Semesta perkenalkan dia, "Sang tuan penabur tawa"

375 163 81
                                    

Selamat pagi semesta... .
Maaf sudah sekian lama aku tak menyapa
Kali ini aku ingin memperkenalkanmu dengan seseorang yang akrab dengan canda dan tawa.
Namun, ia juga karib rusuh yang membuat diri gelisah misah-misuh.

Dia pandai menciptakan suasana, dengannya semua terasa sejalan.
Entah dia milik siapa, kadangkala aku serakah ingin menjadi "Si istimewa".

Namun, semesta ia juga pandai membuatku terjebak.
Lakunya terampil.
Lihat saja, saat aku tengah menggebu-gebu ia malah tak acuh hingga pikirku dibuatnya keruh.
Lalu, saat aku ingin menjaga jarak guna menetralkan rasa, ia terus saja menggangguku dan hadir tanpa dipinta.
Lakunya itu membuatku gemas, sungguh!

Kau tahu semesta?
Aku suka saat di tengah obrolan netra kita bertemu, lalu dia tersenyum kaku (sungguh lucu).

Dan lagi,
Aku sangat suka pola pikirnya melihat dunia. Tentang caranya mengendalikan diri sendiri dan menyederhanakan bahagia.
Aku belajar banyak darinya.

Semesta,
Di lain sisi kau tahukan aku masih terlalu rentan dan rapuh.
Bahkan lukaku masih jauh dari sembuh, lagi separuhku belum utuh.

Semesta,
Kau juga tahukan akan kisah roman yang aku harapkan dan janjikan.
Tentang menjemput cinta dengan cara yang lebih berwibawa.
Tentang menjaga diri dalam takwa kesendirian.

Kadangkala aku memang butuh jarak, sebab aku sadar rasa ini tak layak.

Aku masih ingin berdiri dalam prinsip ini untuk Tuhan dan hamba yang telah Dia gariskan.

Sungguh, biarkan aku sendiri meski dilahap sepi. Setidaknya sepi lebih berbaik hati dibanding patah;
lagi dan lagi.

Aku pun masih butuh berdamai dari segenap bentuk pesakitan, mencabut duri-duri yang mengakar.

Lalu bagaimana mungkin aku membiarkan pertahananku runtuh hanya karena wujud kehadiran?

Tidak, tidak akan aku biarkan.

Sungguh, lebih baik aku melawan hasrat dari segala ingin yang menggila daripada kembali terjebak di lubang yang sama. Bodoh!

Meski kalbu memerah hampa,
Sepi menjadi pusaran kuasa,
Bahkan cemas kembali bertakhta.
Tak kan kubiarkan aku kembali tiarap oleh harap.
Lalu luluh lantak atas nama cinta.

Sungguh, kebodohan-kebodohan itu masih terekam jelas dan cukup memberikan pelajaran.

Tunggu sebentar,

Haha..

Lucu sekali, mengapa aku jadi emosi seperti ini?

Bukankah aku tengah membicarakan dia sang tuan penabur tawa?

Ah, rupanya kisah masa laluku memberi trauma, hingga aku berpikir buruk tentangnya.
Lagi-lagi ia menjadi penghalang untukku jatuh cinta.
Tapi setidaknya ia membuatku tidak melupakan logika.
Padahal bukankah akal sehat adalah musuh dari cinta?

Sebab, banyak orang tersihir oleh pesona cinta. Dengan lancangnya melangitkan ekspektasi lalu tertikam perasaanya sendiri.
Cinta adalah luka yang didamba.
Ia adalah bahagia yang dikhayalkan, sedang realitasnya pesakitan berlaku lebih dominan.

Sudahlah semesta,
Belum tentu dia jodoh, batasilah ekspektasi yang berkhayal bodoh.

Semesta,
Jika memang rasa ini melampaui garis edar, tolong kauatur kadar dalam radar agar harap tak semakin mengakar hingga semua nampak nanar.

Semesta,
Dia sebetulnya makhluk baik, tak baik jika mengartikan kebaikannya dengan cinta sedangkal ini.
Mungkin ini hanya ilusi si sepi yang mendapati sosok sefrekuensi.

Semesta,
Aku titip dia..
Sang tuan penabur tawa.

***

Selasa, 9 Februari 2021
07.32 WIB

#Ruang Ekspektasi

(GANIA20)

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang