Di dalam bioskop Dinar cemberut terus. Azzam jadi heran, sudah diajak jalan bukannya senang, eh malah murung terus. Kali ini apa lagi yang salah?
"Mukamu kenapa?"
"Nggak papa!"
Azzam paham, kalau nada bicaranya begitu pasti karena ada apa-apa.
"Nggak suka film-nya?"
"Lagian kamu, Mas. Katanya mau nonton film perang, aku pikir tuh ya filmnya Marvel kayak Kapten Amerika atau Avengers gitu, taunya ...."
"Lah, ini kan film perang juga. Nih, baca judulnya, Terjadinya Peristiwa Perang Badar." Azzam menunjuk layar yang sedang memuat adegan pembuka.
"Malah perang Badar loh ...."
"Malah bagus 'kan? Ini beneran kisah nyata loh, yang lain itu 'kan cuma rekaan. Sekalian kamu belajar sejarah. Masih ingat nggak mapel SKI?"
"Terserah."
Azzam tertawa melihat Dinar yang cemberut sambil memakan pop corn.
***
Setelah nonton film selama dua jam, yang dimana Dinar ketiduran di dalam bioskop, Azzam mengajak Dinar makan siang.
"Mas, aku pingin ke sini."
Dinar menunjukkan gambar restoran yang tampak sangat Instagram-able di ponselnya. Itu adalah salah satu postingan temannya.
"Ya udah, ayo ke sana."
Letak restoran itu cukup jauh, ada dua puluh menit perjalanan dari bioskop. Sepanjang jalan Dinar tersenyum sendiri. Akhirnya ia bisa jalan-jalan dengan suaminya juga.
Azzam melirik dari kaca spion, tampak wajah istrinya yang sumringah. Sudahlah, ia telah terbiasa dengan perubahan mood istrinya yang tiba-tiba. Dasar ABG labil!
"Kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Azzam.
"Nggak papa, lagi seneng aja." Dinar malah mengendus-endus ketiak suaminya.
"Katanya nggak suka bau parfum Condet?"
"Kayaknya yang ini wangi deh."
"Sama aja kayak parfum kemarin, belum habis juga. Sayang mau beli lagi."
"Masa? Kok lain? Coba aku cium lagi."
"Jangan gitu, geli tau!" Azzam menjauhkan badannya dari Dinar.
Sesampainya mereka di kafe yang dimaksud Dinar, mereka mencari tempat di pinggir jendela, agar mereka bisa melihat pemandangan di luar.
Adel yang baru saja pulang dari belanja novel senang melihat kedua pasangan itu dari balik jendela kaca. Ia dengan semangat menggedor kaca.
"Nyet! Lo lagi ada di sini?" tanya Adel sumringah. Dinar hanya tersenyum canggung ke arah Azzam. Adel ini jika memanggilnya memang sesuka hati saja, jaim dikit kek. Kan nggak enak dilihat ustadz Azzam.
"Masuk lo! Jangan teriak-teriak di luar gitu. Udah kayak gembel aja." Perintah Dinar.
Adel segera masuk ke dalam kafe dan menghampiri tempat di mana Dinar dan Azzam duduk.
"Wah, seneng banget gue ketemu lo di sini."
Adel cipika-cipiki dengan Dinar. Azzam hanya memperhatikan mereka dalam diam. Otaknya sibuk berpikir, model seperti ini teman istriku?
"Biasa aja dong. Pakai cipika-cipiki segala! Kita baru ketemu seminggu yang lalu. Lagak lo udah kayak kita nggak ketemu bertahun-tahun."
"Gue kangen banget sama lo, Nyet! Biasa kita dugem tiap hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Penghulu (TAMAT)
RomanceDinar anak dai kondang di kotanya. Ia memiliki kekasih seorang lawyer. Tapi sayang hubungannya tak direstui oleh sang ayah karena perbedaan agama. Sang ayah malah menjodohkan dengan pria lain pilihan ayahnya, yang berprofesi sebagai penghulu.