Bab XLIV. Bunga Meika

260 46 2
                                    

Bau Meika masih dalam kawasan penciuman Kara. Sejak Meika pergi mengikuti Jazlyn dan Ryu, Kara menyusul mereka setelah Chloe meminta dirinya membantu Meika. Akan tetapi, kecepatan Ryu melebihi dirinya dan sekarang Meika belum dia temukan. Kecepatan Kara berkurang saat dia melewati sebuah ruangan yang dipenuhi bau Meika. Semakin dia mendekat ke arah pintu besar berukiran rumit itu, semakin pekat baunya. Dengan pemikiran bahwa Meika ada di dalam, Kara mendorong dua pintu itu dan mendapati sebuah ruangan yang besar dan luas. Perhatiannya ditarik oleh serangkaian bunga berwarna ungu yang menjalar di seluruh dinding ruangan. Kepala Kara menengadah ke atas. Bunga-bunga indah itu bergelantungan dengan kuncup yang mengarah ke bawah.

Ruangan ini dipenuhi oleh aroma tubuh Meika. Kara berjalan lebih jauh ke dalam. Dia melihat sebuah ranjang besar berwarna putih dan di sampingnya terdapat cermin panjang seukuran Kara. Di sebelah kirinya, terdapat lemari kayu. Kara mendekati lemari itu dan membukanya. Terdapat banyak pakaian yang mengeluarkan raksi tubuh Meika. Kara menebak bahwa kamar yang dia masuki sekarang ialah kamar Meika. Baunya begitu pekat dan kuat. Semua barang yang ada di dalam ruangan telah tercampur dengan bau Witch itu. Meskipun Kara mencari, Meika tak ada di ruangan ini.

Sebelum dia keluar, Kara memetik beberapa bunga yang telah mekar, kemudian dia mengambil sehelai kain putih lebar milik Meika dari dalam lemari untuk membungkus bunga yang dia petik, kemudian mengikat ujung-ujung kain di pinggangnya. Segera dia menutup kembali kamar Meika dan berlari untuk mencari keberadaan wanita itu. Di tengah dia berlari, Kara bertemu dengan Louis yang terbang di atasnya. Lelaki itu tampak fokus dan pandangannya lurus ke depan.

"Louis!"

Louis memutar kepalanya ke arah Kara berteriak. Dia tidak menjawab dan menunggu kalimat selanjutnya dari Kara. Keduanya berbicara tanpa berhenti bergerak. "Chloe di mana?"

"Sedang bertarung dengan Kitsune."

"Kau meninggalkan mereka?"

"Aku tidak bisa menolak perintah."

Tak ada lagi balasan dari Kara. Keterangan Louis sudah cukup menjadi jawaban baginya. Mereka berdua sudah bergerak selama hampir 10 menit dan setengah dari kerajaan telah mereka lewati, tapi Meika juga belum mereka temukan. Padahal Kara terus mengikuti jejak dari bau tubuh Meika. "Ke mana anak itu?" tanya Kara. Dia sudah berhenti berlari dari beberapa detik yang lalu. Kakinya terasa pegal karena berlari terus menerus di dalam kerajaan yang luas dan megah. Di depan Kara, Louis berdiri sambil meminum air di dalam botol yang dia ambil dari dalam kantung bunga mawar biru miliknya. Kara melihat itu, saat Louis menenggak air, tenggorokan Kara tiba-tiba menjadi kering. Dia mengusap keringat yang mengalir di lehernya. Tiba-tiba ... .

Dhuar! Suara ledakan terdengar jelas dari balik tembok tempat mereka berhenti. Keduanya saling menatap dan mengangguk. Dengan sekuat tenaga, Kara memukul tembok tersebut dengan kepalan tangannya. Brak! Tembok pun hancur dengan sekali pukulan. Di seberang sana terdapat sebuah tangga yang melingkar. Di atasnya, tampak Ryu dan Meika saling berhadapan. Memukul satu sama lain.

Kara melihat ke bawah. Gelap. Anak tangga yang berputar ke bawah, tenggelam dalam kegelapan. Louis melakukan hal yang sama dengan Kara. Mengintip ke bawah. Dia telah melebarkan sayapnya dan terbang ke atas. Menyusul Meika yang kembali mendapat tendangan dari Ryu. Kara melihat Louis pergi mendahuluinya. Lelaki itu sama sekali tidak menawarkan bantuan padanya. Jika dia adalah Chloe, Kara yakin, tanpa diminta pun, Louis akan segera membawa sang Putri ke atas meskipun Chloe mampu terbang ke sana.

Pada akhirnya, Kara mengambil beberapa langkah ke belakang. Dia memposisikan satu kakinya berjinjit, sementara yang lain menapak di lantai. Ujung jari-jarinya menyentuh sedikit lantai. Sorot pandangannya menajam. Dia mulai berhitung di dalam hati.

Through the DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang