Fabian merasa kesal karena beberapa hari ini ia tidak berhasil menghubungi Dinar. Nomornya diblok oleh Dinar. Sepertinya gadis itu ingin membuangnya dari hidupnya.
"Sial! Tunggu pembalasanku, Dinar!"
Fabian melarikan mobilnya tak tentu arah. Kemudian ia berhenti di depan sebuah club malam. Ia sudah janjian dengan teman-temannya sesama lawyer. Mereka semua ada tiga orang.
"Hey, Bro. Udah lama kita nggak ngumpul-ngumpul," kata salah seorang teman Fabian yang bernama Javier.
"Iya, nih. Sejak lo pacaran sama bocil," ledek Joshua.
Fabian hanya memutar bola mata malas. Ia tak menghiraukan ucapan teman-temannya. Tujuannya kemari hanya untuk melupakan kesedihannya.
"Lo kelihatan sedih banget?" tanya Markus. Sahabat Fabian yang saat ini sedang menangani kasus korupsi seorang pejabat ternama.
"Gue baru diputusin."
Ketiga teman Fabian tertawa terbahak-bahak mendengar berita duka itu. Fabian berdecak sebal, teman-teman laknat yang halal disembelih!
"Diputusin bocil aja sedih banget? Perasaan pas lo diputusin Laura sehari kemudian udah nggak papa 'tuh," ejek Markus.
"Kenapa? Lo nyesel karena belum sempat unboxing 'tuh bocil?"
"Brengsek!" Fabian marah mendengar perkataan Markus. Ia bersiap memukul sahabatnya itu. Kedua temannya sigap melerai. Kini kedua orang itu dalam pengaruh minuman keras. Bisa-bisa terjadi keributan di club ini.
"Biasa aja kali. Segitunya lo tersinggung." Markus tertawa santai sambil menuangkan minuman ke gelasnya.
"Kenapa itu bocil mutusin lo? Dia minta tas nggak lo kasih?" tanya Joshua, pria yang paling waras diantara circle pertemanan mereka.
"Dia dinikahin sama laki-laki pilihan orang tuanya." Fabian menjawab pelan. Masih teringat betapa sakit hatinya saat Dinar memutuskan cintanya dengan semena-mena.
"Memang lo kurang apa, sampai-sampai bokapnya nggak suka sama lo? Lo kurang ganteng? Kurang kaya? Kurang apa, hah?"
"Karena gue non muslim."
"So what?" Joshua tak habis pikir, memang mengapa kalau mereka beda agama. Kan bisa menikah di luar negeri.
"Bokapnya dai kondang."
Ketiga pria itu tertawa secara bersamaan, membuat Fabian semakin berang dan ingin menghajar mereka sekarang juga.
"Bisa-bisanya lo macarin anak dai."
"Seharusnya gue udah curiga ama 'tuh bocil waktu lo ajak ke club tempo hari. Mana ada cewek berjilbab yang masuk ke club. Gue kira palanya botak tau nggak!" Markus tertawa sambil memegangi perutnya.
"Masih gue liatin! Sebelum gue sleding kemudian." Fabian menggeram marah.
"Sory, tapi ini beneran lucu." Markus benar-benar tak bisa menahan tawanya.
"Udahlah, Bro. Cewek masih banyak. Gadun kayak kita ini laku keras. Ganteng iya, tajir iya, kerjaan mentereng. Kalau lo mau masih banyak ani-ani yang ngantri buat lo pelihara." Joshua menepuk pundak Fabian untuk memberi semangat.
"Tapi gue nggak terima diginiin."
"Terus mau lo apa, hah?"
"Gue mau bikin perhitungan!"
"Ngapain, sih? Buang-buang waktu aja. Udah tau bokapnya dai, punya banyak massa. Digeruduk ormas baru tau rasa lo."
"Gue nggak takut."
"Yah, terserah lo aja. Sekarang kita senang-senang dulu, ya. Bukannya lo kemari nyari hepi?"
"Hm." Fabian menuang banyak minuman ke gelasnya. Bodo amat, ia sudah melupakan larangan Dinar untuk tidak menyentuh minuman keras.
"Udah gue pesenin cewek." Markus memanggil tiga orang wanita penghibur berpakaian seronok. Mereka bertiga langsung duduk di pangkuan ketiga cowok itu.
"Kalian senang-senang dulu, ya. Gue mau kesitu dulu." Markus pamit untuk menemui klien.
"Kok murung aja, sih?" Wanita seksi di pangkuan Fabian mengelus rahangnya pelan.
Fabian tak menghiraukan, ia masih asyik minum. Ini pertama kalinya ia minum setelah satu tahun puasa, Dinar yang melarangnya.
Sejak berpacaran dengan bocil, hidup Fabian jadi lebih terarah. Ia mulai jarang minum dan merokok, juga melakukan seks bebas. Gaya pacarannya dengan Dinar bisa dikategorikan pacaran sehat. Paling mereka ke club hanya untuk minum jus saja.
Merasa diabaikan, wanita jalang itu bertindak semakin berani. Ia membelai-belai dada seksi Fabian. Merasa terganggu, Fabian menghentikan tangan wanita itu.
"Turun! Gue nggak berminat sama lo."
Wanita itu cemberut, ia tak mau turun dari pangkuan Fabian. Tangannya malah semakin aktif membuka kancing kemeja Fabian. Merasa jengah, Fabian segera melempar wanita itu sampai jatuh ke lantai. Kemudian ia mengambil beberapa lembar uang merah dan melemparkannya ke arah wanita itu.
"Pergi! Jangan ganggu gue."
Wanita itu memunguti uang yang dilemparkan oleh Fabian. Kemudian ia berdiri dan merapikan pakaiannya.
"Gue nggak mau makan gaji buta. Kita 'kan belum main?"
Wanita itu mengedip dengan nakal, membuat Fabian muak. Ia tak pernah tidur dengan wanita murahan seperti kawan-kawannya. Ia hanya tidur dengan pacarnya, kebanyakan mereka dari kalangan model dan selebgram.
"Berisik! Gue pergi aja."
Fabian pamit kepada teman-temannya. Ia pergi meninggalkan club itu. Kemudian ia kembali melajukan mobilnya tak tentu arah. Tak terasa ia sampai di kafe tempat biasa ia bertemu dengan Dinar.
"Argh! Bocil brengsek!"
Fabian memukul setirnya berkali-kali. Ia tak habis pikir. Bisa-bisanya ia galau karena anak kecil seperti Dinar.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Penghulu (TAMAT)
RomanceDinar anak dai kondang di kotanya. Ia memiliki kekasih seorang lawyer. Tapi sayang hubungannya tak direstui oleh sang ayah karena perbedaan agama. Sang ayah malah menjodohkan dengan pria lain pilihan ayahnya, yang berprofesi sebagai penghulu.