9

14.1K 1.4K 31
                                    

Dinar gugup, ia tak tau harus membalas apa. Ia jadi menyesal, seharusnya kemarin ia bisa lebih tegas kepada Fabian. Daripada memberikan harapan palsu kepada pria itu.

Dinar tak berencana berkonfrontasi dengan abin-ya. Ia tak ingin menjadi anak durhaka. Sedang Fabian ... Ah, gadun yang satu itu memang sukar untuk dilewatkan.

Karena tak segera dibalas, pesan itu berubah jadi panggilan. Dinar makin panik. Terpaksa ia menerima panggilan itu.

"Halo ...."

"Kok nggak balas pesan aku? Cuma dibaca aja."

"Si-sibuk."

"Suami kamu di rumah?"

"Dia lagi pergi."

"Baguslah."

"Sayang, kamu ngapain chat aku segala?"

"Kenapa? Nggak boleh?"

"Boleh, sih. Tapi ...."

"Kamu nggak kangen aku?"

"Em ...."

Tiba-tiba seseorang menarik ponsel Dinar dari telinganya. Tentu saja Dinar merasa kaget.

"Kamu apa-apaan, sih?" Dinar berusaha merebut ponselnya dari tangan Azzam. Tapi pria itu malah memasukkan ponsel Dinar ke saku bajunya. Dinar merasa sungkan mengambilnya, ia tak bisa berkutik dan hanya bisa memandang kesal ke arah Azzam.

"Saya pergi belum satu jam, kamu udah selingkuh." Azzam duduk di kursi ruang tamu, Dinar ikut duduk di sampingnya.

"Siapa yang selingkuh, sih?" Dinar tak terima dituduh begitu saja.

"Terus saya salah dengar, gitu? Jelas-jelas kamu manggil dia sayang."

Dinar malu, ia tak sengaja. Ia hanya lupa mengganti sapannya kepada Fabian. Maklumlah, sudah terbiasa.

"Itu Adel." Dinar beralasan. Bohong sedikit tak apa.

"Sesama wanita pakai sayang-sayangan, ya?" tanya Azzam datar.

"Nggak percaya ya udah." Dinar sudah kehilangan muka karena tertangkap basah. Ia segera melarikan diri ke kamar. Azzam mengikutinya.

"Saya belum selesai bicara."

"Aku ngantuk." Dinar pura-pura akan tidur. Padahal ia belum sholat isya. Azzam hanya memperhatikan ulah Dinar sambil menyilang kedua tangan di depan dada.

"Kamu tahu hukuman bagi seorang pezinah?" Azzam bertanya, Dinar hanya menggeleng.

"Gantung?"

"Rajam!"

"Berlebihan banget, sih! Orang aku nggak zinah." Dinar merasa Azzam hanya menakuti dirinya.

"Zinah macamnya ada banyak, zinah mata, suara, hati, pikiran ...."

"Terserah!" potong Dinar.

"Astaghfirullah. Benar-benar nggak bisa dinasihati." Azzam hanya bisa beristighfar sambil mengelus dada.

***

Azzam tak jadi kembali ke TPQ. Tugas mengajar ia serahkan kepada ustadzah Nurul. (Inget Kun Anta 😁)

Dinar merasa tak enak karena sedari tadi Azzam mendiamkan dirinya.

"Kamu masih marah?" tanya Dinar.

"Saya nggak marah, saya cuma mengingatkan kamu. Jaga nama baik abi." Azzam berkata pelan. Dinar jadi merasa semakin tak enak.

"Jadi bukan karena kamu cemburu?" tanya Dinar lagi.

Azzam hanya mengerutkan dahi mendengar pertanyaan Dinar. Ia tak menyangka pertanyaan semacam itu muncul dari bibir Dinar.

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang