"Aku mau pulang ke rumah abi." Dinar bergegas menarik kopernya keluar rumah. Azzam segera menahannya.
"Nggak salah? Ini udah malam, Din."
"Kamu nggak usah ngurusin aku, terusin aja makannya." Dinar merebut kembali koper miliknya.
"Besok aja. Aku antar sekalian."
Azzam menolak melepaskan koper Dinar. Mereka terlibat adegan tarik menarik yang cukup seru. Dinar kesal dan menghempaskan tubuhnya ke kursi tamu.
"Tuh 'kan kamu nggak keberatan aku pergi ke rumah abi! Jangan-jangan kamu senang aku pergi dari rumah."
"Siapa yang bilang gitu?" Azzam berusaha sabar menghadapi tingkah istrinya yang sangat kekanakan itu. Perkara sandal aja bisa kabur dari rumah loh!
"Tadi kamu bilang sendiri, besok mau ngantar aku pulang ke rumah abi?"
"Masa aku larang kamu buat ke rumah orang tua kamu sendiri?"
"Alasan aja! Bilang aja biar bisa bebas menemui ustadzah Nurul." Dinar tak puas mendengar alasan Azzam.
"Ya Allah, kamu ngomong apa, sih?"
"Bilang aja kalau kamu suka sama dia, pakai sok perhatian lagi!" tuduh Dinar.
"Aku kebetulan liat dia jalan sendiri, nyeker pula. Masa tega aku lewatin begitu aja. Aku nolong dia murni karena kasian aja, nggak ada maksud lain."
"Bohong!"
"Terus maunya kamu gimana? Aku ikutan nyeker sama dia? Kita berdua jalan, terus motornya aku tinggalin? Atau aku suruh dia bawa motorku, terus aku yang jalan? Gimana mau kamu, hm?"
"Bodo! Pikir aja sendiri!"
"Nggak mungkin aku cuekin dia gitu aja, padahal kami kenal. Nggak sopan namanya."
"Sekarang nolongin dia saat sandalnya putus, besok-besok apa lagi yang putus? Tali beha-nya? Terus kalau kerudung dia miring kamu juga yang benerin?" Dibar berkata dengan nada tinggi. Azzam jadi takut didengar tetangga.
"Makin ngasal. Kamu nggak percaya sama aku? Kamu nggak percaya kalau aku cinta sama kamu?" Azzam ikut terpancing emosi.
"Nggak! Pertama, kita menikah karena perjodohan. Kedua, kamu nggak pernah minta itu."
Azzam mengerutkan keningnya. "Itu apa?"
"Nggak tau!" Wajah Dinar memerah. Ia keceplosan bicara. Mengapa selalu menjurus ke sana, sih? Kalau gini kan keliatan banget kalau gue jablay, pikir Dinar kesal.
"Memangnya kalau aku minta, kamu mau ngasih?" Azzam mulai mengerti arah pembicaraan istrinya.
"Aku mau tidur!" Dinar berlalu ke kamar, Azzam mengikuti dari belakang, senang karena istrinya tak jadi kabur.
"Jawab dulu." Azzam menghalangi langkah Dinar yang hendak masuk kamar.
"Minggir!" Dinar mendorong dada Azzam, tapi malah tangannya ditangkap.
"Ya udah, sekarang saya minta hak saya sebagai suami," kata Azzam datar.
"Nggak bisa."
Dinar berusaha melepaskan tangannya, tapi susah. Azzam menolak melepaskannya.
"Kenapa?" Azzam malah mendekatkan tubuhnya. Dinar jadi tambah gugup.
"Yah ... Pokoknya nggak bisa."
"Iya, nggak bisanya kenapa?" Azzam semakin mendekatkan wajahnya, membuat nafas Dinar semakin sesak.
"Datang bulan." Dinar menjawab lirih.
Seketika Azzam jadi lemas. Ia melepaskan tangan Dinar. Kemudian berjalan memasuki kamarnya. Dinar hanya bisa menatap punggungnya.
***
Dengan kekuatan bulan, akan mengukummu 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Penghulu (TAMAT)
RomanceDinar anak dai kondang di kotanya. Ia memiliki kekasih seorang lawyer. Tapi sayang hubungannya tak direstui oleh sang ayah karena perbedaan agama. Sang ayah malah menjodohkan dengan pria lain pilihan ayahnya, yang berprofesi sebagai penghulu.