48

9.3K 925 1
                                    

Dinar menjenguk anak yang katanya korban pencabulan suaminya. Ia datang sendiri, tanpa sepengetahuan Haji Arifin. Setelah menemukan kamar yang dimaksud, Dinar bergegas masuk.

Di dalam ruangan hanya tampak kasur kosong, Dinar mengalihkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Kamar ini terlihat mewah. Pasti anak itu berasal dari golongan berada.

Seorang gadis berusia sekitar tujuh belas tahun keluar dari kamar mandi dengan membawa botol infus. Wajahnya cukup cantik, kulitnya bersih, tubuhnya semampai.

Gadis itu tampak kaget melihat kedatangan Dinar. "Si-siapa kamu?"

Dinar memandang datar ke arah gadis itu. "Saya Dinar, istri ustadz Azzam. Orang yang kamu fitnah."

Mendengar ucapan Dinar, gadis itu menjadi semakin panik. "Mau apa kamu kemari? Mau mengancam saya? Keluar!"

Dinar tersenyum miring. "Kenapa takut melihat saya? Apa ada yang kamu tutupi?"

"Saya akan melaporkan kamu ke polisi. Kamu ingin mengancam saya 'kan?" Gadis itu berusaha menggertak Dinar.

"Kamu pikir saya takut? Kamu memang sudah terbiasa memfitnah orang rupanya." Dinar tertawa mengejek, jangan harap ia memohon pengampunan kepada gadis ingusan itu.

"Ayah saya orang berpengaruh di kota ini. Sekedar memasukkan kamu ke penjara bukan masalah besar. Kamu mau membusuk di penjara bersama suami kamu itu, hah?" Gadis itu berteriak kepada Dinar. Tak nampak seperti orang sakit sama sekali.

Mendengar teriakan gadis itu, beberapa perawat dan orang tua gadis itu datang menghampiri. Seketika ruangan menjadi sangat penuh.

"Kenapa dia bisa masuk kemari? Saya tidak terima. Akan saya tuntut rumah sakit ini!" Ayah gadis itu berteriak marah, mengancam staf rumah sakit.

"Saya datang bukan untuk mencari keributan. Saya hanya ingin keadilan untuk suami saya." Dinar berkata dengan tenang.

"Semua sudah kami serahkan ke polisi. Mau apa lagi hah? Di sini kami yang merasa dirugikan. Suamimu yang brengsek itu telah merusak masa depan anak kami. Nama keluarga kami juga tercoreng." Ayah gadis itu berbicara berapi-api.

Bahkan pria paruh baya itu masih sempat mengancam. "Lihat saja, setelah ini pesantren abi kamu akan rata dengan tanah. Tidak disangka, tempat itu menjadi sarang predator."

"Lihat saja, siapa yang akan menang. Allah tidak akan pernah berpihak kepada manusia keji seperti kalian. Justru kalian yang akan rata dengan tanah." Dinar tak mau tinggal diam, ia tak gentar menghadapi pria itu, walau seberapa berkuasanya dia.

Beberapa satpam datang untuk mengusir Dinar. Mereka menyeret Dinar dengan paksa. Peristiwa itu menjadi tontonan orang yang lalu lalang di koridor.

***

Dinar pulang ke rumah orang tuanya dengan keadaan lusuh. Ia melihat abi dan ummi-nya duduk di teras, sedang menunggunya.

"Darimana?" tanya Haji Arifin.

Dinar menjawab lemah. "Mencari keadilan untuk suami Dinar."

"Abi berusaha mencari pengacara yang bagus. Memang sulit mencari pengacara yang bersedia menangani kasus ini. Apalagi kasusnya sudah terekspos. Orang tua gadis itu bukan orang sembarangan. Mereka bisa saja menang dengan mudah."

"Beberapa wali santri juga menarik anak mereka. Katanya tak sudi belajar di tempat ini lagi. Nama pesantren ikut tercemar." Haji Arifin menerawang, teringat perjuangannya mendirikan pesantren ini.

"Beberapa jadwal ceramah abi juga dibatalkan. Ummi juga tidak berani belanja di pasar."

Dinar merasa kasihan kepada orangtuanya, mereka terkena imbas kasus ini. "Maaf, abi." Hanya itu yang bisa Dinar katakan.

"Abi ikhlas, Nak. Ini adalah ujian dari Allah." Haji Arifin berusaha tegar. Ia ingin memberi contoh kepada putrinya.

"Sebenarnya mereka pernah menawarkan jalan mediasi. Tapi ada syaratnya ...." Haji Arifin memotong ucapannya.

"Apa syaratnya, Abi?"

"Azzam harus menikahi gadis itu."

Dinar termenung, inikah yang dimaksud Azzam takdir Allah?

"Abi sudah pernah bicara kepada Azzam. Dia menolak. Katanya lebih baik membusuk di penjara daripada membuat istrinya terluka seumur hidup."

Dinar menangis, ia teringat percakapannya dengan Azzam tempo hari. Apakah ini pertanda?

***

Hari demi hari berlalu, Haji Arifin tak kunjung menemukan pengacara yang bersedia membela Azzam. Bukti potongan CCTV itu telah menyebar dari tangan ke tangan. Peluang Azzam dibebaskan pun semakin kecil.

Belum terbukti bersalah Azzam sudah mendapat hukuman dari masyarakat. Hujatan dan hinaan datang bertubi-tubi. Bahkan Haji Arifin melarang Dinar keluar rumah, semua ini demi keselamatan Dinar.

Dengan terpaksa Dinar membuka video viral yang berisi adegan suaminya dengan gadis itu. Video itu telah beredar bebas di sosial media.

Dinar berusaha menguatkan hatinya, ia berjanji tak akan terpengaruh, apapun yang akan dilihatnya nanti.

Video berdurasi dua puluh detik itu berisi tentang adegan Azzam yang memeluk gadis itu dari belakang. Kedua orang itu terlihat saling berebut, sebuah benda berkilat di dada gadis itu.

Azzam mencoba merebutnya, sehingga terkesan hendak memperkosa gadis itu. Dan video pun berakhir.

Dinar menghela nafas, kini ia mulai tau duduk permasalahannya. Ia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.

"Bisa bantu saya?"

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang