60

10.3K 986 15
                                    

Ummi baru saja keluar dari kamar mandi, beliau kaget melihat Dinar sudah selesai berbicara dengan Azzam. "Kok cepet?"

Dinar hanya mengangkat bahu. "Ngantuk, Ummi. Dinar mau tidur aja." Dinar bersiap merebahkan diri di ranjang, takut diinterogasi ummi lebih jauh.

"Mau Ummi kasih saran?" Hajjah Hamidah mengelus pelan bahu anaknya.

"Cemburu itu normal. Bahkan ada yang bilang cemburu tanda cinta. Tapi, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Ingat, sebagian dari prasangka adalah dosa."

Dinar diam saja mendengar petuah Hajjah Hamidah. Dulu, saat Azzam mendekam di penjara, tak sedikitpun hatinya ragu untuk mempercayai Azzam. Tapi, kini ia kembali bimbang. Bukan masalah percaya atau tidak, Dinar lebih merasa rendah diri kepada ustadzah Nurul dan takut kehilangan Azzam. Takut Azzam terpikat kepadanya.

Dinar sadar, ustadzah Nurul mempunyai kelebihan yang diinginkan seorang wanita dan juga para mertua di luaran sana. Selain cantik dari segi paras, dia juga cerdas dan berbudi pekerti. Tutur katanya sangat santun, pembawaannya tenang dan berwibawa, sangat lain jika dibandingkan dengan Dinar. Sebenarnya ia bisa maklum jika Azzam sampai tergoda dengannya. Bahkan abi-nya pun sangat menyukai ustadzah Nurul, sampai berniat menjadikannya menantu.

Fix, ini bukan persoalan tentang hati Azzam. Ini hanya tentang perasaan rendah diri Dinar.

"Jangan terlalu lama berseteru, apalagi karena hal-hal kecil." Nasihat Hajjah Hamidah.

Kecil? Bagi Dinar ini besar, Ummi. Aku nggak bisa tenang sebelum ustadzah Nurul menikah huhu .... Tentu saja itu hanya ratapan Dinar di dalam hati.

Ponsel Dinar berdering lagi, kali ini dari Adel. Yah, Adel mengatakan tak bisa ikut ke Bali di detik-detik terakhir. Ayahnya sakit, dan Adel, sebagai anak semata wayang, harus menjaganya.

"Pokoknya gue titip sarung pantai, pie susu, sama baju Joger."

"Iya, Del. Btw Om udah baikan?"

"Masih pusing katanya. Kalau gini gue jadi nyesel, seharusnya waktu itu gue biarin aja bokap gue nikah lagi. Kan enak ada emak tiri gue yang bantu jaga kalau sakit gini."

"Sabar, Del. Lagian Om nggak setiap hari sakit juga. Sekali-kali balas budi sama orang tua kenapa?"

"Tuh 'kan? Dia manggil gue lagi. Yaudah, gue tutup, ya?" Adel menutup panggilan dengan cepat, tanpa sempat bertukar salam.

***

Dinar terlihat kurang semangat saat rombongan berjalan-jalan di daerah pantai Kuta pada sore hari. Ia selalu terpikirkan kepada Azzam. Saat yang lain mengajak berfoto-foto, ia menolak dengan halus.

Sementara itu, di rumah, Azzam bertambah resah. Sejak kemarin Dinar tak mau mengangkat teleponnya. Mau menghubungi ponsel ibu mertuanya, tapi ia sungkan.

Kalau saja jatah cutinya tak habis, pasti ia segera menyusul ke Bali. Sekarang yang ia lakukan hanya memantau media sosial milik Dinar. Biasanya gadis itu rajin mengunggah status. Maklumlah remaja labil. Tapi beberapa hari ini tak ada postingan apapun.

Padahal Azzam berharap bisa melihat satu atau dua foto istrinya. Lumayan bisa mengobati kerinduannya. Alamak, ia lupa. Dirinya sendiri yang melarang Dinar mengunggah foto di semua media sosialnya. Kalau sekedar teks status tak masalah, asal jangan mengumbar aib keluarga. Azzam menepuk dahinya, ini namanya senjata makan tuan.

Terpaksa Azzam mengambil album foto pernikahannya. Ia mengamati baik-baik foto istrinya yang lebih banyak cemberut daripada tersenyum.

Azzam ingat, waktu itu Dinar memang merasa terpaksa menikah dengannya. Kini semua telah berbeda, mereka telah mencintai satu sama lain. Allah memang maha membolak-balikkan hati.

Ponsel Azzam berdering lagi. Sebelum mengangkat panggilan itu, ia membulatkan tekad, ia menghembuskan nafas dalam-dalam.

"Waalakum salam, Ustadzah Nurul. Sebelumnya saya mau meminta maaf, mulai sekarang jangan pernah menghubungi saya secara pribadi. Demi menjaga perasaan istri saya. Sekali lagi saya minta maaf." Azzam menutup panggilan sebelum ustadzah Nurul sempat menjawab.

Menurutnya ini yang terbaik. Ustadzah Nurul bisa berkonsultasi kepada siapa saja. Tidak harus kepada Azzam. Lagipula Azzam tak punya kewajiban untuk membantu menyelesaikan permasalahan wanita itu. Kewajiban Azzam hanya satu, menjaga perasaan istrinya.

***

Seneng, Azzam nyuekin ustadzah Nurul? 😁

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang