Bab LII. Pasukan Rufus Ignis

263 52 1
                                    

Terlewat dua hari sejak mereka tinggal di rumah Wizard. Untuk pergi ke wilayah Vampire, mereka membutuhkan waktu setidaknya 10 hari dengan menggunakan kekuatan mereka. Kara ingin segera pergi karena dia sadar sudah banyak membuang waktu. Akan tetapi, Wizard menahannya. "Kenapa tidak bisa pergi sekarang?" tanya Kara. Wizard meminum tehnya dan memandang kebun barunya. Dia menjawab, "Kau dan teman-temanmu belum cukup kuat untuk melawan mereka. Tidak perlu buru-buru. Hal-hal yang diburu-burukan seperti itu tidak membawa hasil yang baik. Ya, benar. Tanam seperti itu."

Di depan mereka, Meika bersama Jiro dan Chloe sedang membantu Wizard membuat kebun baru untuk menanam tanaman yang akan dia gunakan untuk meracik ramuan. Dari dalam ruangan belakang rumah, tampak Barbara dan Aliora membersihkan ruangan tersebut.

"Lalu aku harus apa?" tanya Kara gusar. Wizard menjawabnya dengan nada suara yang tenang. "Pergilah ke desa Muzu. Cari seseorang yang bernama Slimmy." Dia meluruskan tangannya, kemudian dari dalam genggaman tangannya, muncul sehelai kertas coklat bertuliskan huruf dengan tinta hitam. "Berikan ini padanya." Kara menerima kertas tersebut dan akan membacanya, tetapi Wizard telah terlebih dahulu menggulungnya dan mengikatnya dengan seutas tali rami. "Pastikan surat itu sampai padanya." Kara memasukkan surat tersebut ke dalam saku celananya dan bersiap untuk pergi saat dia tiba-tiba teringat sesuatu.

"Di mana desa Muzu?" Witch tua itu menggeleng dan berdeham. "Aku belum menyuruhmu untuk pergi dan kau sudah langsung bergerak." Kara tidak bisa melakukan apa pun selain mengikuti Witch tersebut. Dia memanggil Chloe yang sedang menyiram tanaman. Chloe yang merasa dipanggil segera menghampiri mereka. "Ada apa?" Wizard dengan cepat menjelaskan. "Temani dia pergi ke desa Muzu. Itu adalah desa tempat Dwarf penempa pedang tinggal. Dari luar, desa itu terlihat gelap dan penuh jebakan. Tidak ada dari kelima kaum yang bisa menguasai desa itu. Kaum Witch hanya bisa melindungi dari luar. Pergi saja ke arah barat wilayah Witch. Kalian akan menemukannya dengan mudah jika memahami ciri-ciri yang kukatakan sebelumnya."

Kara dan Chloe mengangguk paham. Wizard kembali memberi pesan sebelum mereka pergi. "Berhati-hatilah. Dari dulu mereka diincar oleh kaum Vampire. Sekarang kesempatan itu terbuka lebar. Jangan sampai kalian terlibat dengan mereka sekarang." Dia memunculkan sesuatu dari tangannya. Mendorongnya ke arah Kara. "Apa ini?" tanya Kara. "Kain milik Slimmy. Cium dan ikuti bau ini." Tidak tahu mengapa, Kara merasa sedikit tersinggung dengan perkataan Wizard, tapi dia memilih untuk tidak terlalu memikirkannya. Sebelum mereka pergi, Kara meminta Chloe untuk mengeluarkan alat panahnya. Berjaga-jaga jika mereka bertemu musuh nanti.

Wilayah Witch bagian barat tidak terlalu jauh dari hutan tempat tinggal Wizard. Untuk mencapai desa Muzu, mereka harus melewati gunung dan sungai. Dengan bermodalkan bau dari kain yang diberikan Wizard sebelumnya, Kara dan Chloe berhasil tiba di sebuah desa yang benar-benar gelap. Padahal matahari masih berada di atas kepala mereka. Terdapat gapura yang sudah berlumut dan dipenuhi dengan tumbuhan menjalar. Tulisan "Muzu" masih sedikit terlihat. Saat mereka berdua memasuki desa tersebut, dua anak panah terbang lurus ke arah mereka. Dengan cepat, keduanya melompat untuk menghindar sehingga anak panah tersebut menancap di tempat mereka berdiri sebelumnya.

Kalimat "Gelap dan penuh jebakan" bukan hanya sekadar kata yang keluar dari mulut Wizard, melainkan kenyataan yang harus dihadapi oleh Chloe dan Kara. Ketika mereka berdua kembali bergerak, dari bawah tanah, beberapa pisau muncul dan hampir mengenai telapak kaki mereka. Hal itu mengharuskan mereka melompat-lompat sepanjang jalan masuk. Saat keadaan sudah mulai aman, Kara dan Chloe mendengar suara senjata saling beradu. Berdasarkan arah suaranya, beberapa meter di depan mereka terjadi sebuah pertarungan. Kara bersama Chloe, melompat ke atas pohon dan mencari tahu dari sana.

"Duke Lazarus. Para Dwarf ini sangat sulit diatasi. Mereka bertubuh pendek dan kecil sehingga pergerakan mereka lebih cepat dari kami." Seseorang yang lain ikut mengeluh. "Orang-orang kita banyak yang terluka. Kenapa kita tidak membakar saja desa ini dan membangunnya kembali nanti?" Para serdadu yang baru kembali terlihat kacau. Pakaian mereka dipenuhi dengan darah dan pedang mereka sebagian telah patah. "Kita meremehkan mereka. Kaum Witch melindungi mereka atau tidak, sama saja. Mereka mungkin lemah dalam fisik, tetapi otak mereka cerdas." Steen, wakil pemimpin pasukan kerajaan Rufus Ignis, berbicara di samping seseorang yang dipanggil Duke Lazarus. "Tuan Steen. Kita bakar saja desa ini."

"Ya. Api milik Duke Lazarus bisa meratakan mereka semua. Untuk apa menahan diri? Habisi saja!" Mereka berteriak-teriak meminta pemimpin mereka membakar seluruh desa Muzu. Tidak peduli apakah penduduk desa mendengarkan mereka atau tidak. Sengaja bersuara dengan keras untuk memberi tanda ancaman pada mereka agar menyerahkan desa dengan sendirinya. "Tidak bisa," jawab Duke Lazarus.

"Kenapa tidak?"

"Desa ini memiliki tumbuhan yang dibutuhkan oleh kerajaan. Bahan-bahan untuk membuat pedang terbaik ada di desa ini. Jika kita membakarnya, coba kalian pikirkan. Berapa banyak kerugian yang kita dapatkan?" Pria itu menjelaskan dengan lembut dan tersenyum dari balik kain jala yang menutupi sebagian wajahnya. Para serdadu itu mengangguk setuju setelah memikirkan perkataan Duke Lazarus. Steen menambahkan, "Untuk sekarang lebih baik kita kembali. Menyusun rencana lebih matang sebelum menyerang. Bagaimana menurutmu, Duke Lazarus?" Orang yang ditanya mengangguk dan tersenyum lebih lebar. Setelah mendapat persetujuan dari pemimpin mereka, semua orang berbalik untuk pergi.

Pria yang menggunakan sehelai kain untuk menutupi hidung dan mulutnya itu berdiri paling belakang, menunggu bawahannya pergi. Tanpa diduga, dia mengangkat kepalanya dan melihat tepat ke arah pohon di mana Chloe dan Kara berada.

Dengan cepat Chloe menutupi keduanya dengan angin. Merasa tidak ada yang aneh, Duke Lazarus pergi mengikuti para bawahannya. "Apa dia melihat kita?" bisik Chloe. Dia menghilangkan angin yang menutupi tubuh mereka setelah pria itu pergi.

"Semoga tidak."

"Sayangnya iya."

Keduanya menoleh ke belakang dengan cepat dan mendapati pria itu berjongkok di dahan yang sama dengan mereka. Kara dan Chloe segera menjatuhkan diri mereka ke bawah dan hendak melarikan diri. Namun, Duke Lazarus sudah berada di hadapan mereka. Pria itu tertawa kecil. Dari celah-celah jaring yang menutupi sebagian wajahnya, dia terlihat menyeringai. "Kupikir aku salah merasakan, ternyata itu memang benar kalian. Werewolf dan Fairy." Chloe segera membantah. "Memang salah."

Duke Lazarus tertawa. Dia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku sudah hidup hampir 1000 tahun. Mustahil aku salah. Apalagi kalian berdua ... siapa yang tidak kenal? Dua orang putri dari pemimpin dua kaum. Menurutmu ... apa aku salah lagi kali ini?" Chloe tidak dapat mengelak lagi. Orang ini mengenal mereka dan juga orangtua mereka. Dia adalah seorang Duke dari kerajaan Rufus Ignis, tapi keduanya merasa tidak pernah melihat orang ini sebelumnya, apalagi sebagian wajahnya ditutupi dengan kain jala.

Seolah mengetahui isi pikiran mereka, Duke Lazarus menjelaskan tentang dirinya sendiri. "Wajar jika kalian tidak kenal aku. Tidak semua orang bisa bertemu denganku. Ah! Satu lagi. Umur kita jauh berbeda. Terakhir kali aku pergi ke pertemuan seluruh kaum itu ... kira-kira sebelum kalian lahir." Pria ini berbicara dengan lembut dan terdengar bersahabat. Matanya seperti kelinci, tetapi sorot matanya tajam. Terutama matanya yang berwarna merah gelap seperti darah. Sesekali dia memicingkan matanya saat berbicara. Orang ini tidak bisa ditebak dengan mudah.

"Cukup dengan dirimu. Kami pergi." Kara menyahut. Dia tidak memiliki waktu luang untuk mendengar cerita panjang milik Pria itu. "Ke mana?" tanya Duke Lazarus. Chloe menjawab dengan ketus. "Untuk apa kau bertanya?"

"Aku bertemu dua orang terpenting di sini. Bagaimana bisa aku membiarkan kalian pergi?"

"Cukup dengan omong kosongmu. Kembali ke tempatmu." Kara bergerak selangkah ke depan. Bersiap untuk memanah orang di depannya. Duke Lazarus tertawa lagi. Dia mengangkat kedua tangannya ke atas. "Baiklah, baiklah. Kali ini aku menyerah. Waktu masih banyak dan pertemuan kita ini bukanlah hal yang tanpa disengaja." Di balik penutup wajahnya, dia tersenyum kembali, "sampai bertemu lagi."

Setelah mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal bagi Kara dan Chloe, pria itu menghilang dengan cepat. 

Through the DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang