Bab XXI. Kaum Selain Lima Kaum Terkuat

381 59 17
                                    

Suhu bawah laut terasa dingin. Begitu hampa dan hening. Pendengaran tertutup oleh banyaknya air. Semakin dalam mereka menembus lautan, tekanan semakin besar. Meika bergerak mendekati Aliora yang berada di depan, sedang memimpin perjalanan. Meika menepuk bahu Aliora, memintanya untuk berbalik dan melihat dirinya. Dengan gerakan tangan, Meika menunjuk ke atas. Aliora awalnya tidak mengerti, tapi ketika Meika menunjuk kaki dan tangannya sambil memasang wajah lelah, Aliora tahu bahwa Meika meminta untuk beristirahat di darat. Ekor Aliora bergerak menuju permukaan laut. Kepalanya muncul dari atas air. Matanya menangkap sebuah pulau yang berada di tengah lautan.

"Di sana ada pulau. Ayo, beristirahat." Aliora berkata ketika yang lain telah menampakkan kepalanya di atas air. Dengan tenaga yang tersisa, mereka berenang mendekati pulau. Awalnya, Barbara menolak dan berdebat dengan Kara. Jika mereka pergi menuju daratan maka mereka harus kembali meminum ramuan amis milik Meika. Barbara tidak ingin merasakannya kembali. Namun, Kara tidak peduli dengan keluhan Barbara dan pergi menuju pulau. Dengan kekesalan, Barbara terpaksa mengikuti mereka menuju daratan.

Ketika sampai di pinggir pulau, ekor Aliora berubah menjadi sepasang kaki jenjang. Kaum Mermaid memiliki kemampuan untuk mengubah tubuh bagian bawah menjadi kaki seperti manusia ketika berumur 20 tahun.

"Pulai ini sangat sepi," kata Meika. Aliora menyahut, "Karena ini berada di tengah lautan. Pulau ini juga kecil." Mereka duduk di atas pasir. Agak jauh dari pinggir laut. Karena hari akan gelap, air laut mulai pasang.

Angin kencang datang dari arah belakang. Di tengah pulau terdapat banyak pohon pinus dan beberapa jenis pohon lain, tersebar menjadi sebuah hutan. Jika dilihat dari luar hutan, terlihat gelap dan menyeramkan. Barbara menggosok kuat tubuhnya. "Dingin sekali."

"Ayo, kumpulkan ranting-ranting. Aku akan membuat api unggun." Meika berkata. Kemudian dia berdiri dan mulai memilih ranting-ranting yang berserakan di atas pasir. Jazlyn mengikuti apa yang dilakukan Meika. Meraih beberapa ranting dan menaruh di atas tangannya. Kemudian menumpuknya di atas pasir. Chloe melepaskan tali yang mengikat kantungnya. Dia mengeluarkan sebuah kuali berukuran sedang yang terbuat dari tanah liat.

Barbara melihat kegiatan Chloe dengan wajah terkejut. "Seberapa banyak barang yang kau masukkan ke dalam kantungmu?" Chloe tampak berpikir. "Eum ... tidak tahu. Aku memasukkan hal-hal yang kurasa penting." Chloe kembali melanjutkan kegiatannya. Dia mengambil tiga buah batu yang memiliki ukuran sebesar buah kelapa. Lalu menyusunnya di samping ranting-ranting yang telah ditumpuk.

Selagi mereka sibuk mengumpulkan ranting, Kara berdiri dan melepaskan baju luarnya. Dia memeras bajunya hingga mengeluarkan air. Setelah itu, Kara meletakkannya di atas kepala dan kembali duduk di samping Chloe. Setelah ranting terkumpul, Meika membaca sebuah mantra. Lalu dari ujung jarinya keluar secercah api berwarna merah kekuningan. Dia melemparkan api tersebut ke arah ranting dan kemudian ranting itu terbakar. Membuat api menyala semakin besar dan memberikan kehangatan di suhu yang mulai dingin.

Mereka duduk mengelilingi api. Chloe meletakkan kuali di atas batu yang telah tersusun di pinggir ranting.

"Liora, tolong isi kuali ini dengan air."

Aliora mengangguk, kemudian tangannya terangkat ke atas. Air yang berada di laut terangkat sedikit membentuk sebuah bulatan. Aliora membawa air itu dan menjatuhkannya ke dalam kuali. "Hei! Bukankah itu akan terasa asin?" tanya Barbara ketika melihat Chloe melempar bubuk teh yang terbuat dari bunga melati. "Tenang saja. Aku bisa menghilangkan rasa asinnya," jawab Chloe sambil mengaduk air berisi bubuk teh dengan sendok kayu yang dia ambil dari kantungnya. "Luar biasa," sahut Meika. Barbara menatap ke arah Meika dengan wajah heran. "Apanya yang luar biasa?"

Through the DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang