Inequelity Disgust

33 5 1
                                    

Bagaimana bila kukatakan kau adalah masalah terbesarku?

Kau sosok yang membahagiakan juga mengerikan dalam satu waktu.
Kau sumber tawa juga sumber sedu-sedan.
Kau wujud kemungkinan paling tidak mungkin.

Selamanya, memilikimu seutuhnya hanya angan paling angan.
Aku tahu, kau hanya benci sendiri.
Sedang aku ialah wujud kesendirian itu sendiri. Kau tak perlu repot-repot membenci di saat unsur-unsurku saja saling kisruh sendiri.

Aku tidak tahu mana yang lebih baik; denganmu namun tahu bahwa kau tak pernah benar-benar bersamaku, atau berusaha untuk terbiasa tanpamu yang kebenarannya kau memang tak pernah diperuntukkan untukku.

Aku ingin seluruh hal yang tak kau ingin.
Aku berharap seluruh hal yang tak kau harapkan.

Aku tidak tahu apakah aku harus senang sebab telah Tuhan pertemukan dengan manusia sebaik kau.
Manusia baik yang karena kebaikannya semakin membuatku sakit oleh harapan-harapan yang tumbuh sendirian dan tanpa kepastian.
Atau aku harus bersedih, sebab semakin aku dekat denganmu semakin aku paham tentang garis Tuhan bahwa kita hanya sebatas persimpangan.

Hadirmu serupa kepulan asap; terasa, namun tak pernah benar-benar bisa diraba.
Nyatanya kau terlalu jauh, teramat jauh untuk sekadar didambakan sebagai tempat berlabuh.

Sebenarnya apa maksud Tuhan menghadirkanmu?
Apakah sekadar memberiku pengajaran tanpa pernah benar-benar tumbuh bersama sosok yang memberiku pelajaran?

Nyatanya aku mesti memahami ini sendiri, memecahkan teka-teki yang kian mengakar dari ekspektasi.

Kau berdiri angkuh di atas kepalaku, mengendalikan isi pikiran hingga tak ada hari untuk tak memikirkanmu.

Padahal jelas, di sana kau berbahagia.
Kau sibuk dengan segala sesuatu yang begitu kau nikmati. Sedang aku mesti menikmati seluruh hal yang sulit untuk aku nikmati.

Kau hanya mencariku di kala butuh, sekadar itu.
Sedang aku mesti menekan hasratku yang selalu butuh mencarimu.
Dari beranda Facebook, Instagram, WhatsApp, hingga seluruh history media sosial.
Aku mencari jejakmu, aku mencari setiap kegiatanmu. Aku meraba isi kepalaku sendiri, memunguti setiap kepingan peristiwa yang pernah kita lewati.

Entah mengapa kadang aku merasa dalam mendambamu cara yang aku tempuh mesti selacur itu.
Aku mesti sembunyi-sembunyi merahasiakan kecamuk hati.
Aku mesti berusaha menyeimbangkan tawamu seolah tak pernah ada apa-apa yang terjadi.
Aku mesti membungkus rapi agar persahabatan tetap terjalin tanpa rasa canggung yang nantinya mengambil alih kemudi.

Hati dan pikiranku saling berkhianat, bersitegang mencari kejelasan yang semakin dijelaskan semakin tidak jelas.

Bisa-bisanya pula segala hal yang aku rasakan aku ungkapkan tersirat dalam candaan yang kau tertawakan.
Dalam setiap lengkung tawamu ada ketakutanku yang kau hinakan.
Namun aku malah ikut tertawa bersama hati yang kian terinjak nestapa.

"Asal kau bahagia," kataku di saat kau kian sibuk dengan seluruh mimpi-mimpimu.
Kau semakin tak sempat untuk meluangkan waktu.

Padahal hati mengutuk seluruh bahagiamu, karena aku yakin aku yang paling mampu membahagiakanmu.
Aku yakin aku yang paling mampu memberimu kenyamanan, namun kau memilih peluk lain yang kau rasa lebih menawan.

Padahal kau pernah berkata, bahwa aku yang selalu ada dalam setiap sulitmu, aku yang paling mampu memahamimu, aku tempat ceritamu paling baik, paling mengerti, paling peduli, selalu ada ketika kau butuh dan kau sangat senang memiliki seseorang sepertiku. Cukup!
Aku sudah tak ingin memaknaimu dengan hal yang bukan-bukan. Lagipula sekarang kau sudah bahagia, dan tak butuh aku sebagai telinga.

Aku sadar, bagaimana pun aku tidak berhak egois.
Aku mesti mati-matian berusaha melihatmu dari segi logis dengan seluruh realita yang membuatku pesimistis.
Jelas aku teriris, sebagian diriku ingin menjadi bengis. Melampiaskan seluruh murka selepas robohnya janji yang kau ingkari. Pada suatu pernah kau sempat mengatakan, bahwa untuk menemuimu tak akan susah lagi, aku cukup mengatakan keinginan bertemu dan kau akan menentukan waktu. Namun nyatanya kini kau semakin jauh dan sulit untukku sentuh.
Bahkan kini tanpa sepengetahuanmu aku tahu bahwa kau sudah berkekasih. Kini, bahagiamu kian sempurna merekah meninggalkan masa-masa susah.
Sedang bodohnya aku sempat percaya pada omong kosongmu yang tidak lebih dari deklarasi paling bedebah. Cukup. Sudah!

Kau adalah sosok yang membuatku semakin tidak selaras dengan unsur-unsurku sendiri.
Kau pengacau nomor satu bak artileri yang menjadi senjata invasi.
Aku tidak lebih dari anonim yang bertahan hidup dalam komplikasi.
Terpetik kecewa, atau pelan-pelan layu lalu gugur dalam cacat paling sempurna.

***

Inequelity: Ketidaksamaan

Disgust:  Memuakkan

Inequelity Disgust: Ketidaksamaan antara hasrat hati dan pikiran yang saling bersitegang hingga memicu hal-hal yang memuakkan.

-_-

#A

Kamis, 23 Desrmber 2021
10.47 WIB

(GANIA20)

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang