Setelah beberapa jam berlalu —sehabis bertarung dengan sasquatch— Kara dan Barbara pergi mencari sungai untuk membasuh diri. Dalam perjalanan, Barbara menemukan beberapa tanaman obat untuk mengobati luka-luka yang didapati oleh Kara.
"Cepat bersihkan dirimu. Lalu aku akan mengoleskan obat di lukamu."
"Aku baik-baik saja," kata Kara sambil berjalan memasuki air.
Barbara melepaskan tudung merahnya dan mencucinya di aliran air sungai. Petang hampir tiba, air sungai sudah mulai mengalir deras. Setelah mencuci bersih tudungnya, Barbara menjemurnya di sebuah batang pohon yang tergeletak di pinggir sungai. Kemudian, dia mengambil batu pipih sebagai wadah dan batu bulat untuk menggiling tanaman obat. Bau tak sedap keluar dari tanaman obat itu ketika mulai digiling.
"Hoek! Baunya seperti kotoran kuda." Walaupun baunya sangat menyengat, telapak tangannya tidak melepaskan batu itu dan tetap lanjut menggiling tanaman tersebut. Kara menghampiri Barbara setelah selesai membersihkan diri. Dengan pakaian yang masih basah, Kara duduk di atas batu yang dia ambil dari dalam sungai.
"Pakaianmu masih basah dan kau malah duduk di sini."
"Kau ingin aku telanjang hingga esok hari? Apa kau tidak lihat matahari akan terbenam?" Barbara mendelik tajam mendengar perkataan Kara. Terserah kau sajalah!
"Uh! Bau apa ini?" tanya Kara saat hidungnya mencium bau tak sedap dari arah sampingnya. "Kau yakin itu tanaman obat? Busuk sekali baunya. Seperti keledai mati." Kara berdiri dan berjalan menjauh. Menyelamatkan indra penciumannya dari bau busuk. Sedari tadi dia terus-menerus mencium bau tak sedap. Hal itu tidak baik untuk penciumannya.
"Hei! Walaupun bau busuk seperti keledai mati ataupun kotoran kuda, ini tetaplah tanaman obat. Kemari! Aku akan mengoleskannya di lukamu." Kara berjalan semakin jauh. "Tubuhku baik-baik saja. Aku tidak mendapatkan luka apa pun."
"Bagaimana bisa kau berkata begitu! Aku melihatmu dilempar ke sana ke mari. Tidak mungkin kau baik-baik saja."
"Aku serius. Aku tak apa. Bisakah kau pergi dan menangkap ikan? Sebentar lagi gelap dan kita belum mendapatkan sesuatu untuk dimakan." Barbara berdiri dan mencuci tangannya yang terkena sedikit cipratan dari tanaman obat yang dia giling. "Airnya mulai mengalir deras. Kita berburu rusa saja atau kita cari buah-buahan yang bisa dimakan." Mengambil tudung merahnya, Barbara berjalan mendekati Kara. Matanya menatap datar Kara.
"Apa?" Dengan cepat Barbara menarik kerah baju Kara dan mengintip tubuhnya. Hanya terdapat lebam yang hampir menghilang di punggungnya. Tangan Barbara memutar-mutar tubuh Kara. Memastikan tidak ada luka satu pun di tubuhnya. Matanya menatap curiga pada Kara. "Kau pasti Werewolf 'kan?" Kara menghempaskan tangan Barbara yang memegang kerah bajunya. "Bukan."
"Lihat, lihat. Gigimu yang tadi lepas sekarang sudah tumbuh. Siapa lagi yang bisa menumbuhkan gigi secepat ini jika bukan Werewolf."
"Jangan bertingkah seolah kau tahu. Gigiku tidak lepas. Kau saja yang salah mengira. Gigiku dipenuhi dengan darah sehingga tertutupi dan membuatnya terlihat seperti ompong."
"Mengaku saja. Sudah kukatakan aku tidak akan bisa melakukan apa pun." Kara tidak menghiraukan perkataan Barbara. Dia memilih untuk mencari bahan makanan. Panah yang dia letakkan di pinggir sungai, dia ambil dan memakaikannya kembali di punggungnya. Barbara mengikuti Kara dari belakang setelah mengambil tanaman obat yang baru dia giling tadi. Membungkusnya dengan daun jati dan memasukkannya ke dalam tas. Mulutnya masih mengeluarkan pertanyaan yang sama. "Kau Werewolf 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Through the Dark
FantasyRibuan tahun yang lalu, dunia dikuasai oleh kaum yang memiliki kekuatan super. Kaum Werewolf, Vampire, Witch, Mermaid, dan Fairy. Di saat keadaan dunia tengah berada dalam kedamaiannya, kaum Vampire bergerak membantai seluruh Werewolf dan bermaksud...