Dinar dan Azzam baru saja berbaikan, kini mereka sudah rukun lagi. Kedua orang itu memang tidak pernah bisa berantem dalam durasi lama, sejam juga sudah baikan lagi.
"Lain kali jangan seperti itu lagi. Jangan kabur-kaburan ke rumah abi, malu. Kita 'kan baru nikah sebulan."
Azzam berusaha menasehati istrinya dengan lemah lembut. Jangan sampai istrinya yang super sensitif seperti pantat bayi ini mengamuk lagi.
"Ini juga 'kan karena salah kamu, Mas."
Azzam memutar bola mata malas, mulai lagi. Sepertinya Azzam ini tidak mengerti prinsip wanita selalu benar.
"Dimana salah saya, hm?" tanya Azzam lembut.
"Kalau kamu nggak cari gara-gara, aku juga baik-baik aja di rumah. Masak, bersih-bersih ...."
"Ya udah, saya minta maaf," kata Azzam pada akhirnya.
"Kesannya kok kayak nggak ikhlas banget?"
"Ikhlas kok." Azzam berusaha menurunkan suaranya, sampai terdengar berbisik. Ia sudah kelelahan bertengkar dengan istrinya.
"Kamu beneran nggak ada apa-apa sama ustadzah Nurul?" tanya Dinar curiga.
"Nggak ada, cuma temen aja."
"Oh, kirain kamu sama dia ada hubungan. Aku nggak mau kamu poligami ya, Mas!" Dinar memperingatkan Azzam. Jangan sampai adegan di sinetron ikan terbang terjadi juga padanya.
"Nggak akan. Kamu aja cukup, saya belum mampu punya istri dua. Takut nggak bisa berbuat adil."
"Dari kata-kata kamu sepertinya kamu ada niatan kesitu?" tuduh Dinar.
"Udah, jangan diperpanjang lagi." Azzam lelah, ia ingin segera mengakhiri pertikaian ini. Padahal tadi sudah baikan. Ia sendiri yang memulai perdebatan lagi. Seharusnya tadi diam saja 'kan aman jadinya.
"Mas, aku mau nanya."
"Tanya aja." Azzam hampir saja memejamkan mata ketika tiba-tiba Dinar bertanya. Ia heran, mengapa istrinya itu belum mengantuk sama sekali, matanya juga masih terlihat segar. Pakai batre apa dia?
"Bohong sama suami dosa nggak, sih?"
"Dosa." Azzam menjawab sambil menguap.
"Kamu mau 'kan maafin aku?" Dinar bertanya takut-takut.
"Kamu bohong apa?"
"Sebenarnya aku nggak datang bulan." Dinar menggigit bibir bawahnya. Tangannya sibuk memilih ujung sarung bantal.
Azzam hanya diam, berusaha mencerna kata-kata istrinya. Kalau sudah mengantuk begini otaknya mulai lemot. Yang tadi itu istrinya sedang mengkode atau apa?
"Nggak saya maafin." Azzam menarik selimut sampai dada, berusaha tidur.
"Ih, kok gitu? Allah aja maha pengampun." Dinar mencebik kesal.
"Jadi boleh?" Azzam tiba-tiba bangkit dari tidurnya, matanya segar kembali.
"Ya udah, ayuk."
Dinar menyesali kata-katanya, kalau begini kan terkesan kalau dirinya yang agresif. Masa ngajak duluan. Nggak bener ini.
Dinar gugup karena Azzam diam saja dan hanya menatapnya. Entah apa yang sedang dipikirkan pria itu.
"Nggak mau ya udah." Dinar yang kadung malu hanya bisa berbaring menutupi wajahnya menggunakan selimut.
"Mau."
Tiba-tiba Azzam ikut masuk ke dalam selimut.
***
Tuh mereka udah melakukan proses penyerbukan, ya. Sengaja gak gue tulis detail, ntar kalian pada kesenangan lagi hehe ....Awas aja kalau Dinar tiba-tiba hamil terus ada yang nanya, kapan anunya, sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Penghulu (TAMAT)
RomanceDinar anak dai kondang di kotanya. Ia memiliki kekasih seorang lawyer. Tapi sayang hubungannya tak direstui oleh sang ayah karena perbedaan agama. Sang ayah malah menjodohkan dengan pria lain pilihan ayahnya, yang berprofesi sebagai penghulu.