SMA (49)

130 20 11
                                        

Keesokan harinya....

"Army!!!"
Aku langsung menemui ayah di dapur.

"iya bos?"

"kamu sudah pilih sekolah mana yang mau kamu daftari?"
Tanya Ayah sambil memotong bawang.

"sudah!"

"hmm bagus...., jadi sekolah mana yang mau kamu daftari?"

"SMA Ayah!"

"Tidak!"

"ayolah yah, aku tinggalnya sama nenek saja"

"tidak!, ayah disini sama siapa kalau kamu pergi?!"

"papah Fahmi?"

"Paman konyolmu itu tidak bisa di harap!"

"ayah kumohon...., aku tidak akan menyusahkan nenek dan kakek"

"Army...."
Ayah berbalik dan memegang wajahku.
"kamu tega meninggalkan ayah sendiri?, apa kamu...."

Aku menangis...
"hiks... a..ayah...."

"sudahlah kamu tidak perlu menangis"
Ayah mengelap air mataku.
Tangisku semakin pecah.
"ayo jagoan ayah, ayah yakin kamu bisa mengerti....."

"hiks...a..ayah tangan ayah perih, haaaaaa habis motong bawang"

"Allahu Akbar!"
Ayah langsung melepas tangannya dari wajahku.
"maafkan ayah, ayah lupa"

"akhhh mataku...., tapi pokoknya aku mau lanjut di SMA ayah!"

"hmm"
Ayah berdiri dan melipat kedua tangannya.
"kalau begitu beri ayah alasan yang bisa ayah terima"

"aku... Ingin dekat dengan nenek"
Dasar munafik diri ini!

"wajahmu tidak menunjukkan hal itu"
Ucap ayah datar.
"beri ayah jawabanmu besok pagi sebelum ayah ke kantor"

.
.
.
.

Karena itu...
Aku merenung seharian di dalam kamar.

"meow...."
Kucingku Nici lompat naik ke atas ranjangku dan lalu naik ke pangkuanku.

"Nici...."
Aku mengelusnya.
"aku harus bilang apa ke ayah?, jujur pasti akan membuat ayah makin tidak mau"

"meow..."

"tapi aku mau ketemu sama kak Indra..., aku ingin bertemu langsung, bukan video call lagi"

"meow... Grrrrrr....."
Malah tidur :'3

"hufffff....., ayolah... Aku juga tidak enak berbohong sama ayah"

Kriiiiiik....
"om boleh masuk?"
Papah Fahmi?!

"boleh pah, masuk saja"
Papah Fahmi masuk ke kamarku dan menutup pintu.
Papah lalu menghampiriku di ranjang.
"jagoan om kenapa?, lecek begitu mukanya kayak uang basah"

"papah ini bercanda terus...."

"haha iya maaf, kamu ini terlalu mirip sama ayahmu itu"

"kan aku anaknya...."

"kalau begitu semangat, ayahmu itu tidak pernah pasang muka begitu"

"beda orang pah...."

"hei..., tadi kamu bilang anaknya"

"beda generasi"

"ah kamu ini ngejawab terus"
Papah Fahmi langsung memeluk tubuhku lalu menggelitikiku.

"ahhhahahahaha ahaha haha hahah pah ... Papah stop! Papah hahaha"

"nah, gitu kan bagus, manisnya tambah kalau senyum"

"ehehehe, jadian yuk pah"

"maaf, hati papah cuma buat ayahmuuup!"
Papah Fahmi yang kecoplosan langsung menutup mulutnya.
"a..anu tadi itu papah cuma itu... Ehhh"

"ahahaha, Army sudah tahu kok yah..."
Ungkapku.

"kamu... Sudah tahu?"

"saat Army masih kelas 1 SMP, Army tahunya karena tengah malam waktu Army bangun buang air kecil, Army tidak sengaja liat ayah sama papah lagi bisitaharidamdamwelaweladota"

"eh.............."

"ehehehe, jangan bilang sama ayah ya pah"

"jadi itu alasan kamu?, Sekolah di SMA kami karena ada seseorang?"

"pah...."
Papah tahu?

"kamu pasti terkejut, tapi papah cuma nebak saja, hehe papah tahu mana orang yang lagi kasmaran seperti kamu ini"

"pah.... ku..kumohon beritahu ayah soal yang ini juga"

"siap...."

"tapi pah.... Aku harus memberikan alasan sama ayah biar di bolehin sekolah di sana"

"alasan ya?, hmm....., papah tidak bisa membantu banyak untuk yang ini, tapi....., coba kamu bilang sama ayahmu...."

.
.
.
.

Besok paginya....

Ayah sedang sibuk memakai sepatunya.
Aroma parfum ayah menyeruak memenuhi seisi rumah.
Baunya seperti permen Yupi, manis dan aku suka.

"ayah tasnya"
Aku meletakkan tas ayah di sebelahnya.

Ayah menatapku, dia tersenyum dan mengusap kepalaku.
"makasih ya"

"iya yah...."
Aku lalu ikut duduk di dekat ayah.
Aku terdiam seribu bahasa.
Sementara ayah masih sibuk mengenakan sepatunya.

"bukannya kamu mau bilang sesuatu?"
Ucap ayah.

"i...itu...., aku......"

"kesempatan kamu cuma ini, kalau tidak ayah akan langsung daftarkan kamu ke SMA yang sudah ayah pilihkan"

"aku...., aku mau sekolah di sana karena.... Aku ingin meneruskan warisan keluarga kita!"
Ucapku tegas.

"warisan keluarga?"

"persilatan kakek...."

"hmm...., kalau itu maumu, ayah akan bawa kamu ke rumah nenek hari sabtu nanti"

"a..ayah benar?!"

Ayah meletakkan tangannya di kepalaku.
"anak ayah sudah besar...."

****ABRI POV****

Walau berat saat tahu anakku juga harus memasuki dunia seperti ini...
Tapi mungkin itu salahku karena membiarkannya denganku.

Maafkan Ayah ya my....

"yah?, ayah menangis?"

"uh?, ti..tidak, ayah cuma cium bau bawang saja, ya sudah ayah berangkat kalau begitu.

*****

Awhhhh

Jangan lupa vote ;)

Pluviophile (Sejenak#3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang