Pintu belakang (66)

94 18 10
                                    

****RIO POV****

"kak, bagaimana di dalam?"
Tanya Akir.

"ahhh tidak tahu, Indra masuk ke kamarnya membawa om Fahmi...., aku makin khawatir, Rifki kau sudah hubungi polisi?!"

"ahhhh tidak ada sinyal di sini kak!"

"pakai hpku"
Aku memberikan HP ku pada Rifki.
"cepat"

Aku ingin membuka pintu ini tapi pintunya terkunci dari dalam.
Kalau di dobrak aku takutnya Indra akan kabur atau melakukan sesuatu yang berbahaya.

Saat ini dia pasti merasa terdesak.
Dua korban sebelumnya hanya aku yang tahu kejadiannya dan memergokinya jadi dia masih bisa lepas.
Tapi kali ini, om Fahmi juga ikut terlibat, Rifki dan Akir juga.

Uh!
Itu Indra!
Keluar dari kamarnya memakai jaket dan membawa tas di punggungnya.
Dia akan kabur!
Tapi dia malah ke belakang...
Apa dia ingin mengambil sesuatu?
Atau...
"kalian tetap di sini!!!!"

Aku segera berlari ke bagian belakang rumahnya.
Aku pernah kesini jadi aku tahu letak pintu belakangnya.

Cklek....
Benar saja...
Saat aku sampai, aku melihat gagang pintu perlahan terputar dan Indrapun keluar.

"ndra!"
Sahutku.

"sial!"
Indra mencoba untuk lari saat dia melihatku.
Aku segera mengejarnya dan berhasil membekap tubuhnya dari belakang.
"semua ini tidak akan terjadi kalau kau tidak terlalu ikut campur Rio!"

"dimana Army?!, om Fahmi juga dimana?!"

"hehe, 3 jam mereka tidak di tolong aku sendiri juga tidak akan mau tahu lanjutannya"

"APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN?!!!!!"
Aku menghempaskan Indra ketanah.

Selagi tubuhnya tersungkur, aku segera menindihnya dan langsung menghajarnya habis-habisan.
"kenapa?!!!! Ndra! Army sepupuku! Kenapa kau tega?!, dia cinta padamu!!!!!"
Ucapku sambil terus menghajarnya.

"ughh....huheuhehe...uhuk..."

"KENAPA?!!!!"
Aku menarik kerah bajunya.
"Kau temanku ndra....."
Ucapku kini sudah menangis.

"uhuk...ma..maaf Rio...., aku begini juga karena kau"

"aku?"

"aku menyukaimu sejak dulu"

Peganganku pada kerahnya terlepas...
Entah kenapa tubuhku tak sanggup untuk bergerak.
"kau.... Ugh....."
Lengah...
Itulah aku barusan, dan kini pisau sudah menancap di perutku.

"cinta?, susul saja sepupumu itu"

Aku Ambruk...
Sakit sekali rasanya.

.
.

****ABRI POV****

"yah...., Rio kenapa belum pulang juga?"

"iya mah, ini ayah sudah coba hubungi nomornya tapi tidak di angkat, mungkin sudah di jalan"

Aku mengerti perasaan kak Suzan...
Aku juga sekarang sangat khawatir dengan Army.
Sudah hampir jam 12, bahkan Rio yang katanya pergi menjemput Army juga sekarang tidak bisa di hubungi.

Tok Tok Tok...
"Assalamu'alaikum...."

"yah...."

"yang pasti bukan suara Rio atau Army mah"

Ibu segera membuka pintu.
"Alan?"
Ibu kenal Anak ini?

"bu?, siapa dia?"
Tanyaku.

"ah, dia temannya Army, Alan masuk"

"maaf bu, om ayahnya Army kan?"
Tanya Anak itu.
Wajahnya terlihat cemas...

"Army dimana?"

.
.
.

****FAHMI POV****

"pah....papah Fahmi...."

"Army...."

"ma...maafkan aku....., karena aku... Papah juga...."

"kamu di cekoki minuman itu juga?"
Tadi....
Indra mencekokiku dengan air, saat menyentuh lidahku saja aku bisa tahu ada yang aneh dengan air itu.
"jangan khawatir...."

"pah... Aku belum mau mati hiks"

"hei, anaknya Abri tidak boleh cengeng"

"ta..tapi...."

"Army...., papah akan melakukan apapun agar kamu selamat"
Aku berusaha untuk berdiri.
Selagi efek racunnya belum terasa, setidaknya aku harus melakukan sesuatu.
Beruntung Indra hanya mengikat tanganku, aku masih bisa berjalan.
"Army, terus bersuara agar papah bisa mendekatimu"

"pah, aku ada di atas ranjang, tangan dan kakiku terikat, mataku juga di tutup kain"

Suara Army semakin dekat..
Brak!
Aku terjatuh di atas ranjang saat tubuhku menabraknya.
"pah! Papah!"

"papah baik-baik saja...."

Aku kemudian merayap di atas tempat tidur sampai tubuhku bersentuhan dengan tubuh Army.
"pah!"

"oke, dapat"
Sekarang...
Aku hanya perlu mencari tangannya dan melepaskan ikatan di tangan Army!
Dengan gigiku.

.
.
.

****RIFKI POV****

Aku mengirimkan lokasi rumah ini pada Alan.

Saat ini polisi sudah menuju kemari, juga Alan beserta keluarga Army sudah ada di tengah perjalanan.

"ki!!!! ki!!!!! Rifki!!!!"
Akir berlari menghampiriku dari belakang rumah.

"kenapa?!, kak Rio ada?!"

"ka...kak...kakak...kak...ka..kakak...ka"

"heiheihei bernafas dulu...  Tarik..."

"huhhhhh"

"hembuskan...."

"huffffff...."

"selamat! Kau sudah bernafas manual barusan!"

"KAK RIO!"

"kenapa kak Rio?!"

Akir hanya menarik tanganku ke belakang rumah.
Dan di situ....
Tepat di belakang pintu kak Rio sudah terbaring di tanah dengan pisau tertancap di perutnya.

Brak!
Kami mendengar suara gaduh dari dalam rumah.

"Army!"
Aku lalu mencoba masuk lewat pintu belakang, beruntung pintunya tidak tekunci!

*****

Author psikopat memang

Jangan lupa vote :)

Pluviophile (Sejenak#3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang