55

9.7K 1K 16
                                    

Setelah pulang dari kajian ustadz Fahri, Dinar mampir sebentar ke rumah orang tuanya, tentunya bersama Adel.

"Rumah lo rame banget?"

Dinar melihat teras rumahnya memang lebih ramai dari biasanya. Beberapa orang wanita bercadar sedang duduk-duduk di teras.

"Apa bokap lo abis pulang umroh? Ah, gue mau minta oleh-oleh coklat kerikil." Adel dengan semangat berjalan masuk rumah. Dinar segera menahan tangan Adel.

"Tunggu, Del. Abi bukan pulang dari umroh. Beliau kemarin abis ceramah dari Kuningan aja kok."

Hajjah Hamidah melihat kedatangan Dinar, beliau segera menghampiri Dinar. Adel dan Dinar mencium tangan ummi. "Kia baru aja pulang," kata ummi.

Mendengar perkataan Hajjah Hamidah, Dinar segera menghambur masuk. Ia memeluk seseorang yang duduk di kursi ruang tamu.

"Kakak, gimana kabarnya?"

Gadis bercadar di pelukan Dinar hanya bisa terdiam sambil menatap bingung. Seseorang menepuk pundak Dinar. "Gue di sini, Dek."

Dinar menoleh ke arah kakaknya. "Lho, terus ini siapa?"

"Dia Shofia, teman Kakak dari Mesir." Kia menjawab sambil tertawa geli, Shofia juga ikut tertawa melihat kelakuan absurd Dinar.

Kia mengajak delapan orang temannya untuk berlibur di Indonesia. Nantinya mereka akan menginap di pesantren Haji Arifin. Kia akan mengajak mereka berlibur ke Bali, Minggu depan. Haji Arifin telah mengijinkan, asal ditemani ummi.

Teman-teman Kia adalah mahasiswi yang berasal dari beberapa negara Timur Tengah, seperti Maroko dan Tunisia. Mereka semua cantik, walaupun memakai cadar. Terlihat dari bentuk matanya.

"Gimana kabar kamu, Dek?" tanya Kia sambil memeluk Dinar.

"Baik, Kakak gimana? Kok sekarang iteman? Di sana panas, ya?" Dinar memperhatikan kulit Kia yang memang agak eksotis.

"Iya, lumayan, Dek. Kakak sibuk belajar, jadi nggak sempat merawat diri." Kia tertawa menanggapi cibiran Dinar.

"Assalamualaikum."

Sesosok pria muda masuk ke dalam rumah, hati Kia mendadak berdebar kencang. Tentu saja ia kenal suara itu.

"Waalaikum salam, ustadz Azzam. Ahlan wa sahlan?" Kia tersenyum ke arah Azzam. Walaupun berstatus sebagai kakak ipar, Kia masih belum bisa merubah panggilannya kepada Azzam. Sudah terbiasa, apalagi Azzam lebih tua darinya.

"Loh, Kia? Kapan sampai?" tanya Azzam, yang juga belum bisa memanggil 'Kak Kia'.

Dinar diam-diam memperhatikan interaksi kedua orang itu. Ia juga bisa melihat sekilas raut kemerahan di wajah Kia. Tapi Dinar segera menepis kecurigaannya, Kia adalah kakaknya, tak mungkin dia suka kepada suaminya, yang notabene adik iparnya.

Hajjah Hamidah muncul dari dapur membawa kue cucur, untuk dihidangkan kepada teman-teman Kia.

"Zam, kalau Minggu depan Ummi ajak Dinar ke Bali, boleh 'kan?" tanya Hajjah Hamidah kepada Azzam.

Azzam tampak berpikir lama, Dinar segera mendesaknya. Ia sangat ingin berlibur ke Bali. "Kamu nggak keberatan 'kan, Mas?"

Huhu ... berat! Berat banget malah, Azzam menangis dalam hati.

"Berapa lama, Ummi?" tanya Azzam.

"Nggak lama kok, seminggu aja." Hajjah Hamidah menjawab santai.

Seminggu aja? Itu lama, Ummi. Azzam menggerutu dalam hati.

"Mas, boleh 'kan?" Dinar menggoncang tangan Azzam dengan manja. Azzam terpaksa mengangguk karena tak enak dengan ibu mertuanya.

Haji Arifin keluar dari dalam kamar, sepertinya beliau baru selesai sholat. "Kia, ke ruang kerja. Abi mau bicara."

"Iya, Abi."

Kia mengikuti abi-nya dengan patuh. Dinar merasa ada yang aneh dengan cara bicara abi-nya.

Azzam mengelus pundak istrinya. "Kamu pulang sama aku atau ...."

"Aku nginep sini boleh, ya, Mas? Aku kangen banget sama kak Kia." Dinar merajuk lagi. Azzam terpaksa mengijinkan. Padahal malam ini ia ingin ditemani jalan-jalan oleh istrinya itu.

***

Dinar bermaksud ingin ke kamar mandi, perutnya begah karena kebanyakan makan kue cucur buatan ummi yang terkenal enak se-Asia Tenggara.

Ketika melewati kamar kerja Abi, ia mendengar percakapan abi dan kakaknya. "Pikiran lagi, Kia. Kita sudah menolak lamaran keluarga Fahri beberapa tahun yang lalu. Kali ini mereka melamar kamu lagi, bahkan Fahri sendiri yang meminta ijin ke Abi."

Dinar tampak syok dengan apa yang didengarnya, ini bukan Fahri yang itu 'kan? Fahri junjungan Adel?

***

***

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang