Dinar kesal karena Azzam pergi ke Garut mendadak selama tiga hari, mana tidak mengajak dirinya. Padahal Dinar 'kan ingin ikut. Mereka juga belum pernah ke Garut berdua.
Karena bosan Dinar membuka-buka Facebook. Ada sebuah notifikasi yang menandai Azzam. Yah, namanya istri cemburuan, akun Facebook Azzam Dinar juga yang pegang.
Dinar memeriksa notif itu, seketika dadanya dilanda cemburu. Bagaimana tidak, di sana terpampang foto suaminya dan ustadzah Nurul, mereka masing masing-masing memegang sebuah piagam dan tropi. Kepergian Azzam memang dalam rangka mengantarkan anak didiknya untuk mengikuti lomba hafidz tingkat kabupaten.
"Pantesan gue nggak diajak, rupanya karena di sana ada ustadzah Nurul."
Mata Dinar berkaca-kaca. Ia berusaha menghubungi ponsel Azzam. Tidak diangkat. Tanpa pikir panjang Dinar segera mengemasi pakaiannya. Ia tidak ingin tinggal di sini lagi. Buat apa ia mengabdi pada suami yang di hatinya ada nama wanita lain.
Sebelum pergi Dinar sempat berpikir, ia tak bisa meninggalkan rumah ini begitu saja. Kemudian ia menyobek sebuah kardus hajatan yang tergeletak di atas kulkas.
"Ish, nggak ada pulpen lagi!"
Dinar kembali ke kamarnya dan mengambil pensil alisnya, apa ajalah, yang penting bisa buat nulis, pikir Dinar.
Ia mulai menulis ....
Mas, maaf aku pergi tanpa pamit. Aku udah nggak sanggup menghadapi skandal perselingkuhan kamu. Maaf kalau sebagai istri aku banyak salah. Semoga ka
"Ish, pakai patah lagi!" Dinar berlari ke dapur dan meraut pensil alis itu dengan terburu-buru. Ojek online yang dipesannya sudah menunggu di luar.
Setelah selesai meraut dia melanjutkan lagi ....
Semoga kamu bahagia dengan ustadzah Nurul. Aku ikhlas. Dari istrimu yang tak sempurna.
Nb: kunci aku letakkan di bawah pot kaktus yang warna hitam bawah jendela.Dinar meninggalkan rumah yang baru ditinggalinya selama dua bulan ini dengan bercucuran air mata. Sebelum naik ojek, ia melihat rumah ini untuk terakhir kalinya.
"Selamat tinggal, masa lalu. Aku 'kan melangkah, maafkanlah segala yang pernah ku lakukan padamu."
(Yang bacanya bernada, selamat! Kalian udah tua. Btw itu lirik lagu Five minutes. Lagu jadul, buat yang mengerti aja ya 😁✌)
***
Sesampainya di rumah abinya, Dinar langsung di sambut omelan. Dinar tak tau harus ke mana lagi. Ini satu-satunya tempat yang bisa ia datangi, walau tak dapat memberikannya kedamaian.
"Dinar! Abi nggak pernah ngajarin kamu kayak gitu, ya. Pergi dari rumah tanpa ijin suami. Udah nikah kelakuan kayak anak kecil."
Dinar tak menggubris perkataan abinya, ia langsung masuk ke kamarnya dahulu dan mengunci pintu.
"Udah, Bi. Mungkin mereka lagi ada masalah." Istri Haji Arifin berusaha menenangkan suaminya.
"Iya, tapi nggak gitu juga caranya, Ummi. Anak kamu itu kapan dewasanya, sih?"
Tiba-tiba pintu kamar Dinar terbuka, Dinar keluar sambil menenteng koper.
"Mau ke mana kamu?"
"Kalau nggak boleh nginep di sini, Dinar mau nginep di hotel aja."
"Anak ini!" Haji Arifin naik pitam mendengar kata-kata putri bungsunya.
"Udah, Abi pergi aja. Biar Ummi yang urus."
Ummi menarik tangan Dinar agar masuk ke kamar lagi. Dinar menurut saja.
"Duduk dulu. Ummi ambilkan minuman dulu, biar kamu tenang."
"Nggak usah, Ummi."
"Ya udah, kamu istirahat dulu, nanti baru cerita kalau udah tenang." Ummi meninggalkan Dinar sendiri di kamar.
Setelah ditinggal ummi, Dinar meneruskan kegiatannya, meratapi kesedihannya lagi. Ia mengingat hari-hari yang telah dilewatinya bersama Azzam.
Ia berpikir apa yang akan terjadi setelah ini, setelah Azzam pulang dan menemukan ia tak ada di rumah.
Apakah pria itu akan menyusulnya ke rumah abi, membujuknya, lalu mereka baikan. Atau malah membiarkan, karena kesal ditinggal istrinya pergi tanpa pamit.
Dinar kesal karena sebelum berangkat ke Garut Azzam bersikap dingin padanya, tapi setelah sampai sana malah keliatan bahagia sekali. Terlihat sekali dalam foto itu. Apa karena ada ustadzah Nurul?
Kalau memang Azzam lebih bahagia bersama ustadzah Nurul, maka Dinar akan mengikhlaskan. Ia tak mau memaksa seseorang yang tidak bahagia untuk terus bersamanya. Ia sadar, mungkin saja Azzam terpaksa menjalankan pernikahan ini, sama seperti Dinar dulu.
Lelah berpikir Dinar pun tertidur.
***
"Ngapain kamu ke sini, Mas?"
"Kamu yang ngapain ada di sini? Dan apa maksud surat bodoh ini?"
"Bukannya udah aku tulis jelas, aku membebaskan kamu, terserah kalau kamu milih ustadzah Nurul daripada aku."
"Jelas aku milih dia. Daripada istri yang kekanakan seperti kamu aku lebih memilih dia."
"Jadi kamu menyesal nikahin aku, Mas?"
"Di sini aku yang harusnya marah, kamu pergi tanpa seijin aku. Sudah aku bilang berulang kali, kalau ada masalah bicarakan baik-baik, bukan kabur-kaburan kayak gini. Bikin malu saja."
"Jadi aku malu-maluin?"
"Pikir saja sendiri!"
"Oke, kalau menurut kamu aku malu-maluin, lebih baik sekarang kamu ceraikan aku saja. Silahkan menikah dengan wanita yang sepadan sama kamu."
"Nggak usah repot-repot nyuruh aku nyari wanita lain. Aku sudah menemukan orangnya."
"Jahat banget kamu, Mas. Aku nggak nyangka kamu kayak gitu. Tau gitu aku nggak mau dijodohkan sama kamu! Kelakuan saja alim, nggak taunya brengsek juga. Lebih baik aku nikah sama mas Fabian, meskipun dia non muslim tapi nggak pernah nyakitin aku."
"Oh, jadi kamu belain mantan kamu itu? Kenapa kamu nggak kembali sama dia?"
"Memang itu yang mau aku lakukan!"
***
Dinar terbangun karena mendengar suara pintu diketuk, Ummi membangunkan dirinya untuk makan siang.
Rupanya semua itu hanya mimpi.
Sudah dua jam dirinya tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Penghulu (TAMAT)
RomanceDinar anak dai kondang di kotanya. Ia memiliki kekasih seorang lawyer. Tapi sayang hubungannya tak direstui oleh sang ayah karena perbedaan agama. Sang ayah malah menjodohkan dengan pria lain pilihan ayahnya, yang berprofesi sebagai penghulu.