Ekstra part 9

8.8K 891 36
                                    

Tak terasa sebulan lagi Dinar akan segera melahirkan. Ini terakhir kalinya ia pergi ke dokter untuk memeriksakan kandungannya.

"Gimana, Dok? Apa udah kelihatan cowok apa ceweknya?" Dinar bertanya tak sabar.

"Maaf, tidak kelihatan, Bu. Ini posisi kaki bayinya menghalangi." Dokter menjawab sambil terus mengarahkan pandangannya ke layar monitor.

"Aduh, kamu gimana, sih, Nak? Mama 'kan pingin tau jenis kelamin kamu. Biar enak kalau belanja keperluan kamu." Belum apa-apa Dinar sudah memarahi calon anaknya.

Dokter hanya tersenyum melihat tingkah konyol ibu muda itu. Sedang Azzam hanya bisa menunduk karena malu.

"Mulai sekarang, jangan berpergian terlalu jauh, ya. Jaga kondisi dan staminanya." Dokter berpesan kepada Dinar.

"Tapi saya pingin baby moon ke Turki, Dok."

"Jangan dulu, ya. Jangan naik pesawat dulu." Dokter menjawab sambil tersenyum. Setelah meresepkan Vitamin, Azzam dan Dinar pun dipersilahkan keluar.

Saat menebus resep di apotik, Dinar kembali mengeluh. "Padahal aku pingin banget loh, Mas, pergi ke Turki."

"Janganlah, nanti kalau kamu lahiran di sana, gimana?" Azzam tak setuju dengan ide istrinya.

"Ya nggak papa, Mas. Nanti anak kita made in Turki." Dinar menjawab dengan polosnya.

Azzam memutar mata. "Itu anak saya, ya. Bukan karpet."

***

Tak terasa hari yang dinantikan Azzam dan Dinar telah tiba. Tadi pagi, setelah sarapan bubur ayam, tiba-tiba perut Dinar terasa sangat mulas. Tiba-tiba saja ketubannya pecah.

"Mas, aku ngompol." Dinar berkata dengan polosnya. Ia tidak merasa ingin buang air kecil, tapi tiba-tiba celananya basah.

"Mungkin sudah waktunya lahiran." Azzam yang baru saja selesai cuci piring berkata dengan tenang.

"Kamu cepat ganti baju. Saya mau panggil Bik Inah dulu." Azzam berjalan dengan cepat ke arah belakang rumah. Menyusul Bik Inah yang sedang menjemur pakaian.

Bik Inah terkejut melihat Azzam yang mendatanginya dengan tergopoh-gopoh. "Ada apa, Mas?" tanya Bik Inah khawatir.

"Bik, tolong agak cepat jemur bajunya. Kalau bisa pindahkan jemurannya ke dalam saja. Kita akan segera ke rumah sakit, sebentar lagi istri saya melahirkan."

"Alhamdulillah, sudah waktunya, ya, Mas?" Bik Inah bertanya dengan antusias.

Azzam mengangguk cepat. "Iya, Bik. Tolong kabari juga mertua saya." Azzam meninggalkan Bik Inah begitu saja. Ia menuju kamarnya untuk  membantu istrinya bersiap-siap.

***

"Sudah siap semuanya?" tanya Azzam kepada Bik Inah yang sedang menjinjing tas bawaan Dinar, didalamnya ada barang-barang keperluan bayi.

"Sudah, Mas." Bik Inah menjawab dengan yakin.  Tas bawaan itu sudah lama dipersiapkan agar mudah dibawa sewaktu-waktu.

Azzam hendak melajukan mobilnya, tapi ditahan oleh Dinar. "Mas, aku mau bikin status dulu." Sempat-sempatnya Dinar berkata konyol.

"Ya Allah, Dinar. Masih kepikiran buat status aja. Lebih baik kamu perbanyak sholawat. Anak kita sebentar lagi lahir." Azzam mengelus dada melihat kelakuan istrinya.

"Buat dokumentasi aja, Mas." Dinar masih tetap ngeyel, padahal perutnya mulai berkontraksi.

"Ya sudah, cepat." Dengan sabar Azzam menunggu istrinya.

***

"Sakit?" tanya Azzam sambil terus mengelus punggung istrinya. Dinar hanya mengangguk saja. Sambil sesekali mengambil nafas panjang.

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang