Seseorang yang Mirip Denganmu; Pai.

12 2 0
                                    

Pai, mungkin aku lancang menuliskan ini. Agak canggung juga menyeret namamu kembali. Pasalnya sudah berapa lama obrolan kita mati? Ada garis keras yang menjadi penanda agar aku tak menghubungimu lagi. Sebenarnya, perasaanku juga sudah baik-baik saja. Patah hati terhebat itu nyatanya benar-benar aku perlukan untuk tumbuh-kembang perasaan.

Terima kasih, Pai, terima kasih pernah menjadi kisah paling mengesankan di masa mudaku. Menjadi isyarat juga rambu-rambu yang membantuku menuju perjalanan-perjalanan setelah persimpanganmu.

Pai, kemarin saat aku Studi Lapangan ke pulau Bali ada guide yang mirip denganmu. Entahlah, entah bagaimana semesta merencanakannya. Jika kamu tahu pernyataanku ini, mungkin kamu akan bertanya, "mirip, atau kamu mirip-miripin? "

Hmm, entah perasaanku yang terlalu kosong dan nihil obyek hingga saat bertemu dengan Bli itu sinyal hatiku langsung menangkapnya dan memformat tokoh lawas yang ada di dalamnya. Atau? Atau memang beneran mirip?

Aku pun akhirnya mengajak Bli itu berswafoto dan mengirimkannya pada teman lamaku yang dulu juga akrab dengan kisah kita. Seseorang yang juga kamu kenal. Dan reaksi dia sama, Pai. Dia mengiyakan bahwa Bli itu mirip denganmu. Hidung, bibir, tatapan, senyuman, perawakan nyaris bagai pinang dibelah dua. Hanya warna kulit dan bentuk mata yang membedakannya. Matamu yang agak sipit, kulit putih, bibir pink, tanda lahir tipis di pelipis, sedangkan Bli itu berkulit coklat manis.

Ada magnet yang membuatku langsung tertarik dengan Bli itu. Tentang keramah-tamahannya juga kemiripannya denganmu. Rasanya teduh saat menatapnya lalu atmosfer kami bergesekan. Aku bahkan sempat mengajaknya naik speed boat di wahana air Ulun Danu Beratan. Menyenangkan, Pai. Sangat menyenangkan. Cukup untuk menutupi kekecewaanku pada sosok yang pernah aku impikan untuk bersenang-senang saat Studi Lapangan. Rencanaku yang itu gagal. Namun, semesta punya rencana lain yang tidak kalah membuatku merasa hangat. Bahkan sampai saat ini aku masih memikirkan kemiripanmu dengan Bli itu. Butuh waktu untuk aku kembali normal. Ya.

Kesepian membuatku meracau berjelajah di antara angan-angan dan ingatan.

Tapi setidaknya Bli itu berhasil mengalihkan kacaunya perasaanku dari sosok di seberangku, Pai.

Tokoh dalam narasi yang aku pimpin sendirian. Namun, sepertinya dia sudah membaca isyaratku. Perasaanku mulai transparan. Barangkali arti peduliku sudah ketahuan. Dan aku mengerti kenapa tutur-lakunya berubah. Ia menjawab isyaratku dengan isyarat juga, Pai. Isyarat dalam diam, dengan bentangan asing yang dia ciptakan.

Tapi setidaknya aku tahu bahwa, bahwa jawabannya "tidak". Aku membaca penanda itu. Sesuatu yang tidak ia utarakan, tapi aku kenali. Kata "tidak" yang dia jawab dengan membangun jarak tak tertempuh. Dengan perubahan sikapnya. Namun, setidaknya aku mendapat jawaban. Sebuah isyarat "tidak" yang justru itu cara untuk menyudahi harapan yang gak ada ujungnya. Aku menyayanginya, Pai. Tapi sayang dia udah terlalu melelahkan. Sayang dia udah gak pernah lagi buat aku senang. Dan saat rasa senang justru menjadi boomerang, kayaknya emang lebih baik disudahi. Cukup untuk mengejar dia yang sudah tersirat tidak berniat memilihku. Setidaknya aku perlu menyadari antara usaha keras dan tidak tahu diri.

Dan jika ia memilih memotong kedekatan ini dengan keterasingan, maka biarkan. Biarkan keterasingan ini menjadi cara agar harapanku bisa mati dengan pantas dan peduliku berhenti menggelar pentas. Baiknya mungkin emang dengan cara yang gak baik. Tapi setidaknya aku mendapat alasan jelas mengapa aku harus pergi dan perasaanku tidak lagi bergantung pada sesuatu yang tidak berniat menganggapnya ada.

Gapapa, mungkin beberapa jarak diciptakan Tuhan bukan untuk direngkuh melainkan untuk dibiarkan, dibiarkan tetap jauh. Walau terlalu cepat untuk menyimpulkan banyak hal. Menyimpulkan perasaan yang sejak awal diam tiba-tiba kini sudah berada di ujung jalan. Baik, tidak perlu dijelaskan, toh kita sama-sama merasakan.

Hmm, baiklah ini pengakuanku.
Jika kamu tanya bagaimana kisah romanku selepas lepas darimu, maka ia berkebalikan 360° dari koordinatmu, Pai.

Jauh, jauh sekali perbedaannya.

Tidak, aku tidak tengah membandingkan jalan hidupku denganmu atau dengan siapa pun, aku hanya sedikit menceritakannya.

Berbeda dengan kamu yang beberapa tahun sejak kita putus, kamu benar-benar menemukan tambatan hati yang bersamanya kalian berhasil membangun mahligai. Mahligai yang saat ini sudah diisi oleh tuan putri cantik dan lucu. Turut bahagia untuk bahagiamu, Pai. Anakmu menggemaskan.

Baiklah, aku sudah meceritakan ranah si aku. Sekali lagi bukan untuk membanding-bandingkan, melainkan anggap saja kita sebagai teman lama yang sedikit berbagi kehidupan di masa sekarang.

Dan akhirnya kamu tahu kalau aku masih mengembara, menerka-nerka, mencari sesiapa yang ternyata tiada juga siapa-siapa.

Kadang aku bertanya-tanya, siapa dia? Siapa seseorang yang sudah Tuhan tuliskan, tapi masih disembunyikan itu?
Siapa dia? Mengapa jalan yang aku lalui untuk bisa menempuhnya teramat terjal? Tak kunjung juga aku temukan penandanya. Siapa dia?

Siapa pun dia semoga Tuhan menjaganya dengan baik.

Siapa pun kamu seseorang di masa depan, semoga apa pun yang tengah kamu lalui dan jalani dipermudah Tuhan. Dikuatkan pundak dan hatinya. Dipermudah jalan menemukanku. Semoga kamu seseorang yang paham agama. Seseorang yang selaras dengan penantian yang begitu lama. Seseorang yang menghabiskan masa muda bukan untuk mempergauli banyak perempuan, tapi untuk banyak-banyak belajar. Untuk berusaha mematangkan batin, mental juga finansial.

Agar saat bertemu nanti kita sama-sama siap. Siap untuk memasuki karunia dari Allah, bukan hanya untuk main-main. Jaga diri baik-baik, ya. Bagaimana pun lelahmu sekarang, ada aku di masa depan yang akan mendengarkan setiap titian yang kamu perjuangkan. Aku akan mendengarkanmu dengan baik, tersenyum saat kamu menatap mataku, dan menyiapkan semua kebutuhanmu dari bekerja sampai bermanja-manja.

Aku menunggumu dalam hening panjang, dalam kesepian yang aku tanggung sendirian, dan dalam doa yang menjelma jalan agar kita dipersatukan. Suatu saat nanti, Kasih. Akan tiba saatnya. Percayalah...

***

#Representasi

Sabtu, 30 Juli 2022
07.21 WIB

(GANIA20)

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang