Pinjam Kamu

31 4 0
                                    

Banyak banget yang sebenernya pengen aku omongin saat ketemu kamu, banyaak bangeet. Sampai gak tahu harus mulai dari mana. Sampai akhirnya cuma bisa diem dan natap kamu lebih lama sambil ngebatin.
Aneh aja kan kalau aku ngomong soal perasaan. Kita yang biasanya ketawa bebas pada apa aja, terus tiba-tiba aku bawaannya sensitif yang mungkin akan membuatmu risih. Penggemar dark jokes seperti kita kan udah biasa menertawakan luka, sampai hal-hal yang seharusnya enggak bisa dibercandain malah jadi hal paling seru untuk kita tertawakan. Jadi aku takut, takut kalau tiba-tiba kamu ngerasa aku jadi aneh gini, jadi ngomongin yang enggak-enggak, perasaanku kamu tertawakan, ketakutan dan kecemasanku kamu jadikan candaan. Padahal kan enggak semua hal bisa dibercandain.
Dan pecundang sepertiku pada akhirnya cuma bisa nyari aman, cuma bisa diam, dan tetap berusaha menyelaraskan tawamu yang kadang semakin berat untuk aku seimbangkan.

Gak tahu ya, aku bingung. Aku sendiri sebenernya bingung lagi ngerasain apa?

Kamu tahu gak? Katanya perempuan dan laki-laki emang dua makhluk yang enggak digariskan untuk sepenuhnya murni bisa menjalin persahabatan. Bakal ada salah satu dari mereka yang punya perasaan lebih. Apa kamu setuju? Masa sih gak ada sedikit pun perasaan untukku gitu? Enggak ya? Enggak sama sekali?

Kita yang biasanya terbuka dengan berbagai cerita, nyatanya ada beberapa hal yang masih kita simpan menjadi rahasia. Seperti aku yang membohongi perasaanku, juga kamu yang menyembunyikan kekasihmu. Iya, sebenernya aku tahu kalau kamu udah punya someone, aku tahu dari hp kamu yang beberapa waktu lalu aku pinjam untuk jadi senter pas aku minta kamu nemenin aku ke kamar mandi. Iya, aku tahu. Tapi kenapa kamu sembunyiin? Kenapa? Kenapa kamu gak pernah cerita? Seringkali aku tanya, tapi seolah kamu enggak lagi menjalin hubungan dengan siapa-siapa. Padahal aku ngerasa aku tahu banyak hal tentang kamu, tapi nyatanya enggak.

Hmm, mungkin ada baiknya aku tahu hal itu sendiri ya? Ada baiknya aku tahu hal itu lebih awal, supaya aku sadar, supaya aku enggak lagi berharap berlebihan, dan perlahan belajar memupus perasaan yang baru mulai tumbuh. Setidaknya aku tahu, bahwa memang lebih baik perasaan ini menjadi rahasia yang aku pendam dan gak aku utarakan, meski mungkin akan selalu aku sampaikan melalui perhatian-perhatian kecil, juga kepedulian-kepedulian yang kadang membuat kamu heran dan bertanya, "Kenapa aku bisa sebaik itu?"

Karena ya aku seneng aja gitu. Aku seneng jadi orang yang peduli sama kamu, jadi orang yang perhatian, dan membuat kamu tersenyum melalui hal-hal yang aku berikan. Karena aku ingin mengukir kenangan manis yang nantinya jika kita udah jarang ketemu, kamu bisa tersenyum hangat saat inget aku. Sebegitunya aku enggak pengin kamu lupain. Bahkan melalui bunga yang sengaja aku tanam di suatu tempat, yang semoga selalu bisa ngingetin tentang aku saat kamu melihatnya.

Enggak perlu takut, aku gak bakal nuntut kamu punya perasaan yang sama, apalagi ngasih effort yang impas seperti yang aku lakuin.
Kamu berhak kok memilih orang lain. Itu hak kamu untuk menetapkan siapa yang berhak untuk kamu beri hati. Karena ini perihal perasaan, gak bisa dipaksakan. Perasaan memiliki kuasa tersendiri untuk memilih siapa tuannya, serta di mana ia bisa tumbuh dan berbunga.

Tapi jangan halangin aku juga ya untuk ngasih peduli ke kamu, untuk khawatir, untuk takut setiap kamu kenapa-napa.
Tapi syukurlah akhir-akhir ini aku rasa kamu lebih baik-baik aja. Eh? Atau mungkin emang sekarang kamu jarang cerita?
Gatau, gak mau mikir yang enggak-enggak. Bikin capek.

Tenang, aku gak bakal ganggu kamu setiap waktu, enggak. Bahkan chat dari kamu malah sering aku abaikan kan? Seolah aku enggak peduli, seolah aku enggan untuk berbasa-basi lagi. Padahal pengin, pengin banget hubungin kamu setiap detik. Pengin tahu kamu lagi apa? Di mana? Sama siapa? Mau apa? Pengin, pengin tahu semuanya...

Cuma di setiap aku ingin, aku selalu berusaha menahan keinginanku dan gak manjain setiap keinginan yang ingin banyak ingin. Karena hal kayak gitu tuh enggak sehat. Dulu aku pernah, dan saat orang itu pergi bakal kerasa banget efek kehilangannya. Bener-bener enggak sehat sih buat aku. Aku gak pengin bergantung sama orang lain lagi.

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang