Bahasa Kasih Untukmu

24 4 0
                                    

Karenamu "A", aku yakin masa-masa sulit tak akan berlangsung selamanya.

Keajaiban-keajaiban hidup akan datang di waktu yang tepat.

Bahwa kesabaran akan membuahkan hasil.

Sejatinya Tuhan tidak pernah meninggalkan.

Ujian adalah cara kasih Dia menyentuh kita.

Dia tidak akan membebani hamba-Nya di luar batas kemampuan.

Jalan keluar pasti akan tiba selepas beberapa kebuntuan yang kita temui.

Aku jadi mengerti bahwa hidup harus dijalani dengan gagah berani.
Bagaimana kita mesti berdiri tinggi-tinggi menerima semua kegetiran dengan lapang dada juga pikiran terbuka.
Kau mengajariku bagaimana cara menjadi langit yang membentang kokoh dan tidak runtuh meski tanpa pilar.

Katamu kita harus tetap hidup meski tidak tahu di depan sana ada kejutan apa, kerikil seperti apa, juga hadiah apa yang sudah menanti kita.

"Kunci hidup harus terus dijalani, nikmati yang ada, cari sisi positif lebih dulu saat mendapati sesuatu yang mengejutkan, sabar itu diutamakan, kuat harus terus diusahakan, iringi dengan ikhlas, doa jangan dihentikan."

"A" bagaimana kau bisa setangguh itu?

Seluruh pemikiranmu tentang kehidupan telah memberiku banyak perubahan hingga aku mampu menerima keadaan dengan lebih baik.

Kau berhak bahagia "A".
Kau sangat berhak bahagia.

Sungguh, bahagiamu adalah doa yang aku mintakan berulang-ulang.
Semoga Tuhan menghentikan tangismu yang selalu jatuh diam-diam.
Meredakan hal-hal berat yang sebelum bertemu denganku selalu kau simpan sendirian selama bertahun-tahun lamanya.

Terima kasih telah membagi banyak hal denganku "A". Terima kasih telah mempercayaiku sebagai tempat berbagi cerita. Terima kasih atas setiap motivasi hidup yang kusaksikan secara langsung.

Tidak seharusnya aku egois meminta balasan yang tak bisa kau wujudkan.
Karena di balik itu semua Tuhan telah menitipkan banyak pelajaran untukku melaluimu. Sebuah nilai yang begitu tinggi, yang belum tentu bisa aku dapatkan di tempat lain.

Aku janji akan menjalani hidupku dengan lebih baik "A". Aku tidak akan mudah merengek oleh bujuk manja hati. Aku akan belajar menghidupi hidup setangguh kau. Aku tidak akan memberatkanmu dengan perasaan ini, sebab kau berhak bahagia. Kau berhak mendapatkan bahagia dan hasil dari segala hal yang kau perjuangkan. Aku tidak akan memberatkanmu "A", karena aku tahu sudah sekewalahan apa kau menangani hidupmu sendiri.

Perasaan ini akan terus kupaksa diam, meski gaduhnya menumbangkanku pada kekacauan dada yang remuknya tak mampu dinetralisir oleh apa-apa selain kau. Alih-alih meminta belas kasihan, perasaan ini selalu mampu meregenerasi dirinya sendiri setiap habis kecewa berkali-kali. Ia tidak akan menuntutmu membalas serupa melainkan ia akan berusaha menyerahkanmu pada muara kebahagiaan yang kau rasa tepat. Untuk itu, hatimulah yang lebih tahu, ke mana muara bahagiamu akan kau akhiri.
Sebab mencintaimu seperti belajar kata-kata tabah. Tulus kasih memberi, meski aku tercelakai berkali-kali.

Kau pantas bahagia "A" dan kaulah pentas kebahagiaan dalam kerinduanku.

Meski seringkali aku bingung dengan kehadiranmu yang entah harus aku apakan. Aku ingin kau "A". Rasanya aku ingin sepenuhmu. Rasanya aku ingin egois memintamu hidup bersamaku. Rasanya semestaku kembali riang saat kau ada. Rasanya aku ingin semua hal yang tak kau ingin.

Seluruh luka-luka seketika menyingkir hanya dengan seukir bulan sabit yang terbit di bibirmu. Seluruh resah-resah seketika kabur hanya dengan tatap mata intensmu yang melahirkan kehangatan dan selalu menolak dihentikan.

"A", selalu kukatakan, cari aku jika semestamu kembali berulah.
Aku setia menjadi tempat berbagi keluh kesah. Aku tak akan menghinakan matamu yang memerah lalu basah. Kau lebih dari tangguh "A", sungguh.

Akan selalu kudoakan kau senantiasa terjaga meski bukan aku yang pertama lagi utama yang kau puja-puja sebagai cinta.
Sepanjang tidak bersamaku, akan selalu kudoakan kau tidak pernah terluka.
Kudoakan kau hidup bahagia, dengan begitu aku bakal baik-baik saja.

Meski sulit untuk tidak memiliki perasaan dari kedekatan ini. Terlalu banyak kemungkinan-kemungkinan yang hanya bisa merawat kebimbangan dalam kepala. Berulang kali pula aku ingin pergi atas ketakutan-ketakutan yang terus menerus menjebakku dalam tek-teki. Aku nyaris gila digerus kebingungan yang memihak keinginanku; terus di sini, atau berlalu pergi. Namun "A", rupanya perasaan ini pula yang terus membuatku tumbuh lebih tangguh. Seolah apa-apa yang lahir karenamu memang telah Tuhan gariskan untuk bekalku menjalani kehidupan.

"A", seringkali aku takut. Takut dengan semua pertanyaan-pertanyaan yang lahir sendiri juga aku simpulkan sendiri. Pertanyaan yang ingin sekali aku tanyakan namun aku tak cukup memiliki keberanian.

Aku takut kau pergi "A".
Akan seberapa lama lagi kita?

Aku tahu "A", tentangku tak akan kau upayakan meski tentangmu selalu aku utamakan. Berulang kali aku ingin menarikmu terlalu jauh ke semestaku namun juga selalu Tuhan gagalkan.
Seolah  hadirmu memang bukan sebagai jalan keluar atau bala bantuan yang mampu mengeluarkanku dari keseharian yang terlampau memuakkan.

Namun kau hadir sebagai penegas, sebagai ibrah yang mengajariku mampu menerima pemberian semesta, untuk mampu mengerti makna menjadi manusia. Kau mengajariku untuk lebih berani menerima seluruh perasaan yang ada dalam hidup. Kau memang bukan sebuah jalan keluar, namun kau yang membuatku berjalan pelan-pelan meski tapak demi tapak harus kuperjuangkan sendirian. Kau membuatku sadar bahwa masing-masing kita adalah tanggung jawab diri kita sendiri. Tak ada orang lain yang bisa diandalkan atau dijadikan tempat bergantung atas kehidupan kita. Orang lain hanya mampu membantu, kita sendiri yang mesti menanggung juga menyelesaikan.

"A", sungguh sebenarnya aku lelah menanggung perasaan ini sendirian. Ingin sekali aku berteriak lantang agar kau tahu apa yang sebenarnya selama ini memberiku beban.

Namun aku tahu, "A".
Tidak semua yang berhubungan harus jadi saling. Tidak semua yang erat harus jadi terikat. Tidak semua perasaan harus bisa bersama pemiliknya. Karena ujung kasih sayang tidak harus selalu tentang kepemilikan.

Biarlah resah ini kupegang teguh. Tentang dirimu yang menjadi prahara di sekujur perasaanku. Kesedihan ini biar kusekat agar tak merembah pada bahagiamu yang harus dirawat.

Aku menyayangimu dalam keheningan paling riuh. Sepi paling ramai. Kesedihan paling agung. Kesunyian maha sakral.  Maka rasaku ialah ketersembunyian paling suci yang senantiasa aku rajut menjadi sepintal sutra untuk menghangatkanmu meski harus dari jauh yang mengerikan. Ia akan senantiasa mengiringi langkah-langkahmu dengan irama Tuhan. Menyapa lelahmu dengan sabda angin yang mengutarakan dalil-dalil kesejukan. Semoga kau senantiasa terjaga. Semoga kau senantiasa terberkati. Semoga kau senantiasa dikelilingi afeksi dari orang-orang yang kau temui.

Demikian bahasa kasih paling murni yang bisa aku haturkan untuk kau tuan atas segenap perasaan. 

***

#Aku yang menginginkanmu semeradang kau menginginkan figur ayahmu yang telah raib dimakan usia; aku raib bergelut dengan perasaan.

Ahad, 23 Januari 2022
22.35 WIB

(GANIA20)

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang