Tak terasa satu tahun telah berlalu. Kini Abidzar telah genap berusia satu tahun. Azzam dan Dinar mengadakan acara syukuran sederhana di rumahnya. Mereka juga mengundang Adel dan Kia. Mereka berdua datang dengan suami dan anak masing-masing.
"Del, harus banget, ya? Kado lo ada kipasnya kayak gini?" Dinar menimang kado dari Adel.
"Itu 'kan bentuk khas kado di negara kita." Adel membela diri. "Yang penting gue datang bawa kado."
"Anak-anak kita lucu, ya? Mereka pada rukun main bertiga." Kia mengamati bayi mereka yang sedang dalam asuhan ayah masing-masing.
"Tapi anak lo jahil, Din. Tuh liat, masa anak gue dibikin nangis." Adel menunjuk ke arah Abidzar yang sedang menarik-narik kunciran Namira, anak Adel. "Dikira rambut anak gue benang layangan apa?"
"Namanya juga anak kecil, Del. Gue nggak terima lo marahin anak gue. Dikira gue nggak susah apa? Waktu hamil sama ngelahirin dia. Nyawa taruhannya."
"Jangan sampai anak gue pacaran ama anak lo. Nanti rambutnya bisa gundul dijambakin sama anak lo." Adel melirik sinis ke arah Dinar.
"Udah, jangan berantem. Perkara anak kecil aja. Kok kalian jadi ikutan kayak anak kecil? Anak kamu udah diam, Del. Tuh dikipasin sama Azka. Lucu, ya mereka?" Kia melerai Adel dan Dinar.
"Iya, lucu banget anak Kak Kia. Masih kecil udah pengertian. Mana ganteng kayak bapaknya yang bule. Adel mau deh kalau suatu saat punya menantu kayak gitu."
Tanpa Adel sadari, ucapannya kelak akan menjadi kenyataan.
"Del, anak lo 'tuh dicium ama cowok." Dinar menunjuk Azka yang sedang mencium pipi Namira.
"Ya Allah, first kiss anak gue!" Adel berlari menuju anaknya. Ia memisahkan kedua balita yang sedang asyik bercengkrama.
"Hei, kalian ngapain? Masih kecil! Bukan muhrim juga." Adel segera menggendong anaknya menjauhi Azka.
Azka yang tidak tau apa-apa, jadi takut melihat Adel. Ia segera menangis mencari Kia. "Mama! Mama! Atut!"
"Mas, kamu gimana, sih? Disuruh jaga anak, malah ngobrol sendiri. Ini anak kamu habis ngapain?" Adel memarahi Fahri.
"Anak kita kenapa, Del? Jatuh?" Fahri bertanya dengan khawatir.
"Anak kita ... anak kita ... telah ... ah, sudahlah." Adel menghampiri Kia yang tengah menenangkan Azka. "Kak, pokoknya aku mau pertanggungjawaban."
"Pertanggungjawaban apa, Del?" Kia mengerutkan dahi. Tak paham dengan maksud Adel.
"Anak Kakak udah melecehkan anak Adel. Masa pipi anak Adel dicium sembarangan. Sebagai seorang ibu, Adel nggak rela. Masa depan anak Adel telah ternoda." Adel berkata dengan lebay.
Kia tertawa mendengar ucapan Adel. "Ya Allah, Del. Ada-ada saja kamu ini. Azka dan Namira itu masih kecil, Del. Mereka belum ngerti apa yang mereka lakukan barusan."
"Tapi tetap aja, pipi anak Adel telah ternoda. Pokoknya keluarga Kakak harus tanggung jawab." Adel bersikeras.
"Baiklah, Del. Pertanggungjawaban seperti apa yang kamu mau? Menikahkan mereka? Nggak mungkin, Del. Mereka aja masih bayi. Masa bayi mau bikin bayi." Kia menjelaskan dengan sabar.
Adel tampak berpikir keras. "Baiklah, bagaimana kalau mereka kita jodohkan saja?"
"Masih jaman perjodohan kayak gitu, Del? Lo hidup di jaman apa, sih?" cibir Dinar.
"Heh, lo lupa? Kalau lo juga korban perjodohan?" balas Adel.
"Baiklah, Del. Kakak sih setuju aja. Tapi jalan hidup orang siapa yang tahu. Yang penting kita jangan memaksakan kepada mereka. Biarkan mereka menentukan jalan hidup masing-masing." Kia menjawab dengan bijak.
***
Jadi, Azka dan Namira ini udah dijodohkan dari bayi ya, Gaes 🤣🤣🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Penghulu (TAMAT)
RomanceDinar anak dai kondang di kotanya. Ia memiliki kekasih seorang lawyer. Tapi sayang hubungannya tak direstui oleh sang ayah karena perbedaan agama. Sang ayah malah menjodohkan dengan pria lain pilihan ayahnya, yang berprofesi sebagai penghulu.