Tengah malam, aku terbangun oleh beberapa gangguan pikiran yang membuatku benar-benar sulit terpejam.
Saat sore tadi di bawah guyuran hujan aku memintamu untuk menemaniku ke kamar mandi dan meminjam handphonemu yang kugunakan sebagai lampu senter sebab lampu di sana tengah mati, sedang handphoneku aku tinggal di dalam tasku yang berada di parkiran.Aku tak sengaja membuka aplikasi WhatsAppmu dan menemukan betapa banyak kontak perempuan dan ada lebih dari 130 panggilan tak terjawab.
Sebanyak itu? Siapa saja yang meneleponmu sebanyak itu saat bersamaku? Apa kau sungkan untuk menjawab?
Aku melihat beberapa chatmu dengan perempuan lain, dan oh? Apa-apaan ini? Rupanya kau pun begitu lihai memodusi perempuan, bahkan ada yang membuat mataku terpana dari inisial F yang di mana kalian saling memanggil sayang.Oh ayolah, apakah memang semua lelaki sama saja?
Aku kira kau berbeda.
Aku kira kau bukan bagian dari mereka.
Tapi, ini?
Rupanya kau sama seperti mereka, para laki-laki yang membuka jasa asrama putri.Entahlah, terlalu banyak yang membuatku terpana dan aku tak berani membuka yang lainnya. Sudah cukup bagiku, cukup.
Aku tak ingin lancang mengetahui privasi orang.
Aku hanya tercengang, entah ini cemburu atau apa, aku pun tak cukup mengetahui isi hati.Rupa-rupanya saat pikiranku tak bisa lepas darimu sama sekali, kau malah asyik dengan duniamu sendiri.
Selama aku merindukanmu sepanjang hari, dengan perempuan lain kau malah tak pernah berjeda mengabari dan saling memberi arti.
Saat aku menceritakanmu dalam rangkaian narasi untuk semesta ketahui, dengan lihainya kau malah melancarkan aksi.Ah, aku benci saat seperti ini.
Saat pasokan praduga mulai berdesakan menyelimuti, membisikkan hal-hal gila setengah mati.Katakan, apa aku cemburu?
Tapi mengapa ada bagian perasaan yang seolah memaklumi, bahwa memang demikianlah laki-laki. Dan ada untungnya aku mengetahui sejak kini, agar lebih mawas diri.
Aku percaya, setiap yang hadir akan senantiasa memiliki porsi masing-masing, memiliki bagian yang tak bisa dipaksakan.
Sejauh apa pun kau menjalin hubungan, sungguh, takdirlah yang paling berkuasa menentukan. Maka baik, cari saja sebanyak yang kau mau, temui, jelajahi.
Aku begini saja, tak ingin berlebihan dalam berusaha, tempat terbaik untukku menjagamu ialah dalam doa, menceritakan pada Tuhan bagaimana seharusnya aku menempatkan harapan. Sedang tempat terbaikku melampiaskan rasa ialah menulis sebagai media.
Entah akhirnya kita akan seperti apa, namun aku percaya, dengan menulis aku tak akan pernah sia-sia, atau lebih jelasnya perasaanku tahu ke mana mesti bermuara untuk berterus terang tentang dirinya.Sebab tentangku?
Menjadikanku tempat cerita bagi seluruh berita kekalahanmu mungkin adalah jawaban. Aku sekadar sahabat terdekat, bukan wanita yang berhasil membuatmu terpikat.Oh ayolah, selama ini aku begitu percaya padamu, kau tak memiliki pasangan, tapi nyatanya banyak yang kau goda dan mungkin kau istimewakan.
Seberapa pun aku mengira kau begitu dewasa, nyatanya kau tetap laki-laki seperti yang lainnya.Betapa kini aku memahami pesan Ibu yang dengan beliau aku sering bercerita tentangmu. "Nak, kamu boleh deket sama dia, tapi ingat sewajarnya. Kamu mesti mengetahui dan menyadari batas-batas antara perempuan dan laki-laki. Cukup berteman sewajarnya. Sebab bagaimana pun, kamu perempuan, dan dia laki-laki. Lawan jenis yang mudah saja untuk saling tertarik, atau bahkan saling mematahkan."
Betapa kini aku sadar, dan mengetahui makna di balik semua pesan Ibu. Entah ini kebetulan atau bagian dari yang semesta rencanakan.
Ya, aku harus lebih berjaga-jaga sejak awal, serta memperkuat banteng pertahanan.
Ah, betapa wanita begitu lemah jika berkaitan dengan perasaan.
Apalagi kau, satu-satunya udara yang kutemui dari gelapnya kekosongan juga kesendirian, bila tak kutakar teramat rentan menginvasi perasaan. Aku menganggapmu sebagai jalan keluar, namun nyatanya kau sosok yang berpotensi membuatku kembali terlilit belukar.Baik, bukan salahmu.
Mendekati perempuan adalah hak mutlakmu, tak bisa aku ganggu gugat.
Kau berhak menyaring, memilah-milih mana yang pantas kau tetapkan sebagai separuh hati.
Tugasku hanya perlu lebih mawas dan tak mudah percaya dengan laki-laki.Jadi, apa selama ini ketika kau selalu menunda pertemuan ialah karena lain perempuan?
Ketika aku mengharapkanmu lebih dulu mengabariku, apalagi untuk meneleponku ialah senyata-nyatanya semu?Harimu seperti tak pernah kosong, sedang hatiku bak serigala yang melonglong.
Apakah alasanmu tetap bersamaku hanya sebab akulah yang paling mengertimu juga bersedia mengobati pun menerima seluruh kekalahanmu?
Apa karena kau hanya sekadar ingin didengar dengan lebih baik?
Sebatas itu?
Apakah sedikit pun tentangku tak mampu mencipta perasaan yang berhasil berdomisili di hatimu?
Apa karena aku tak cukup cantik, hanya sebatas pendengar yang baik lalu kau mencari tangkai yang lebih indah untuk kau petik?
Apa denganku saja kau tak pernah cukup?
Seperti apa sebenarnya wanita yang berhasil membuatmu jatuh cinta?
Apakah mesti bak putri Cleopatra?
Mengapa ketika aku bertanya apa kau pernah berjalan dengan lain perempuan, kau menjawab tidak, dan tak memiliki teman perempuan lain yang kau ajak jalan selain aku.
Apa karena mereka menolakmu?
Sedang hanya aku yang senantiasa menerima baik-burukmu?What the f*ck!
Konklusi, mulut pun tabiat laki-laki.
Aku bingung bagaimana cara bersikap ke depan, apakah aku mesti lebih menjaga jarak, atau mesti bersikap seperti tak tahu apa-apa dan tetap seperti biasanya?
Ah, bukankah seperti itu hanya akan semakin meremuk dada?Hari semakin larut malam, ada tubuh yang mesti aku istirahatkan.
Baik, akan aku pikirkan tak-tiknya esok hari perihal bagaimana ke depan.***
#Reality
Jumat, 26 November 2021
00.59 WIB(GANIA20)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Waktu
RandomAku si anak waktu hasil rajam kenyataan. Dibesarkan oleh jagat yang jahat; kelewat keparat. *** Ditulis oleh : GANIA20 Cover by : Geulgram Instagram : distraksi_20 #Haram Untuk Plagiat, mwehehe.. Note : Belum direvisi, sangat bert...