Kamu harus hidup dengan baik, ya?!

24 12 49
                                    

Di suatu senja yang sepi, di parkiran yang sudah akrab dengan mereka berdua.

Langit mendung, suasana hening, hanya ada Gardenia dan raga ternyamannya.

Tempat ini memiliki arti lain bagi Gardenia, tempat ini lekat akan kedatangan juga kepergian Agendra.

Sore itu, setelah hampir seharian dia habiskan bersama radar impiannya, kini saatnya Gardenia harus melepas tokoh kesayangannya lagi.

Tiba... tiba...

"Hai,kenapa nangis?"

Gardenia hanya menggeleng pelan.

"Hai, kenapa?"

"Gapapa."

Kini Gardenia memilih menundukkan kepala.

"Sure?
Are you okay girl?"

Tangan Agendra mengarah ke lengan gadis di hadapannya. Dengan cepat, Gardenia menghentikan tangan Agendra yang ingin memastikan keadaannya. Lalu ia tersenyum tipis. Netranya mengarah ke nayanika coklat milik Agendra. Gardenia menatap Agendra dalam-dalam sebelum wujud nyata di hadapannya ini kembali raib.

Gadis itu seperti kebingungan dan entah mencari apa. Ia hanya membatin, "Ge, bisa tidak, aku membawamu pulang ke rumahku? Atau aku ikut ke semestamu saja?"

"Kalau emang lagi sedih dan gak bisa cerita, oke, gapapa. Karena sedih juga bagian dari perasaan yang harus diakui."

"Kalau perasaan ini, perasaan yang gak bernama ini, apa aku bisa mengakuinya? Apa kamu bisa menerimanya?" Gardenia tersedak dalam diamnya.

"Kamu gapapa?"

"Gapapa, karena emang yang bersangkutan dengan kamu harus banyak-banyak digapapain." batin Gardenia.

"Kamu terlihat mengenaskan tahu. Kek anak kucing yang dibuang induknya, haha. Ayo donk ceria lagi. Kamu tambah jelek kalau jadi pendiem." Agendra sengaja memancing gadis itu agar tidak terus-terusan diam dan bersikap sedikit aneh.

Di tengah kekesalannya, Gardenia menahan dua sudut kurva akibat jokes Agendra.

"Aku emang jelek, Ge. Aku emang jelek! Gak kayak gadis-gadismu yang lain." lagi-lagi Gardenia hanya berani membatin semua protesnya.

"Senyum dulu donk. Senyum dulu, sebelum kita sama-sama pulang." rayu Agendra.

Gardenia tetap diam.

"Sama-sama pulang? Pulang kita gak pernah sama-sama, Ge. Rumah kita gak sama. Kamu pulang ke semestamu yang terlalu jauh. Pulang yang kamu maksud membuatku merasa hilang. Kenapa? Karena hanya denganmu aku merasa pulang, Ge. Kamu pulangku. Tapi lain denganmu. Bagimu, aku hanya seorang teman perjalanan yang kamu temui di halte lalu kita duduk di bangku yang sama tapi dengan tempat pemberhentian yang berbeda. Kamu ingin lekas sampai tujuan, sedang aku ingin duduk di sini lama-lama. Dengan kamu, aku gak pengin berhenti. Biarkan bus kita melaju jauh, sangat jauh, terlalu jauh, sampai aku punya waktu yang sangat lama bareng kamu." batin Gardenia dalam ilusi naifnya.

Ah, andai laki-laki di hadapannya kini tahu.
Atau mungkin, memang lebih baik tidak tahu? Agar persahabatan yang semakin memberatkan Gardenia itu tetap terjalin.

Gardenia pikir, tidak semua akan berjalan baik bila diungkapkan. Bisa jadi itu malah akan mengakhiri persahabatan mereka-- sebuah persahabatan yang gadis itu rasa semakin di ujung tanduk.

Sebuah pengakuannya, bisa saja membuat semua berakhir mendahului presisi yang seharusnya. Ah, Gardenia dengan seluruh asumsinya benar-benar di luar batas pikiran Agendra.

"Hai, jangan manyun terus. Aku ada salah ya?"

"Banyak, Ge. Banyak salahnya. Salah, kenapa aku harus sesusah ini suka sama kamu? Kenapa kamu harus jadi milik dunia? Kenapa kamu gak bisa di sini aja? Kenapa kamu harus terus-terusan pergi dan datang pada waktu paling entah? Kenapa kamu harus jauh banget? Kenapa? Bahkan aku gak tahu, kita bisa ketemu lagi apa enggak. Dan kamu gak pernah bisa ngasih kepastian itu."

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang