39

9.8K 1K 3
                                    

Dinar kaget mendengar perkataan kakaknya. Tanpa sadar ia menyenggol vas bunga yang berada di sampingnya. Vas kesayangan Hajjah Hamidah itu jatuh berkeping-keping, menimbulkan suara yang gaduh.

"Siapa itu?" Haji Arifin bertanya dari dalam kamar.

Dinar panik, ia takut karena ketahuan menguping. Refleks ia menjawab. "Kuuucing ...."

Haji Arfifin mengerutkan dahi. "Kucing apa kucing?" Ia berteriak lagi.

"Kucing, kucing kok." Dengan bodohnya Dinar menjawab. Sedetik kemudian ia menoyor kepalanya. "Bego!"

Haji Arifin keluar kamar, diikuti Thoriq. Ia memandang Dinar dengan tatapan kesal, matanya beralih ke keramik kesayangan istrinya. "Rasain kamu diomeli ummi. Vas itu Abi belikan di Turki."

Dinar hanya bisa menggaruk kepalanya yang tiba-tiba merasa gatal. "Maaf, Abi."

"Cepat bereskan!" Haji Arifin hendak pergi ke kamar mandi. Kemudian ia berbalik dan berbicara pada Thoriq. "Rundingkan dengan istrimu. Besok baru kabari Abi."

Thoriq hanya bisa mengangguk lemah. "Iya, Abi."

Setelah Haji Arifin pergi, kedua bersaudara yang telah lama berpisah itu pun berpelukan. "Kakak gimana kabarnya?" tanya Dinar.

"Baik. Maaf ya karena nggak bisa hadir di pernikahan kamu." Thoriq mengusap kepala adiknya dengan sayang.

"Kakak nggak pulang sama Kak Kia?" tanya Dinar lagi.

Thoriq menggeleng. "Dia nggak bisa pulang. Ada ujian. Oh ya, dia nitip oleh-oleh buat kamu. Masih di koper Kakak."

Dinar diam, ingin ia menanyakan tentang ucapan kakaknya di dalam kamar tadi. Tapi ia urungkan. Thoriq mengerti ada sesuatu yang ingin ditanyakan Dinar. "Kakak jelasin semua besok. Sekarang kita makan dulu, ya. Kakak lapar."

Dinar mengangguk, ia mengikuti langkah kakak sulungnya menuju meja makan.

***

Ummi meminta Dinar menginap di rumahnya. Dinar meminta ijin kepada Azzam melalui telepon. Tanpa disangka Azzam meminta ikut menginap juga. Dinar mengiyakan. Mungkin suaminya itu ingin bertegur sapa dengan kakaknya.

Selepas Maghrib Azzam baru sampai ke rumah mertuanya. Dinar langsung menggiringnya ke kamar. Ada hal penting yang ingin ia ceritakan.

"Ada apa, sih? Kelihatannya panik banget?" Azzam heran melihat tingkah istrinya.

Dinar menceritakan perihal tentang kakaknya yang akan berpoligami. Karena tak sabar mendengar cerita dari mulut kakaknya, akhirnya Dinar menanyakan kepada ummi. Ia kaget, karena kandidat istri kedua Thoriq adalah ustadzah Nurul. Iya, ustadzah Nurul yang itu. Sudah capek-capek Dinar cemburu padanya. Tidak taunya calon kakak ipar.

Konon perjodohan ustadzah Nurul dan kakaknya telah ditetapkan dari mereka masih kecil. Berawal dari obrolan ringan kedua ayah meraka di masa lampau, hingga berlanjut sampai dewasa.

Dinar sendiri tak mengerti, mengapa hanya dia yang tak tau perihal perjodohan itu. Apa dirinya dianggap anak kecil? Sehingga tak perlu diberitahu?

"Kasihan kak Fatimah." Dinar mengakhiri ceritanya.

Azzam hanya menghela nafas menanggapi cerita istri nya. "Semoga dia diberi kesabaran, dan juga keikhlasan. Semoga rumah tangga mereka bertiga sakinah, mawadah warahmah."

"Kok kamu dukung sih, Mas?" Dinar protes keras kepada Azzam.

"Lho memangnya kenapa? Kalau mereka bisa menjalankan dengan baik kan nggak ada masalah?"

"Iya, tapi kasian sama kak Fatimah."

"Insyaallah akan dibalas pahala yang luar biasa." Azzam menanggapi keluhan istrinya dengan bijak.

"Aku nggak suka sama pendapat kamu, Mas. Aku benci sama laki-laki yang berpoligami." Dinar malah memarahi Azzam. Seolah pria itu yang meminta ijin untuk menikah lagi.

"Kenapa kamu membenci sesuatu yang dihalalkan Allah? Semua yang terjadi di atas muka bumi ini terjadi atas izin Allah. Yang bisa kita lakukan hanyalah mendoakan kebaikan untuk meraka."

"Tetap aja aku nggak suka. Kesannya kamu mendukung banget. Jangan-jangan kamu udah ada niatan untuk poligami, Mas?" Dinar malah menuduh Azzam.

Azzam hanya bisa mengelus dadanya mendengar tuduhan istrinya. "Ya Allah, kok kamu bisa bilang begitu?"

"Pokonya aku nggak mau, ya, Mas! Kalau kamu mau nikah lagi ceraikan aku dulu. Aku nggak sudi dimadu." Dinar pergi meninggalkan Azzam sendirian di kamar.

Azzam hanya bisa menggeleng pelan melihat tingkah laku istrinya yang absurd. "Ya Allah. Ada-ada saja. Malah aku yang kena ...."

***

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang