59

9K 955 11
                                    

Azzam bertambah resah setelah selesai berbicara dengan ustadzah Nurul di telepon. Ya, yang tadi itu memang ustadzah Nurul.

Wanita itu menelponnya untuk meminta saran. Kenapa harus dia? Itu semua karena ustadzah Nurul menganggap Azzam berkawan dekat dengan Fahri.

Lalu, apa hubungannya dengan Fahri?

Begini, setelah perjodohan yang gagal dengan kakak Dinar, Thoriq. Keluarga wanita itu berencana menjodohkannya dengan Fahri. Sebenarnya tak ada yang salah, akan tetapi satu hal yang belum diketahui oleh keluarga Nurul, bahwa Fahri telah terlebih dahulu melamar Kia.

Azzam memijit pelipisnya, ini kenapa jadi seperti sinetron begini?

Azzam bingung harus menempatkan diri di posisi mana. Mau jujur, takut mengecewakan, tidak jujur, malah membuatnya merasa bersalah. Masih teringat ucapan Nurul yang membuat Azzam trenyuh.

"Seperti Ustadz tau, perjodohan saya dengan Thoriq telah gagal. Kini keluarga besar saya mendesak saya untuk segera menikah. Dan pilihan jatuh kepada ustadz Fahri. Saya takut, Ustadz. Sebagai wanita, saya mengerti sakitnya ditolak. Oleh sebab itu, saya meminta pendapat Ustadz, bagaimana baiknya? Apakah ada kemungkinan ustadz Fahri menolak lamaran keluarga saya?"

Ingin rasanya Azzam menjelaskan saat itu juga kepada ustadzah Nurul. Bahwa sebenarnya Fahri berencana melamar Kia. Tapi ia merasa tidak punya kapasitas apa-apa di sini. Azzam pun merasa tak pasti, kali ini Kia menolak atau menerima lamaran Fahri. Yang bisa ia lakukan hanyalah mendoakan yang terbaik untuk ustadzah Nurul.

***

Dinar telah sampai di bandara Ngurah Rai, ia segera teringat pesan Azzam. Beberapa kali mencoba menghubungi, masih saja tak dijawab. Dinar kesal, ia memutuskan berhenti menghubungi Azzam.

Saat makan siang di hotel, Ummi melihat wajah Dinar yang masam. Beliau menjadi heran, bukannya tadi berangkat masih baik-baik saja? Masih sempat peluk-pelukan segala. "Kenapa?" tanya ummi.

"Sebel, dia yang nyuruh nelpon, dia sendiri yang nggak angkat panggilan aku." Dinar mengeluh seorang diri.

Ummi tersenyum menanggapi keluhan Dinar. "Sabar, barangkali dia sibuk. Seperti tidak ada hari esok aja. Baru berpisah beberapa jam. Bucin." Ummi malah meledek Dinar.

"Ummi, siapa yang bucin?" Dinar buru-buru mengelak. "Aku cuma nggak mau melawan perintah suami, orang dia sendiri yang nyuruh nelpon."

Ummi tertawa karena melihat wajah Dinar yang memerah. "Iya, Ummi percaya. Tapi sate lilit-nya dimakan dulu. Nasi kamu juga keburu kering lho."

Sementara itu, di rumah Azzam ....

Azzam resah karena sedari tadi menunggu telepon dari Dinar. Sudah empat jam sejak kepergiannya. Sedang jarak Bali-Jakarta hanya kurang dari satu jam naik pesawat. Azzam jadi khawatir, takut terjadi sesuatu di perjalanan.

Akhirnya ia memutuskan menghubungi Dinar terlebih dahulu. Sudah beberapa kali ia mencoba menghubungi Dinar, namun tak diangkat juga.

Azzam mencoba berpikir positif, mungkin Dinar sedang mandi atau istirahat karena capek.

Azzam memutuskan untuk menghubungi ibu mertuanya saja. Langsung diangkat dalam deringan ketiga.

"Assalamualaikum, Ummi."

"Waalaikum salam, Zam. Mau bicara dengan Dinar?" Ummi yang pengertian langsung memberikan ponselnya kepada Dinar.

Bukannya ummi tak tau, kalau pasangan itu sedang terlibat konflik, ummi bisa menebak ketika sedari tadi ponsel Dinar berdering, tapi gadis itu memilih mengabaikan saja.

Dinar terpaksa menerima telepon dari ummi. Ia menjawab telepon Azzam dengan malas-malasan.

"Ada apa?"

Azzam terkejut dengan nada bicara Dinar yang terkesan galak. Padahal tadi masih baik-baik saja.

"Kok nggak nelpon saya? Padahal saya udah khawatir nunggu dari tadi."

"Udah, telpon kamu sibuk terus."

Deg!

Azzam jadi teringat, tadi ia berbicara dengan ustadzah Nurul lama sekali, ada kira-kira 30 menitan. Sebagian besar berisi curahan hati ustadzah Nurul, sedang Azzam hanya berperan sebagai pendengar yang sesekali memberi saran. Kalau begini Azzam jadi merasa sangat bersalah, ia merasa telah berselingkuh dari istrinya.

"Kamu nelpon siapa, sih?" tanya Dinar curiga.

"Bukan siapa-siapa, kok. Cuma ...."

"Siapa, aku tanya?" Kejar Dinar.

"Ustadzah Nurul."

Tut ... Tut ....

Terdengar nada telpon yang diputuskan sepihak. Azzam hanya bisa pasrah sambil mengambil nafas dalam.

"Terjadi lagi ...."

***

Tuh 'kan ngambek lagi, kamu sih ... 😁




Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang