Azzam langsung menuju rumah mertuanya ketika urusannya di Garut telah usai. Abi adalah orang pertama yang menyambutnya.
"Abi nggak ngerti masalah apa yang sedang kalian hadapi, tapi Abi harap kalian bisa menyelesaikannya dengan baik."
"Maaf, karena sudah membuat Abi khawatir." Azzam hanya menundukkan pandangannya, tak sanggup untuk menghadapi wajah mertuanya.
Haji Arifin menghela nafas berat, ia menepuk pundak Azzam. Dan berpesan sebelum pergi.
"Dinar masih kekanak-kanakan, Abi harap kamu bisa bersabar menghadapinya."
Azzam hanya dapat memandang punggung mertuanya dari kejauhan. Kemudian ia mengetuk pelan pintu kamar Dinar.
Dinar yang sejak tadi mendengar percakapan Abi dan suaminya dari balik pintu hanya diam. Ia tak mau membuka pintu untuk Azzam.
"Ayo pulang, kita bicara di rumah. Malu sama abi dan ummi." Azzam berusaha membujuk.
"Bukannya udah aku bilang, nggak usah jemput aku dulu. Aku mau lebih lama di sini." Dinar agak berteriak dari balik pintu.
"Buka pintunya, saya kangen sama kamu."
"Nggak usah gombal! Setelah kamu senang-senang dengan ustadzah Nurul, sekarang kamu nyari aku."
"Din, buka dulu pintunya. Biar kita bisa enak bicaranya."
"Nggak! Udah nggak ada yang perlu dibicarakan lagi. Lebih baik kamu pulang saja."
"Baiklah, kalau itu yang kamu mau."
Dinar mendengar langkah kaki Azzam yang menjauh, sepertinya pria itu benar-benar mengabulkan perintahnya. Dinar kesal, karena secepat itu pria itu menyerah untuk membujuknya.
***
Azzam berpamitan kepada kedua mertuanya untuk pulang ke rumah. Ia berniat mengambil baju untuk menemani istrinya menginap di rumah mertuanya.
Abi dan ummi memberi dukungan penuh padanya. Bahkan mereka meminta maaf atas sikap putri mereka yang kurang dewasa.
"Dia sudah pulang, Mi?" tanya Dinar ketika Ummi mengantarkan makanan.
"Dia siapa?"
"Menantu Ummi."
"Udah."
"Baguslah."
"Din, bukannya Ummi ikut campur. Tapi Ummi rasa sikap kamu sudah berlebihan. Ummi dan abi nggak pernah ngajarin kamu kayak gitu."
Dinar hanya bisa menunduk mendengar nasihat umminya. Ia tak tau harus membela diri seperti apa. Tak mungkin ia berkata, aku gini karena menantu Ummi udah selingkuh sama cewek lain. Yah, sebisa mungkin Dinar ingin menyelesaikan masalahnya sendiri, ia tak mau menambah beban pikiran untuk umminya.
"Ada apa sebenarnya, hm?" Ummi mengelus lembut kepala Dinar.
"Nggak ada apa-apa, Ummi."
"Lalu kenapa sikap kamu seolah Azzam minta ijin poligami?"
"Belum sampai ke sana, Mi."
"Belum? Artinya?"
Dinar menyesali mulutnya yang terlalu gampang dipancing oleh Ummi.
"Din, ingat. Ummi adalah ibu kamu, apapun yang terjadi Ummi ada dipihak kamu. Jangan merasa sendiri, kamu masih punya Ummi di dunia ini."
Dinar memeluk umminya. Saat ini ia merasa sangat damai dan aman. Perasaan yang hanya bisa ia rasakan saat berada dalam pelukan umminya.
***
Azzam sampai di dalam rumah, ia membuka pintu menggunakan kunci cadangan yang ada padanya. Ia langsung menuju kamar, mengisi daya ponselnya, lalu mengambil beberapa pakaian dari dalam lemari. Ia memasukkan pakaian itu ke dalam tas jinjing dengan terburu-buru, sampai pakaian yang sudah disetrika Dinar dengan susah payah jadi kusut dan berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Penghulu (TAMAT)
RomanceDinar anak dai kondang di kotanya. Ia memiliki kekasih seorang lawyer. Tapi sayang hubungannya tak direstui oleh sang ayah karena perbedaan agama. Sang ayah malah menjodohkan dengan pria lain pilihan ayahnya, yang berprofesi sebagai penghulu.