Saat sampai di masjid, benar saja. Hanya ada Adel dan Dinar yang sudah datang. Belum ada jamaah yang lain.
Tampak ustadz Fahri seorang diri, sedang menata karpet. Adel dengan semangat menghampirinya.
"Ada yang bisa Adel bantu, Ustadz?" tanya Adel sok dilembut-lembutkan.
Ustad Fahri tersenyum sambil memandang ke arah Adel sekilas, nggak bisa lama-lama takut dosa.
"Eh, Amel. Awal sekali kamu datang?"
"Iya, Ustadz. Nggak sabar pingin belajar. Omong-omong nama saya Adel, Ustadz. Kalau Amel itu nama penjual bakso borak di depan SD saya dulu. " kata Adel manja.
(Abis ini gue digruduk sama yang namanya Amel 😁)
"Ada Dinar juga toh? Alhamdulillah, kalian semangat sekali belajarnya, ya. Sampai kagum saya." Fahri juga tersenyum ke arah Dinar.
"Beneran, Ustadz kagum sama saya?" tanya Adel dengan mata berbinar. Ya, Allah ... mimpi apa gue dikagumi sama crush gue? Adel berteriak senang di dalam hati.
"Saya kagum sama anak muda yang rajin mencari ilmu. Banyak keutamaan bagi orang yang mencari ilmu. Diantaranya, ditinggikan derajatnya, dimintakan ampun seisi bumi dan langit, dicintai rasulullah, juga bahagia dunia dan akhirat. Bisa dibilang mencari ilmu itu adalah jalan menuju surga. Bahkan mencari ilmu itu hukumnya wajib, ada hadist mengatakan : Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China." Fahri menutup tausiyahnya, padahal sesi kajian belum dimulai.
"Kalau melapangkan jodoh, bisa nggak, Ustadz?" tanya Adel polos.
Fahri menggaruk kepalanya, sampai peci nya miring sedikit. "Waduh, melapangkan jodoh, ya?"
"Iya, Ustadz. Benefit itu yang Adel mau."
Dinar segera menarik kerudung Adel ke depan, hingga maju seperti kerudung Martha.
"Benefit, benefit. Benefit kepalamu!" bisik Dinar.
"Ya sudah, saya tinggal cek sound dulu, ya? Kalian duduk saja dulu sambil menambah hafalan, sembari menunggu yang lain datang." Fahri pamit mengambil peralatan di gudang merbot.
"Din, ngapain sih lo narik kerudung gue di depan doi? Merusak kecantikan gue aja lo!" protes Adel sambil membenarkan letak hijabnya.
"Poni lo off side, Adel. Mentang-mentang gigi lo off side, poni lo juga off side. Lo mau bikin perlombaan apa gimana? Ciput murah, Mbak!"
Adel cengengesan sambil menata poni-nya. Sambil sesekali melirik ke arah gudang merbot.
"Lo nggak sesak, Del? Kerudung lo itu apa nggak sakit? Lo mau kendat (gantung diri) apa gimana, sih?" Dinar melonggarkan simpul kerudung Adel yang ada di leher.
"Ini gue liat tutorial di YouTube kok. Katanya harus kenceng, biar pipi nggak keliatan chubby," bantah Adel.
"Ada-ada aja lo, Del. Lo mau mendekatkan diri kepada yang maha kuasa apa gimana? Heran, deh. Nggak sabar banget mau COD-an sama malaikat maut." Dinar menggeleng tak habis pikir.
Tiba-tiba Fahri keluar dari ruang merbot sambil menggotong sound sistem seorang diri. Adel menghampiri dengan setengah berlari.
"Saya bantu, Ustadz."
"Jangan, Del. Ini berat. Nanti kamu capek." Fahri menolak bantuan dari Adel.
"Ustadz perhatian banget sama saya." Adel masih sempat-sempatnya tersipu malu.
"Kalau kamu memang mau bantu, bisa tolong tata ale-ale itu, Del?" Fahri menunjuk setumpuk dus ale-ale yang ada di sudut ruangan.
"Oh, iya, Ustadz. Tenang aja. Akan Adel tata dengan rapi. Mau model apa?" tanya Adel antusias.
"Terserah kamu saja, Del. Yang penting rapi." Fahri menjawab sambil tersenyum. Tanpa sadar, semakin banyak ia tersenyum semakin dalam Adel jatuh hati padanya.
"Kalau memberi tugas harus spesifik, Ustadz."
Perkataan Adel membuat Fahri kehilangan kesabaran. Adel, andai engkau halal disembelih .... Fahri menangis dalam hati.
"Ya sudah, mau model Piramida kek, menara Piza atau menara Eiffel, tembok Berlin atau tembok besar China, terserah kamu, Del. Beneran saya nggak papa."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Penghulu (TAMAT)
RomanceDinar anak dai kondang di kotanya. Ia memiliki kekasih seorang lawyer. Tapi sayang hubungannya tak direstui oleh sang ayah karena perbedaan agama. Sang ayah malah menjodohkan dengan pria lain pilihan ayahnya, yang berprofesi sebagai penghulu.