Ekstra part (Dinar-Azzam)

12.4K 931 14
                                    

Azzam kesal karena dari tadi Dinar mengabaikannya. Istrinya itu malah sibuk dengan ponselnya. "Lagi ngapain, sih?"

"Ini loh, Mas. Ada yang DM aku. Ngajak kenalan gitu." Dinar mengulurkan ponselnya ke Azzam.

Azzam memeriksa ponsel Dinar dengan ekpresi wajah cemberut. Masalahnya yang minta kenalan dengan Dinar itu cowok.

"Jangan diterima." Azzam mengembalikan ponsel Dinar dengan kesal.

"Siapa juga yang mau terima. Lagian kayaknya bukan orang sini, kalau ngeliat dari status dia yang hurufnya kayak prasasti, kayaknya dia orang Thailand."

Azzam diam, pura-pura sibuk menonton televisi. Dinar tau, suaminya itu sedang cemburu berat.

"Kamu cemburu, ya, Mas?" Dinar sengaja meledek Azzam. Ia mencolek-colek dagu Azzam.

Azzam melirik Dinar sekilas. "Wajarlah. Namanya juga suami."

"Kamu tau, nggak? Wajah kamu saat cemburu itu, gemesin banget. Jadi makin semangat bikin kamu cemburu." Dinar malah terkekeh, padahal perasaan suaminya sedang tidak baik-baik saja.

"Coba aja kalau berani." Azzam menjepit kedua pipi Dinar dengan jarinya. Membuat bibir Dinar maju beberapa centi.

"Besok jadi nggak, datang ke resepsi pernikahannya ustadzah Nurul?" tanya Dinar. Kemarin mereka baru saja mendapatkan undangan dari keluarga ustadzah Nurul.

Alhamdulillah, wanita itu baru saja mendapatkan jodohnya di Kairo. Anak salah satu imam masjid di sana.

"Kalau kamu mau berangkat, ya ayo. Kalau nggak ya nggak usah. Saya nggak maksa. Biar nanti saya berangkat sendiri saja."

Dinar cemberut mendengar jawaban Azzam."Kamu ninggalin aku demi ustadzah Nurul, Mas?"

"Nggak usah drama." Azzam memutar mata. "Kalau kita diundang, sebaiknya kita datang. Nanti dikira tidak menghargai."

Dinar diam mendengar ucapan Azzam. Ia masih kesal, dan juga cemburu tentang segala hal yang berkaitan dengan Nurul.

"Malah giliran kamu yang cemburu. Nggak enak 'kan?" Gantian Azzam yang mencolek dagu Dinar.

"Jangan pos foto-foto di sosmed. Saya nggak suka." Azzam mengatakan keberatannya. Ia agak terganggu dengan komentar yang masuk di postingan Dinar. Sebagian besar dari pria.

"Masa gitu aja nggak boleh, Mas? Kan untuk menjalin silaturahmi? Apa aku harus pakai cadar?" Dinar membantah.

"Lebih banyak mudharat-nya daripada manfaatnya. Saya lihat sebagian besar yang komen itu cowok. Senang, jadi pusat perhatian gitu? Berasa cantik banget?"

Dinar hampir menangis mendengar kata-kata pedas Azzam. "Kok kamu ngomong gitu, Mas?"

"Pilih sosmed atau saya?" Azzam memberikan pilihan yang sulit untuk Dinar.

"Ih, kamu kok jadi posesif gitu, sih? Orang aku nyari hiburan aja." Dinar membela diri. Sebagai anak jaman now ia tak bisa hidup tanpa sosmed.

"Emang perlu banget kamu posting segala sesuatu tentang hidup kamu?" tanya Azzam lagi. Ia heran, apa untungnya mengumbar kehidupan pribadi mereka di ruang publik.

"Cuma buat dokumentasi, Mas." Dinar berkilah lagi.

"Lihat saya. Saya nggak main sosmed, apa hidup saya nggak bahagia? Apa saya mati?" Azzam berbicara agak tegas. Dinar hanya diam. Ia tau Azzam dalam mode serius.

"Silakan kamu main sosmed. Posting yang berfaedah saja. Malah bagus kalau ada unsur dakwahnya. Gunakan sosmed sebagai ladang pahala buat kamu." Azzam mengelus kepala istrinya. Ia sadar, tulang rusuk yang bengkok ini tidak serta merta bisa diluruskan, bisa-bisa patah. Harus pelan-pelan memberi pengertian.

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang