54

9.4K 985 17
                                    

"Kalian kenapa? Lusuh sekali?" tanya Fabian. Ia heran melihat Adel dan Dinar panas-panasan berdiri di pinggir jalan.

"Motor Adel mogok kerja, mau menuntut kenaikan upah kayaknya." Adel menjawab absurd.

"Oh, begitu. Motornya dititipkan di mall itu saja. Kalian bisa ikut saya naik mobil ini." Fabian menunjuk mall di seberang jalan.

"Tapi, Mas. Mobil kamu 'kan hanya muat dua orang? Emang Adel mau dimasukkan bagasi?" tanya Dinar bingung.

"Gimana kalau lo pangku gue aja?" Adel bertanya kepada Dinar.

"Kalian aja yang pakai mobil ini. Saya nanti nyusul, mau sekalian saya bawa ke bengkel motor ini." Fabian melihat sekeliling, kebetulan ada bengkel yang buka.

"Tapi, Mas. Kamu nggak papa mobil ini aku yang bawa?" Dinar bertanya dengan ragu. Ia lama tak menyetir, sejak ia membuat mobil sedan abi-nya penyok karena menabrak trotoar dulu. Sejak saat itu Dinar tak pernah diijinkan membawa mobil.

Fabian mengerutkan dahi. "Kenapa? Kamu bisa nyetir 'kan?" Fabian ingat, saat masih pacaran Dinar pernah sekali menyetir untuknya, saat Fabian minta diantar ke klinik.

"Tapi ...."

"Udah punya SIM 'kan?"

Dinar mengangguk. "Baru seminggu yang lalu jadi."

"Terus, masalahnya apa?"

"Aku takut mobil kamu lecet." Dinar menjawab pelan.

"Nanti aku tinggal minta ganti rugi ke abi." Dengan luwesnya Fabian menyebut Haji Arifin dengan sebutan 'abi'. Seperti ayah kandung saja.

"Bawa hati-hati. Jangan ugal-ugalan." Fabian menyerahkan kunci mobil untuknya. Membuka pintu mobil untuk Dinar, dan mengabaikan Adel. Membuat Adel merengut.

"Aku bawa, ya, Mas?" pamit Dinar. Fabian mengangguk sekilas.

***

"Mantan lo baik banget. Udah disakitin masih aja baik sama lo." Adel berniat menggoda Dinar.

"Dia baik sama semua orang, Del. Nggak cuma sama gue. Apalagi liat muka lo yang memelas kayak gembel tadi."

"Gue rasa, dia masih suka elo." Adel berbicara jujur.

"Perasaan lo aja, Del. Gue udah nikah. Mana bisa balikan sama dia lagi." Dinar menjawab sambil terus memandang ke depan.

"Ciye, ada niatan balikan nih, ya?" Adel mencolek lengan Dinar.

"Jangan ganggu konsentrasi gue, Del. Lo mau kita kecelakaan?" Dinar menepis tangan Adel.

"Aku untuk kamu, kamu untuk akuuu ....
Tapi semua apa mungkin, iman kita yang berbeda. Tuhan memang satu, kita yang tak samaa ...."

"Hok a, hok e ...." Dinar menyahuti nyanyian Adel.

"Ih, ngapa jadi koplo, sih."

***

Fahri kaget melihat sebuah mobil mewah masuk ke pekarangan masjid. Kedua penumpangnya turun.

Fahri mengerutkan dahi. "Adel?"

"Ustadz Fahri. Ini mobil Adel. Sekarang Adel udah jadi crazy rich, warisan Adel banyak. Dari engkong Adel yang telah lama tiada." Adel berkata tanpa ditanya.

"Bohong, Ustadz. Anak ini kalau hari Senin gini emang suka kumat." Dinar menyenggol lengan Adel.

Fahri hanya tertawa melihat kedua sahabat itu saling sikut.

"Sudah, jangan bertengkar terus. Kalian ini sudah seperti saudara kembar saja. Sita dan Siti." Fahri tertawa mandiri mendengar candaannya yang garing.

"Pak Ustadz bisa ngelawak juga?" tanya Adel kagum. Padahal semua orang bisa melawak, Komeng juga bisa.

"Bisa, dong." Fahri menepuk dadanya.

"Kalau ngegombal, bisa nggak?" tanya Adel antusias.

"Em, saya coba, ya."

"Coba gombali Adel pakai bahasa Arab." Tantang Adel.

"Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un."

Dinar tertawa mendengar jawaban Fahri, sedang Adel malah cemberut.

***

Lagunya sad banget ya, Gaes. Btw itu lagunya Marcel. Lagu jadul. Marcel penyanyi loh, yang dulunya kribo terus sekarang gundul ituloh. Bukan Marcel Only Fans loh, ya ....

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang