Catatan Akhir Tahun (2020)

953 234 313
                                    

Akan ada saatnya kamu berterima kasih kepada masa-masa sulit.

Masa yang mengantarkanmu mencapai proses pendewasaan.
Menjadi dewasa adalah mutlaknya kehidupan, sesuatu yang tak terhindarkan.

Seiring bertambahnya usia akan semakin banyak perihal yang jauh lebih kompleks, kehilangan yang lebih brutal hingga pesakitan-pesakitan yang lebih lacur.

Tapi itu semua adalah cikal bakal untuk lebih tangguh, berpikir lebih luas, dan berdada lebih lapang.

Dunia tak menyediakan hal sempurna, jadi mulailah menerima cela tanpa menjadi hina.

Dunia mungkin telah menghancurkanmu dengan begitu kejam, hingga kau muak untuk melanjutkan perjalanan.

Menjalani hidup memang tak semudah teori-teori yang dikultuskan.
Karena sebanyak apapun Motivator memberikan pitutur, tentang dirimu tetap kau yang paling tahu ukur.

Tapi jangan langsung menepikan diri, karena terkadang kau juga perlu berbagi sudut pandang agar lebih lapang dan tak berpusat pada satu sisi.

Lalu bagaimana kabarmu di sepanjang tahun ini?

Seberapa banyak bahagia dan kehangatan yang sudah kau syukuri?
Atau barangkali seberapa banyak lara yang mendominasi?
Adakah keinginan menyerah dan muak pada semesta?

Kau tahu?
Dengan sampainya langkahmu di sini adalah bukti bahwa kau lebih tangguh dari segala luka yang dunia sajikan.

Kau lebih hebat dari pradugamu,
lebih mulia dari rasa hinamu.
Atas segenap pengorbanan,
kau pantas untuk tetap ada.

Untuk diriku, aku berterima kasih karena kau mampu bertahan sampai di titik ini, mampu melewati beberapa tanggal yang rasanya ingin berhenti.

Aku tahu rasanya terlalu lelah.

Seolah tak adil, seolah paling menderita, seolah adamu terlupakan.

Untuk segenap kesanggupanmu, ketabahanmu, ketangguhanmu.
Apresiasi dan dekap hangat untuk jiwamu.

Tahun ini sepertinya memang menjadi tahun duka bagi dunia.
Tentang bagaimana merajalelanya virus corona, dan diri yang seolah distance dari bahagia.

Bagaimana tidak?

Tahun ini aku sempat kehilangan makna menjadi manusia.
Semesta terasa asing untukku tinggali, singkatnya aku kehilangan jati diri.

Sepanjang hari hanya repetisi membosankan yang berisi cambukan sepi, langkahku gontai sendiri.

Aku menjadi sosok amoral yang sukar dipahami.
Banyaknya kehilangan telah mengeraskan dinding hati.

Aku bagai anak kucing pesakitan yang menolak didekati.

3 tahun ini rasanya seperti tabrakan beruntun.

Sedikit cerita dengan memundurkan alur,

Kukira September 2018 adalah tahun paling mendung, hingga abrasi menjadi fenomena sehari-hari.

Tapi nyatanya perihal kehilangan akan terus ada sepanjang kehidupan. Kehilangan menjelma perhiasan yang mengiringi jalan.

Tahun itu tak legam dalam ingatan, tentang cerita jatuh cinta yang kukira tak akan berakhir patah hati. Tentang asmara yang lenyap tanpa pertikaian.

Aku masih tergila-gila akan hal-hal manis yang pernah kita lalui.
Hingga diri menjelma si melankolis yang rentan menangis.
Aku kalut dalam getir kehilangan.

Kau adalah luka yang kuagungkan,
patah yang enggan tergantikan.
Baru kusadari miliaran manusia tak jua mampu membuatku jatuh hati, namun setitik tentangmu begitu menarik hati.

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang