Hari Denganmu

75 14 98
                                    

Jumat, 29 September 2021

Selepas ada kejadian aneh di pusat kuliner, akhirnya aku berpikir untuk berziarah ke makam Bapak. Aku pun mengabarimu, lalu kita merencanakan akhir bulan Oktober, dan tepat sekali ada tugas kuliah yang lagi-lagi menjadi alasan kita bertemu. (Sampai sekarang kita belum pernah bertemu di luar hal-hal yang bersangkutan dengan perkuliahan)

Sudah sejak pagi aku membuka WhatsApp dan menunggu pesan dari group kelas untuk mengetahui di mana tempat mengumpulkan tugas nanti. Aku berselancar ke profilmu sebab pesanku belum kau buka sejak kemarin, dan ternyata kau juga tidak online sejak kemarin.

Oh ayolah, aku benci saat kau berjanji untuk menemuimu seolah mudah, namun selalu saja ada musabab yang menghunus jantungku hingga kecewa parah.

Di mana tepat ketika hatiku berbunga-bunga, kau pun menjelma hama yang membuatku layu seketika.
Kau mudah membuatku membumbung, kemudian tersungkur.

Mengapa setiap menemuimu mesti menunggu hatiku di ambang gugur?

Setelah aku hampir putus asa menunggumu, kau pun membalas pesanku. Aku ingin marah, dan berkata kasar. Aku melayangkan protes yang selalu kau imbuhi dengan candaan.
Mataku hampir menetes, sebab seperti aku yang selalu ingin, sedang kau tidak.
Memangnya, harus sampai mana lagi aku memaklumimu?

Dengan berterus terang aku katakan, aku tidak pernah cukup dengan pertemuan kita yang hanya sebentar, dan aku kecewa dengan kau yang kadang terburu-buru saat bersamaku. Aku benci, saat kau bersamaku selalu ada distraksi yang mengalihkan perhatianmu.

Tolong, bisa tidak; ada, benar-benar ada, hadir sepenuhnya, memperhatikan dan diperhatikan, tanpa teralihkan oleh apa pun selain aku dan kamu?

Kita jarang bertemu.
Tolong, setiap waktumu bersamaku hargailah sebaik-baiknya.

Terlalu banyak waktu yang tergadaikan untuk menebus temu dalam penantian panjang.
Tolong, saat bersamaku hadirlah seutuhnya.

Percuma aku melayangkan amarah, bila aku sendiri merasa bersalah.
Salah, akan damba yang tak seharusnya ada.
Memang, memang aku yang tak seharusnya mengeksplor perasaan terlalu jauh.
Meski kesepian hampir membuatku terbunuh, jatuh cinta bukanlah jaminan bisa terbebas dari kekosongan.

Kau pun berhak menentukan pilihan tanpa paksaan. Berhak menghidupi apa yang menurutmu patut hidup. Meski dengan membuatku surut dan seluruhku redup.
Aku paham, kau makhluk bebas yang terlindungi HAM.

Pukul 10.36 WIB

Hari menjelang siang...
Aku terus menanyakan, apa kau bisa menemaniku mengumpulkan tugas sekarang?
Dalam arti lain; hai ayolah, temui aku.
Ada rindu yang mesti aku charger ulang, wahai sialan.

Kau berkata iya, namun aku terus menanyakan, sebab kau penuh ketidakpastian.
Aku tidak suka kau terburu-buru saat bersamaku.
Aku ingin kau menikmati saban detik saat di sisiku.

Sesekali aku seperti mendesakmu, sesekali aku meragukanmu. Padahal kau sudah berkata iya, namun dengan keterangan, "Tidak tahu nanti kalau ada urusan mendadak, kalau sekarang sih belum."

Jawaban itu yang membuatku selalu ragu, lelah dalam menunggu, kecewa sebelum temu. Seolah kau tidak menghargaiku, seolah kau tidak senang saat bertemu denganku, seolah aku tidak penting bagimu.

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang