Ekstra part 7

8.7K 813 37
                                    

"Mas, kamu kok sekarang gemukan?" Dinar memperhatikan Azzam yang baru saja keluar dari kamar mandi. Kali ini Azzam hanya mengenakan celana, tanpa baju. Biasanya Azzam selalu berpakaian lengkap ketika keluar dari kamar mandi, tapi tadi bajunya jatuh dan basah, makanya ia hanya bertelanjang dada.

"Masa?" Azzam malah berdiri di depan kaca, memperhatikan baik-baik tubuhnya.

"Kemana kaplingan sawah kamu? Kok udah nggak ada?" Dinar menghampiri Azzam sambil mencolek-colek perut Azzam.

"Udah digusur, kena proyek tol." Azzam menahan tangan istrinya yang kini malah sibuk mencubit-cubit perutnya.

"Ih, kok jadi gendut gini? Nggak suka aku. Kecilin lagi, Mas. Jelek banget dilihat. Sejak dulu tipe aku 'tuh cowok roti sobek, bukan cowok roti bluder." Dinar terus saja mencowel-cowel perut Azzam.

"Ini semua salah siapa? Kamu yang minta makanan ini itu, terus nggak dimakan. Kemana larinya semua makanan itu? Ke perut saya lah. Kan mubazir kalau nggak dimakan. Mubazir temennya siapa? Se-tan!" Azzam berpaling dari Dinar, hendak mengambil kaosnya di lemari.

"Ih, kamu ngomong setan kok fasih banget, sih, Mas? Mana sambil liat muka aku ... lagian kamu 'tuh aneh, ya! Yang hamil aku, kok yang buncit kamu? Jangan-jangan karena kamu sering habisin sisa susu hamil aku?"

"Susu hamil itu harganya mahal, mubazir kalau kebuang." Azzam malah berkilah. Ia memang sering minum susu hamil Dinar yang tersisa. Awalnya karena takut mubazir, lama-lama ia ketagihan juga. Apalagi yang rasa coklat, Azzam sering mencuri barang satu sendok susu bubuk ketika membuatkan Dinar susu, di-gadoin begitu saja hehe .... (Kerjaan laki gue ini mah 😁)

Tiba-tiba telepon Dinar berdering, dari Fabian. Tumben Fabian menelponnya. Dengan mengerutkan dahi, Dinar bersiap mengangkat panggilan.

"Waalaikumsalam, Kakak ipar?"

"Dinar, saya cuma ngasih tau. Ini Kia lagi kontraksi. Ummi udah ada di rumah sakit, beliau menyuruh saya mengabari kamu. Udah, gitu aja."

"Oh, iya, Mas. Makasih udah ngabarin. Nanti aku ke sana sama Mas Azzam. Emang aku yang minta Ummi buat ngabarin aku, pingin liat tutorial melahirkan hehe ...."

"Ya sudah, Dinar. Telponnya saya tutup dulu. Ini Kia sudah dibawa ke ruang bersalin."

"Oke, Mas. Semoga lahirannya lancar. Dinar segera kesana. Jangan dikeluarin dulu dedek bayinya, ya."

Dinar segera menutup panggilan, kemudian ia memerintah Azzam. "Mas, ambilkan pasmina sama tas aku." Kemudian ia berlari ke kamar mandi untuk cuci muka.

"Jangan lari-lari, Dinar. Itu di perut kamu ada anak saya!" Azzam memperingatkan dengan panik.

Ketika sudah selesai ganti baju, telepon Dinar kembali berdering, kali ini dari Fahri. "Iya, Ustadz?"

"Dinar, saya mau ngabarin aja. Saat ini Adel sudah ada di rumah sakit. Tadi pagi kontraksi. Dia minta saya ngabarin kamu."

"Dinar, gue mau lahiran. Katanya kalau gue lahiran lo mau nemenin gue?" Terdengar suara Adel berteriak.

"Kalian ini beneran barengan bikinnya, ya? Kak Kia juga lagi lahiran, Del. Kok bisa jamaah gitu, sih? Gue 'kan bingung mau nungguin siapa? Gue bukan amoeba, badan gue nggak bisa dibelah!" Dinar malah ikut panik.

Azzam merebut ponsel Dinar, ia tampak berbicara dengan Fahri, entah apa. Beberapa saat kemudian, ia menghampiri Dinar.

"Adel dan Kia melahirkan di rumah sakit yang sama. Kita ke Adel sebentar, lalu ke ruangan Kia." Azzam menggandeng tangan istrinya. Ia juga membawakan tasnya.

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang