Kau serupa hedonitas

81 16 92
                                    

Dalam senggang-sibukmu, adakah hadirku bertamu?

Kau adalah apa-apa yang hasratku ingin segera dituntaskan, permohonan yang ingin segera ditaqlidkan, dan angin kesejukan di antara rutinitas yang terlampau membosankan.

Tidakkah udara berhasil membisikkan, bahwa kembali bertemu sudah begitu aku inginkan?

Meski pertemuan yang lalu hanya membuahkan kekecewaan, namun untukmu, perihal memaafkan bukanlah sesuatu yang menyulitkan.
Mungkin lebih tepatnya, rindukulah yang selalu memaklumi.
Terlebih kau, samudra maaf tanpa tepi.

Terkadang, menarik ulur waktu yang pernah aku lalui bersamamu sudah menjadi kebutuhanku.
Untuk terus bisa menghadirkanmu aku hanya perlu memejamkan mata dan menelusuri jejak-jejak ruang yang tersedia, kadang pula aku menarikmu ke imaji paling jauh, di mana pertemuan bukanlah hal yang susah untuk disentuh.

Dalam dimensi ini, kau bukan lagi eksistensi yang sembunyi-sembunyi, aku bebas menemukanmu setiap dirasuk sunyi.
Aku bebas mengatur waktu untuk kau ada di sini, tanpa tergesa pergi.
Sampai nanti, di mana realita kembali menarik kesadaran hening sunyi si manusia sepi.

Dan, jejakmu seketika terganti kenyataan.
Kau menipis dalam sekumpulan asap kemudian menghilang.

Kau memang barang mahal yang mesti aku tebus dengan rindu berbulan-bulan, aku idamkan dalam diam, khusyu' doa panjang, dan penantian yang menyita kesabaran.

Kau terlalu mahal, begitu mahal untuk insan papa yang tergusur dan butuh tempat tinggal.
Kau hedonitas yang dikhayalkan si busung perasaan.
Serupa mukjizat yang dikultuskan.

Barangkali waktu memiliki daya magis, aku ingin ia pun menitipkan padamu gula-gula manis.
Agar tak hanya aku yang meringis setiap isi kepalaku berhasil menemukanmu di sepanjang garis.

Kita seimbang, dan mendambamu bukan lagi penyebab mengapa aku bimbang.
Detak kita berpacu pada satu keagungan, dan bahagia adalah kepastian.

Betapa indahnya khayalan, bersediakah kau membantu mewujudkan?

Namun ruang serupa pemisah.
Dengan jarak sebagai provokator, sedang kepala dan dada adalah rival.
Mereka bersekutu pada kemungkinan paling entah.
Dan kau adalah wujud apa-apa yang mereka ributkan.

Memangnya siapa aku yang ingin kau rindui, ingin lebih dulu kau hubungi, lalu kau ajak menentukan waktu di kemudian hari.

Andai rindu tak hanya searah, dan jumpa adalah perihal mudah, pada kedua lenganmu aku hendak marah.

Mengapa ia tak segera ada, tak kunjung bersedia di setiap sesak mulai menghimpit sirkulasi dada.

Benar, tak seharusnya aku menyalahkan.
Sebab untukmu, akulah yang selalu menawarkan bahkan sebelum kau meminta bantuan, pantas saja bila pintaku seringkali berujung penolakan. Karena untukmu, aku sendiri yang menyerahkan perhatian, tanpa permintaan. Jadi, tak seharusnya aku mengharap balasan.

Dalam tubuhku, kau serupa gema paling rusuh yang memantik kecemasan.
Antidepresan yang melebihi dosis pemakaian.
Serbuk sabu yang menjanjikan ketenangan.

Dekat denganmu aku senang tapi tak tenang, jauh darimu aku meradang dan dirusuhi bayang.

Mendambamu, serupa simalakama yang berpotensi meregang.

~~"Kau adalah apa-apa yang hasratku inginkan sekaligus musnahkan.
Wujud sisi-sisi yang saling bersitegang."

***

#Hypochondria
(Ketakutan luar biasa pada seseorang yang menganggap dirinya memiliki penyakit serius, meskipun dokter tidak dapat menemukan bukti dari penyakit yang dikeluhkan)

Jumat, 10 September 2021
06.14 WIB

(GANIA20)

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang