Maaf Jika Aku Masih Sesedih Ini, An.

40 7 3
                                    

Hari-hari yang kulalui selepasmu rupanya terlampau berat, An.
Ada banyak kegilaan yang mengurasku habis-habisan.
Lorong yang membuatku ingin berteriak namun nihil pertolongan.

Tolong aku, An...
Aku nyaris gila, kehilanganmu benar-benar putus asa.

Kini aku sadar, denganmu rupanya adalah hal mewah paling menggembirakan, denganmu seluruh lara sungkan, bahkan begitu mudah menertawakan tangis sesenggukan.

Tapi kau terbang terlalu jauh, An.
Bagaimana aku bisa meraih dan meminta tolong mengobati perih?

Duniaku masih tentangmu, An.
Namun sayangnya, tentang kita tak tersaji lagi di dunia.
Episode denganmu sudah selesai, An.
Padahal masih banyak hal yang belum sempat aku utarakan, sebab kehilanganmu tak pernah ada dalam perkiraan.
Kalau tahu begini sudah pasti akan lebih aku resapi setiap pelukan.

Rindu karenamu ialah pemaksa yang tak bisa ditolak, An.
Ia bak penguasa tiran yang menciptakan keterpaksaan-keterpaksaan yang mesti aku nikmati sendirian.
Ia seorang pemerkosa yang menelanjangiku habis-habisan.
Ia serupa tuan dan aku selayak budak yang mesti menuruti seluruh keinginannya tanpa mampu menolak, sekalipun hal-hal yang dilakukkannya bertolak belakang dalam segi rasional.

Aku rindu wujudmu, An.
Rindu kau dengan segala keindahan yang Tuhan anugerahkan.
Aku merindukan pelukmu, perhatianmu, rasa pedulimu, keberadaanmu, seluruhmu.
Kau tempat pulang ternyaman yang teramat mujarab mencipta tenang, hingga selepas kau pergi aku kembali onar.

An, bagaimana kabar semestamu?
Bagaimana orang-orang yang kau temui selepas aku?
Siapa saja yang kini menjadi pusat bahagiamu, dan menjadi pendengar utama setiap kau ada apa-apa?

An, seringkali aku merasa benar-benar sendirian.
Aku takut, An.
Hingga kini tak jua kutemui sosok sebaik dirimu.
Aku teramat rentan, An.

An, sungguh, aku ingin kembali.
Sejenak saja...

Andai ada akses yang bisa memutar ulang, aku ingin memelukmu dan menyampaikan banyak hal.

An, andai aku tahu akhir kita seperti ini, aku ingin memaknai waktu denganmu lebih baik lagi.
Aku ingin melewati lebih banyak hal lagi saat masih denganmu.
Aku ingin mengatakan seluruh perasaanku sebelum terlambat dan menjadi asing seperti ini, An.

An, apa kau bahagia?

Semoga...
Sebab mendoakanmu untuk bahagia adalah cara terakhir yang selalu aku pintakan pada Tuhan untuk bisa menyampaikan wujud rasa sayang.

Semoga semesta berlaku baik padamu, An.
Aku tahu seharusnya aku pun harus bahagia, atau setidaknya berusaha untuk bahagia.
Sebab bahagia tak akan pernah aku temukan, bila menangisimu terus-menerus aku lakukan.

Tapi, An...
Kehilanganmu adalah seampuh-ampuhnya kesedihan, tangis yang tak ingin aku awetkan namun terus mengalir tanpa kenal pemberhentian.

An, kehilanganmu sama saja dengan kehilangan diriku sendiri.

Tidak mudah, An...

Tidak mudah...

Tolong jangan paksa aku untuk lekas berlalu.

Tolong, An...

Izinkan aku bersedih hingga benar-benar habis rasa sedih.
Hingga puas tangis membuat kepalaku mendidih.

Kau?
Terserah, An.

Tapi aku harap kau tak sesedih aku.
Sebab aku akan jauh lebih berdarah-darah kala mendapati kau susah.

Tak apa, An.
Kau bahagia saja.
Nikmati dunia barumu, bersenang-senanglah dengan segala pilihanmu.

Aku?
Maaf, sebab aku masih ingin di sini, An.
Biarkan aku menikmati kesedihan sebagai menu mewah yang membuat hatiku kian kenyang oleh darah.
Sampai aku benar-benar merasa cukup, sampai mata dan batin ikut muak, sampai waktu yang tak terkira. Maaf...

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang