Setelah keluar dari toko, Kia segera menghempaskan tangan Fabian. "Apa-apaan itu tadi?"
"Maaf, saya cuma berusaha membela kamu."
"Tapi nggak usah pakai pegang-pegang juga." Kia mengelap tangannya yang bekas dipegang Fabian menggunakan tissu basah.
Fabian mengangkat bahu. "Saya cuma terlalu menjiwai peran."
Kia meninggalkan Fabian, hendak pulang. Mood berbelanjanya telah rusak. Fabian tanpa sadar mengikuti Kia dari belakang.
"Kenapa mengikuti saya?" Kia membalikan badannya dengan kesal.
Bukannya menjawab, Fabian malah mengambil dompetnya, mengeluarkan sebuah kartu hitam. "Pakai saja." Fabian mengulurkan kartu itu kepada Kia.
Kia hanya diam. Tak berminat untuk menyambut uluran tangan dari Fabian. "Kenapa saya harus pakai kartu kamu?"
"Kamu sudah terlanjur di sini, sayang sekali kalau pulang tanpa membawa belanjaan."
"Lalu siapa yang membatalkan semua belanjaan tadi? Saya malas belanja di sini?" Kia menirukan ucapan Fabian.
"Maaf. Baiklah, saya antar kamu berbelanja ke tempat lain."
"Model mukena seperti yang saya mau hanya ada di toko itu, saya sudah keliling mencari yang cocok. Hanya di sana yang menurut saya bagus. Tapi kamu ...."
"Baiklah, saya akan kembali ke toko tadi." Fabian bersiap berbalik ke toko tadi untuk mengambil belanjaan Kia.
"Kamu nggak malu? Setelah marah-marah seperti tadi?"
"Yah, apa boleh buat. Kata kamu mukena di sana bagus?"
"Lupakan saja!" Kia berjalan meninggalkan Fabian. Tapi dengan mudah laki-laki itu menyusulnya. Berkat kakinya yang panjang.
"Mau apa lagi?" Kia kesal karena Fabian masih mengikutinya.
"Maafkan saya."
"Makanya, jadi orang jangan sok tau!" Kia menatap sinis kepada Fabian.
"Ayo, kita cari mukena yang lain. Istri teman saya punya butik yang bagus, nanti kita bisa ...." Fabian merasa bersalah karena bersikap sok tau.
"Pergi saja, oke? Saya pingin sendiri." Kia sengaja mengusir Fabian.
***
Mimpi buruk Kia tak berhenti sampai di situ. Pergi ke mall membawa kartu kosong bukan satu-satunya kesialan Kia. Tiba-tiba saja mobil yang dikendarainya mogok di jalan.
"Astaghfirullah. Mana sebentar lagi hujan." Kia menengadah, tampak langit yang cukup gelap.
Hanya WA Azzam yang sedang online. Tapi memanggil pria itu kemari untuk menjemputnya sepertinya bukan pilihan bagus. Kia tidak mau Dinar salah paham padanya.
Tak lama kemudian, hujan turun dengan deras. "Allahumma shayyiban nafi’an. Ya Allah, curahkanlah air hujan yang bermanfaat."
Kia masih terjebak di pinggir jalan. Yang ia lakukan hanyalah bersholawat. Petir menyambar bersahut-sahutan, Kia mencoba untuk tetap tenang.
Seseorang mengetuk kaca pintu mobilnya. Dia lagi! Kia membuka kaca dengan malas. "Mau apa?"
Fabian yang saat itu menggunakan payung, membungkukkan badannya setinggi kaca mobil. "Kamu kenapa berhenti di sini? Kamu nggak lihat ada tanda dilarang parkir?"
Kia mendengus kesal, salahkan saja mobilnya yang memilih mogok di tempat ini.
"Cepat pergi sebelum mobil kamu di derek," kata Fabian lagi.
"Memang itu yang saya perlukan."
Fabian mengangkat alisnya, keheranan. "Mobil kamu mogok?"
Kia mengangguk malas. Entah apa lagi yang akan diperbuat tuan sok tau itu. Saat ini ia sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya.
"Saya sudah hubungi pihak bengkel. Sebentar lagi mobil kamu akan dijemput. Sebaiknya sekarang pulang sama saya saja." Fabian menawarkan bantuan.
Mengingat sebentar lagi Maghrib, Kia memutuskan untuk meminta bantuan Fabian. "Pinjami saya uang. Saya mau naik taksi online saja."
"Naik mobil saya saja. Lebih aman."
Kia terpaksa menuruti perintah Fabian. Ia membuka pintu mobilnya, Fabian segera memayunginya. Berdua mereka berjalan menembus hujan yang deras, menuju ke arah mobil Fabian.
Kia bisa melihat kemeja Fabian yang basah, karena pria itu tadi tak mau merapat padanya, mungkin takut dikira macam-macam oleh Kia.
"Maaf, tadi saya telpon pihak bengkel. Saya nggak bisa bantu memperbaiki mobil kamu karena nggak ngerti mesin," ujar Fabian seraya menjalankan mobilnya.
Pria itu memang taunya hanya menaiki saja, segala urusan cuci mobil, ganti oli dan tetek bengek masalah permobilan, semuanya diurus oleh asistennya.
"Terimakasih sudah membantu." Kia berkata dengan canggung, sedikit gengsi juga.
"Never mind."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Penghulu (TAMAT)
RomanceDinar anak dai kondang di kotanya. Ia memiliki kekasih seorang lawyer. Tapi sayang hubungannya tak direstui oleh sang ayah karena perbedaan agama. Sang ayah malah menjodohkan dengan pria lain pilihan ayahnya, yang berprofesi sebagai penghulu.