Mewajarkan Patah Hati

18 1 0
                                    

Aku baik-baik saja.
Aku menerima keputusanmu.
Tapi hanya karena aku mengatakan aku baik-baik saja, bukan berarti rasanya tidak sakit lagi.

Rasanya masih sakit. Masih terlalu sakit. Sakit untuk menerima kenyataan bahwa esok yang kita temui adalah sunyi paling panjang. Sakit untuk melihat kamu bukan lagi sebagai kamu yang aku kenal. Sakit saat mata kita saling menemukan tapi  kamu dingin dan dipenuhi keangkuhan. Rasanya bibirku kelu ingin menyapa, tapi aku harus terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan baru ini.

Dulu kita terlalu mudah akrab.
Dan ternyata terlalu mudah juga kedekatan ini membuatku tiarap.

Jangan salahkan perasaanku. Tidak ada yang salah dari kasih sayang. Perasaan itu manusiawi. Katamu, rasaku tidak tepat. Tapi kasih sayang tidak kenal tempat. Aku butuh keyakinan untuk mengatakan semua ini, aku memikirkannya berkali-kali, dan dengan terus menyimpannya itu sangat egois untuk diriku sendiri. Itu jauh lebih menyakiti.

Yeah, sejak tumbuh kembangnya perasaan ini aku tahu kita akan saling meninggalkan. Aku tahu kita mustahil menjadi sepasang. Dan kini akhirnya kita kembali menjadi pejuang yang mencari arah pulang.

Aku akan menerima kenyataan ini pelan-pelan. Untuk tidak cepat-cepat berlari dan beralih dari rasa sakit ini. Aku biarkan air mata mengalir semaunya, sepuasnya, sampai untuk merasakan sesak rasanya terlanjur muak.

Karena ya tidak bisa dibohongi bahwa rasanya sakit. Sangat menyakitkan. Tapi setidaknya ada perasaan lega dan arah langkahku terang harus ke mana, iya, menjauhimu.

Ada yang tidak bersambut, tapi sama sekali tidak berniat ribut.
Ada yang patah, tapi tanpa marah.
Ada yang kecewa, tapi tetap tertawa.

Aku kira patah hati selalu mengenaskan.
Tapi ternyata tidak juga. Ada kalanya malah terasa wajar saja. Ada kalanya malah terasa tidak apa-apa.

Semua berkatmu, baik sakit maupun redanya.

Kamu dan cara pandangmu terhadap hidup benar-benar menyiratkan banyak ibrah. Semua pertanyaan yang masih tersisa ini selalu menemukan jawabannya dari seluruh pola pikir yang pernah kamu ungkap terang-terangan di hadapanku.

Itu kenapa, kenapa aku selalu tidak bisa menyalahkan pertemuan ini.

Karena kamu yang membantuku tumbuh dewasa. Dan ternyata tidak hanya dari teori, tapi ternyata aku juga menerapkannya secara langsung darimu, langsung karenamu.

Tidak ada yang salah. Karena aku memang perlu pelajaran dari semua ini untuk hidup ke depannya. Langsung mempraktikan semua teori dari sang peneliti. Bukankah aku beruntung? Meski harga yang dibayar ternyata membuat semua sendi-sendiku buntung.

Patah hati itu wajar. Menangis juga wajar. Yang salah adalah memaksamu juga memiliki perasaan yang sama. Itu obsesi yang gila.

Maka aku biarkan. Aku biarkan semuanya berjalan secara alami. Entah benar-benar menjauhi, atau suatu saat bisa kembali menjalin pertemanan dengan semurni-murninya teman. Biarkan semua berjalan secara alami. Biarkan alam ikut andil bekerja. Dan waktu yang mengantarkan jawabannya.

***

#Jalan pelan-pelan

Jumat, 19 Agustus 2022
06.43 WIB

(GANIA20)

Anak WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang