It Hurts, But It's Reality

9 1 0
                                    

Banyak yang berubah.

Banyak yang berubah.

Udah banyak yang berubah.

Kamu udah bukan lagi kamu yang aku kenal. Udah berubah.

Pengen nanya, sebenarnya kamu ngerasa gak sih kamu berubah?

Kamu banyak berubahnya. Udah gak seperti yang aku kenal.

Aku bingung kita yang sekarang ini sebenarnya seperti apa? Kadang kayak orang gak kenal. Kadang juga hangat kayak dulu. Atau kehangatan yang sekarang ini cuma usahaku untuk menutupi perubahanmu? Atau sedari awal kehangatan ini emang selalu aku ciptakan sendirian?

Kamu ingat gak sih, dulu waktu kamu belum sesibuk sekarang, waktu kita masih sering deeptalk dan waktu kamu masih mencoba peruntungan di dunia pekerjaan, aku pernah bilang, aku takut kalau kamu udah nemuin kerjaan yang tepat kamu akan sibuk dan berubah jadi asing. Waktu itu kamu bilang, gak akan. Kamu gak akan berubah. Dan? Dan nyatanya, kekhawatiranku itu yang justru terjadi sekarang.

Hai...
Apa kabar?
Rasanya seseorang yang ada di dalam tubuhmu itu bukan kamu. Bukan kamu yang aku kenal. Jiwa itu rasanya udah terlalu jauh. Bahkan aku kayak udah kehilangan kosa kata kangen. Gak tahu istilah apa yang tepat untuk ngegambarin perasaan yang sekarang. Perasaan yang dulu aja belum kejawab teka-tekinya, eh sekarang udah berubah aja.

Kayak sedih, cuma sadar bahwa people come and go itu memang nyata.
Kayak mau nuntut kamu karena terlalu cepat berubah, cuma ya, apa yang bisa dibanggakan untuk ngebuat kamu tetap di sini? Alasan apa yang bisa ditinggikan?  Karena sedari awal aku sadar bahwa kita bukan sesuatu yang bisa diharapkan ada di masa depan. Sedari awal aku sadar bahwa hubungan kita kemungkinan akan hilang tak bersisa begitu kita lulus. Ada perasaan mengganjal tiap aku mengingat hal ini.

Dan mungkin, mungkin baiknya emang terbiasa mulai sekarang. Untuk gak terus-terusan harus sama kamu. Untuk apa-apa gak harus bareng kamu. Sama kamu aku jadi melupakan teman-teman yang lain. Sama kamu aku menutup pintu kebahagiaan lain. Karena aku jadi menstandartkan bahagia itu ya vibesnya harus sama kayak pas bareng kamu. Dan itu gak bisa. Itu yang ngebuat aku jadi ketergantungan. Sama kamu aku jadi gak pengen ke mana-mana, padahal kamu gak bisa di sini aja. Kita banyak bedanya ya sekarang? Kita beda arah ya sekarang?

Tadi, habis selesai sholat isya' aku ditanya salah satu teman (yang juga temanmu) begini, "Aku kira kamu sama si A tuh pacaran. "

"Hah?  Enggak kali." aku menjawabnya dengan penegasan yang sebenarnya aku tengah berusaha mengalihkan perasaan kosongku yang selalu timbul tiap ada orang yang membicarakanmu.

"Tapi kayak orang pacaran," katanya, lagi.

Aku menarik napas panjang, mencari jeda sebelum menjawabnya. Aku bingung mencari kata yang tepat untuk mewakili. Terlalu banyak yang sebenarnya ingin aku bagi, tapi mulutku terkunci. Terlalu takut jika rahasia besarku akan sampai kepadamu. Ah, sebenarnya aku juga ingin kamu tahu. Sedikit saja. Aku ingin kamu lihat. Tapi kemungkinan jawaban 'tidak' sudah sangat jelas di mataku. Makanya aku diam. Aku tidak mau jawaban 'tidak' itu benar-benar aku dengar. Rasanya jauh lebih mengerikan dibanding memendam perasaan.

"Enggaklah. Si A terlalu mengecewakan."

Akhirnya kata itu yang berhasil lolos dari mulutku. Aku tidak tahu kesimpulan apa yang berhasil dia dapatkan dari perkataanku.

"Ciee.. Mengecewakan kenapa?"

Sungguh, rasanya aku ingin menceritakan semuanya. Aku ingin ada seseorang yang tahu bangkai apa yang telah membusuk dalam diriku.

"Aku benci A tuh gak pernah nyapa aku sebelum aku sapa duluan. Aku ngerasa semua peduliku selama ini tuh sia-sia, gak menyisakan sedikit pun bagian berharga."

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang