertinggalan. Banyak anak tangga yang harus dia lampaui. Ukurannya pun kecil-kecil. Jika dia tidak fokus pada langkahnya, dia akan terguling ke bawah dan kembali ke level awal.

Di lantai tiga, Meika telah tiba terlebih dahulu. Kemampuan berpindah tempat milik Meika tidak dimiliki oleh Witch yang lain. Itu tidak menggunakan mantra, tapi memerlukan latihan pikiran yang kuat dan energi yang besar. Seorang Witch yang mencoba menggunakan kemampuan teleportasi biasanya hanya bisa dalam jarak dekat saja, karena energi spritiual yang terbatas. Namun, kali ini, Meika mampu menggunakan teleportasi karena kalung Enervate pemberian Loey. Energi spiritualnya kembali terisi dengan cepat sejak dia kehilangan banyak energi.

Meika melihat ke atas. Dua pria itu masih saling menunjukkan kemampuan berpedang mereka. Yang satu berwajah tegas, tapi dingin, sementara yang satunya lagi berwajah pucat dan gerakan tubuhnya kaku seperti boneka.

Dinding-dinding batu di sekitar mereka terlihat jelas terkena pertarungan keduanya. Bekas sayatan pedang, terukir menjadi ukiran abstrak di sana. Sebenarnya, dinding itu menjadi indah jika di gores dengan benar. Menunggu beberapa saat, akhirnya Kara tiba setelah berlari menaiki anak tangga yang kecil ukurannya. Dia tidak bisa menutupi kenyataan jika sekarang dia merasa lelah. Berlari ke sana dan ke sini, memukul dinding, terjatuh dari lantai yang tinggi dan harus mengeluarkan kekuatannya agar tidak terbanting. Terakhir, dia harus berlari lagi ke atas dengan menggunakan tangga.

"Kau kehabisan tenaga? Coba kalung ini. Mungkin kau juga berpengaruh." Meika langsung melepaskan kalungnya dan memasangkannya melalui kepala Kara tanpa menunggu persetujuannya. "Bagaimana?" Kara menopang lengannya di lutut sejenak, lalu berdiri tegak dan melepaskan kalung tersebut. Terengah-engah ketika dia melepaskannya. "Tidak ada tambahan energi. Aku tidak memiliki bola spiritual di dalam tubuhku. Tidak akan ada reaksi apa pun, bahkan jika aku sekarat." Meika mengangguk dan kembali memakai kalungnya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Kara, tapi dia hanya mencoba. Mungkin saja berhasil. Jika tidak dicoba maka tidak ada yang tahu hasilnya.

Suara pedang yang terlempar mengalihkan perhatian Kara dan Meika. Di atas sana, Louis memegang lengan kanannya yang terluka akibat terkena sabetan pedang milik Ryu. Pria pucat itu ingin kembali menyerang, tidak ingin memberikan waktu untuk musuhnya beristirahat.

Melihat itu Kara berpikir sejenak. Dia melihat ke arah Ryu, lalu berpindah ke leher Meika. Dia berkata, "Meika, pinjamkan aku kalungmu." Meika melihat ke arah kalungnya. "Untuk apa?" Meski bertanya, dia tetap melepaskan kalungnya dan memberikan benda itu pada Kara. Werewolf itu menerimanya, dia menggenggam erat kalung Enervate. Kemudian, Kara mengumpulkan sisa tenaganya. Mendorong kakinya dengan kekuatan penuh dan melompat ke arah dinding sekilas, kemudian mengarahkan pukulan terakhirnya ke wajah Ryu. Cahaya biru bercampur ungu menyelimuti kepalan tangannya saat dia berhasil mencapai pipi pria pucat tersebut.

Brak! Laki-laki itu terjatuh dari atas dan terbanting ke bawah. Hampir bersamaan dengan Ryu, Kara jatuh setelahnya.

Through the DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang