Bab XXXVII. Shiki Vs Tetua Gon Gon dan Kara

247 57 3
                                    

Dentuman kuat dari benturan antara tubuh dan dinding terdengar keras. Napas Tetua Gon Gon terengah-engah. Dia telah bertarung dengan Shiki untuk waktu yang lumayan lama. Kara dan Meika ingin membantu rubah tua itu, tapi tidak diizinkan. Tetua Gon Gon bersikeras menghadapi cucunya sendirian.

"Kara!"

Kara dan Meika menoleh ke belakang saat ada seseorang yang berteriak memanggil nama Kara. Dari dinding aula yang telah hancur, tampak Chloe dan Aliora memapah Louis. Penampilan lelaki itu terlihat kacau. Tubuhnya dipenuhi oleh darah, sementara matanya berusaha untuk tetap terbuka. "Apa yang terjadi?" tanya Kara. Chloe dan Aliora membantu Louis untuk duduk dan bersandar di dinding. Chloe ikut duduk di samping Louis sambil membersihkan wajah lelaki itu dari darah menggunakan lengan bajunya. "Dia terkena bulu burung phoenix saat melindungi Chloe," jawab Barbara yang berjalan di belakang Aliora bersama Jiro.

"Bulu burung phoenix? Cepat tangani dia. Bulu itu bisa membuatnya mati," celetuk Meika. Kara berjalan mendekati Louis. Dia melihat ke punggung lelaki itu. Sayapnya rusak dan terdapat darah kering di sana. "Sakit?" tanya Kara. Louis mengangguk singkat. Kara meletakkan dua ujung jarinya di atas sayap Louis. Kemudian dari ujung jari Kara, muncul asap hijau seperti sebelumnya. Berputar-putar di area luka Louis dan menghilang dengan cepat bersamaan dengan tertutupnya luka di punggung Louis. Saat Kara tengah fokus menyembuhkan Louis, tanpa sengaja Tetua Gon Gon menabrak langit-langit dan membuat atapnya roboh dan jatuh ke tempat di mana yang lain berada. Dengan gesit, Chloe memutarkan angin, melemparkan pecahan tersebut ke arah lain.

"Lihat sekitar saat kalian bertarung. Kau tidak tahu ada yang sekarat di sini? Karena kau sudah tua bukan berarti kau tidak bisa melihat sekitarmu." Chloe mengoceh panjang lebar pada Tetua Gon Gon. Rubah tua itu terkejut melihat putri dari kerajaan Briche menceramahi dirinya. Orang-orang yang berada di belakang pun juga ikut terkejut dengan keberanian Chloe yang memarahi sesepuh.

"Dia kenapa?" tanya Meika. "Jangan tanya aku. Aku tidak tahu. Kepalaku sakit," kata Barbara sambil membalikkan tubuhnya. "Tidak berguna," balas Meika. "Apa? Apa? Ingin berkelahi?" tanya Barbara. Meika mendecakkan lidahnya dan berpindah tempat agar dia tidak terpancing oleh Barbara.

"Dia baik-baik saja," kata Kara. Mengalihkan perhatian yang lain. Chloe berjalan mendekati Kara. "Benarkah? Apa dia tidak akan mati?" Kara berdiri dan melihat Louis yang duduk di bawah. "Tentu saja dia akan mati." Semua orang yang mendengarnya menjadi panik. Chloe melirik ke arah Louis dengan wajah khawatir. Dia menggelengkan kepalanya dan kembali melihat Kara. "Kau bilang dia baik-baik saja. Kenapa dia akan mati?" Kara memalingkan wajahnya, melihat Chloe dengan wajah datar. "Saat ajal tiba. Semua orang akan mati." Mendengar jawaban Kara, mereka berusaha keras untuk tidak memaki wanita itu. Akan tetapi, Meika tidak dapat menahan mulutnya.

"Kau sedang membuat lawakan?"

"Tidak."

"Lalu?"

"Hanya kebenaran."

Meika membalikkan tubuhnya. Sebelah tangannya memegang pinggang, sementara tangannya yang lain memegang kepala. Chloe mengabaikan lawakan Kara. Dia kembali bertanya pada wanita itu. "Dia akan baik-baik saja 'kan?" Kara mengangguk. "Ada darah Werewolf dalam tubuhnya. Menurutku dia memiliki kekuatan untuk menetralisasi racun di tubuhnya meskipun kekuatan regenerasinya lamban. Jika tidak, mungkin dia sudah mati sejak bulu itu menusuknya." Chloe bernapas lega. Dia mendekati Louis untuk memeriksa tubuh lelaki itu. Sayap Louis telah kembali seperti semula setelah Kara menyembuhkannya.

"Masih terasa sakit?" tanya Chloe dengan lembut. Louis memalingkan wajahnya. "Tidak." Barbara mengangkat sudut bibirnya ke atas dan mendecakkan lidah saat melihat Louis memalingkan muka karena wajah Chloe terlalu dekat.

Through the DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang