Live Musik, Hujan, Perasaan Diam-Diam

36 2 0
                                    

Kepalaku kerap kali berdenyut nyeri saat memikirkanmu juga kala berusaha memecahkan teka-teki yang maha membingungkan.
Semakin aku ingin memecahkan semakin lahir banyak anak cabang, seolah apa-apa mengenaimu memang tak digariskan untuk dapat dipecahkan.

Kamu tahu?
Dimensi saat ada kamu dan tak ada kamu sungguh terasa berbeda. Dunia ini kacau; tentu saja, namun terasa tenang hanya dengan sesederhana saat kamu duduk di sampingku. Seringkali di setiap pertemuan aku berusaha memastikan perasaanku dan ingin mengetahui euforia semacam apa yang senantiasa mengudara dalam hari-hariku. Mengapa aku mudah kacau saat jauh darimu, juga seluruh perasaan berisik ini mudah tunduk hanya dengan menyaksikanmu tertawa sambil menatap mataku lama. Namun bukannya aku mendapat jawaban seluruhku malah tersesat semakin dalam

Selasa, 4 Januari 2022
Pukul 15.46 WIB

Hari ini semesta memberi kita potensi bertemu atas hal yang sampai saat ini masih menjadi satu-satunya sebab pertemuan kita; perkuliahan~ guna pembagian kartu ujian juga beberapa informasi lainnya.

Sudah sejak pagi aku berusaha menstabilkan debar dada yang saling berlomba saat akan bertemu dengan sosokmu yang kerap mengacaukan iramanya. Aku berusaha untuk tetap menjaga sadar dan tak berkhayal yang bukan-bukan, sebab segala sesuatu yang aku lebih-lebihkan kerap kali mengundang penyesalan.

Kamu tahu?
Aku sengaja melalui jalur arah rumahmu juga makam bapak yang beberapa waktu lalu kamu menemaniku menanam bunga-bunga di sana~ yang aku harapkan setiap kamu mengunjunginya kamu merasa bahwa aku ada dan ikut serta bahkan dalam titik terendahmu sekali pun.
Aku ingin kamu mengingatku dan mustahil lupa.
Selain itu juga karena aku ingin melalui ruas-ruas jalan yang biasa kita lalui berdua dan telah termaktub menjadi salah satu dari serangkaian kenangan agar saat aku mesti melaluinya sendirian aku terbiasa dan bisa merasa biasa.

Pukul 15. 55 WIB

Kamu mengabariku dan minta tolong agar aku membawakan kartu ujianmu dan mengatakan bahwa kamu akan telat atau mungkin tak bisa hadir.
Entahlah, harusnya aku sudah tahu bahwa kamu sekarang sangat sibuk dengan pekerjaanmu.
Sudah sejak pagi aku berusaha untuk minim ekspektasi. Aku berusaha tak menuruti khayalan yang menerbangkan banyak harapan. Tapi mengapa saat kamu mengatakan bahwa belum tentu kamu bisa hadir tetap membuatku sakit? Bukankah aku dan hatiku jauh-jauh hari sudah bersepakat untuk berusaha terbiasa tanpamu? Namun mengapa aku masih saja sakit saat semesta menolak di setiap kenyataan bilang tidak atas kamu yang tak pernah pasti?

Untuk sekian kali pula informasi yang diberikan masih membuatku kecewa sebab tak kunjung pembelajaran tatap muka.
Betapa aku mesti mengulur hati dengan kesabaran yang lebih maha luas lagi.
Betapa ego mesti mengalah dengan harapan-harapan yang tak kunjung diijabah.
Betapa hasrat mesti didamaikan akan keinginan-keinginan yang tak juga menemui kepastian.
Betapa aku mesti menarik napas lebih panjang untuk sedikit mengurangi sesak yang menghajarku habis-habisan.

Aku dan harapan tak lebih dari kemustahilan yang menggapai-gapai segala yang berlawanan.
Sedang realita selalu mengambil langkah mundur dan berjalan menjauhi segala hal yang ingin aku dekati.

Tidak pernah selaras.
Tidak pernah sejalan.
Berlawanan dan saling melawan.
Tak pernah menjadi satu makna.

Andai saja kamu satu rasa...

Pukul 17.29 WIB

Kala aku sudah berusaha menerima angan kosong, kamu mengabariku bahwa sudah berada di halaman depan.
Aku pun bergegas menemuimu, dan, sungguh, meski di antara kerumunan mataku selalu lihai untuk menemukanmu. Ia serupa magnet yang mengorbit pada medannya hingga menciptakan daya dari bahan bakar mata kita yang pernah saling menemukan dan sempat melupakan beberapa kedipan. Kulihat itu kamu, seseorang yang berdiri di dekat bangku taman dengan baju biru lengan panjang yang juga pernah kamu kenakan saat kita jalan. Apa kamu tahu? Teman-teman seringkali menggoda kita sebagai pasangan. Bagaimana tanggapanmu? Apa kamu risih dan malu? Atau justru tersipu dan diam-diam merancang banyak khayal sepertiku?~ Ah, pasti kamu biasa saja dan tak menghiraukan; perasaanku yang acak-acakan.

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang