Ekstra part 4

10.3K 856 26
                                    

Tak sia-sia usaha keras Dinar memaksa Azzam melakukan kerja rodi, akhirnya ia dinyatakan hamil oleh dokter puskesmas. Sebenarnya ia tak sengaja memeriksakan kandungannya.

Kebetulan tadi pagi Dinar tiba-tiba pingsan, tubuhnya terasa sangat lemah. Semula ia mengira karena kurang tidur. Maklumlah, akhir-akhir ini sering 'bekerja lembur'.

Dinar tak menyangka kalau pingsan dan lemah termasuk tanda-tanda orang hamil, yang ia tau, tanda orang hamil hanya muntah-muntah saja.

"Ya Allah, alhamdulillah. Mas, ayo cepat kamu sujud syukur!" Dinar memerintahkan Azzam bersujud di lantai puskesmas.

"Cuma saya aja, nih?" Azzam menuruti perintah istrinya, walau dengan perasaan segan. Ia menjadi tontonan para nakes dan pasien lain.

"Selamat, ya, Ibu. Mulai sekarang harus lebih berhati-hati. Jangan melakukan pekerjaan yang berat. Harus makan yang bergizi, banyak istirahat, kurangi stres," pesan dokter.

"Tuh, Mas, dengerin!" Dinar menyenggol lengan Azzam.

"Dia nih, Dok. Yang setiap harinya bikin saya stres." Dinar malah mengadu kepada dokter. Hanya ditanggapi senyuman oleh sang dokter.

"Nanti saya resepkan vitamin, silakan ditebus di apotik." Dokter menyerahkan resep kepada Azzam.

***

"Mas, aku pulangnya dijemput Pak Sardi aja, ya?"

Azzam mengerutkan kening, kenapa jadi bawa-bawa pak Sardi, sih?

"Kamu mau menginap di rumah Ummi? Ya sudah, ayo sekalian saya antar." Azzam bersiap memakaikan helm di kepala Dinar.

"Ih, nggak mau, Mas. Kalau naik motor, takutnya anak kita pusing kena goncangan." Dinar menolak memakai helem.

"Nanti saya bawa motornya pelan, janji nggak bakal puyeng anaknya."

"Nggak mau, Mas. Aku mau naik mobil aja. Kamu 'tuh mikirin keselamatan anak kita nggak, sih?" Nada bicara Dinar mulai meninggi.

"Iya-iya, maaf."

Akhirnya Azzam mengalah. Ia membiarkan istrinya dijemput pak Sardi.

"Nanti saya kesana, sepulang kerja." Azzam bepesan ketika Dinar hendak masuk mobil.

"Iya. Tapi aku pulangnya minggu depan, ya, Mas?" Dinar berencana mengistirahatkan dirinya di rumah orang tuanya. Namanya juga bumil, harus banyak istirahat. Kalau di rumah, ia akan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga.

"Nggak kelamaan?" Azzam protes dengan keputusan istrinya.

"Kalau kamu mau, sekalian aja kamu ikut aku menginap, Mas. Pasti Ummi juga senang."

Azzam tampak berpikir, sebenarnya ia merasa sungkan kalau terlalu lama menginap di rumah mertuanya. Walau di sana serba mewah, makanan juga berlimpah, tapi Azzam merasa lebih leluasa berada di rumahnya sendiri.

"Tiga hari saja, ya?" Azzam kembali menawar.

"Nggak mau. Kamu jangan bikin aku setres, ya, Mas. Aku bilangin dokternya loh. Kamu mau anak kita ikutan setres?" Dinar mulai mengancam.

Sebenarnya Azzam sudah menduga hal ini pasti akan terjadi. Belum hamil saja isrtinya itu manjanya kelewatan, apalagi hamil begini, kesempatan.

"Jangan coba-coba melawan ibu hamil. Assalamualaikum." Dinar menutup kaca mobilnya. Ia memerintahkan pak Sardi untuk melajukan mobilnya.

Azzam hanya memandangi kepergian istrinya dengan hati yang hampa. Seminggu ke depan ia akan hidup 'menduda'.

***

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang