Sesuai harapan Fabian, menjelang sidang pertama, pengacara keluarga Vera, yaitu Matthew, mengundurkan diri. Hal itu melegakan bagi Fabian. Tak enak melawan adik kelas sekaligus mantan koleganya.
Keluarga Vera kelimpungan mencari lawyer pengganti. Beberapa pengacara yang bergabung dengan perkumpulan advokat yang diikuti oleh Fabian menolak membela Vera. Mereka semua sudah diberi tahu oleh Fabian bahwa kans memenangkan kasus Vera sangatlah kecil. Beberapa bukti telah dikantongi oleh Fabian. Dan sebagian besar merupakan bukti yang valid.
Dua hari menjelang persidangan, Dinar dihubungi oleh Vera. Gadis itu mengatakan ingin bertemu empat mata. Sebelum menerima ajakan Vera, Dinar lebih dulu meminta saran kepada Fabian.
"Tidak apa, turuti saja apa maunya. Yang penting jangan sampai terprovokasi, apalagi menganiaya. Walau aku tau kamu sangat ingin melakukannya. Ingat! Mereka itu sangat licik. Kalau bisa rekam pembicaraan kalian."
Dinar mengerti, ia mengikuti arahan Fabian. Ia sudah menyiapkan perekam di dalam tasnya.
Vera mengajaknya bertemu di sebuah kafe mewah yang cukup sepi dan juga privat. Gadis itu datang terlebih dahulu. Mengenakan pakaian hamil berwarna kuning terang, rambutnya ia biarkan tergerai tanpa ditutup hijab.
"Maaf lama menunggu." Dinar berbasa-basi, ia mengambil tempat duduk di depan Vera.
"Tak apa, aku yang datang terlalu awal." Vera menanggapi ucapan Dinar.
Dinar melihat berkali-kali gadis itu menoleh ke belakang, sambil sesekali meremas jari tangannya.
"Ada apa sebenarnya, mengapa tiba-tiba ingin bertemu?" Dinar bertanya langsung pada intinya.
"Soal kasus pelecehan itu ... sebaiknya kita akhiri saja. Papa sudah bersedia mencabut gugatannya." Vera berkata dengan terbata.
Dinar mengerutkan dahi mendengar ucapan Vera. "Bagaimana mungkin? Kasus itu telah sampai di pengadilan. Tak semudah itu menarik tuntutan. Perlu kamu tau, aku juga seorang mahasiswa fakultas hukum."
Gadis itu nampak semakin gelisah. Dinar bisa melihat beberapa tetes keringat jatuh ke dahinya.
"Ada yang perlu aku tanyakan." Dinar menunggu gadis itu mengiyakan permintaannya.
"Tanyakanlah."
"Mengapa kamu tega memfitnah suamiku? Apa dia mempunyai kesalahan?" Dinar tau pasti maksud gadis itu, ia hanya ingin memastikan saja, langsung dari mulut gadis itu sendiri.
"Aku ... tidak sengaja."
Dinar mencoba menahan emosinya, ia ingat pesan Fabian. "Tak sengaja katamu?"
"Aku hanya ingin mencarikan ayah untuk anakku." Vera berkata lirih.
"Jadi benar, anak di kandunganmu itu bukan anak suamiku?"
Vera mengangguk. "Benar, aku memang sengaja menjebaknya."
"Mengapa harus dia? Orang tuamu kaya, tak susah mengeluarkan uang untuk membayar seolah pria agar mau menikahimu."
"Aku tidak mau. Aku perlu seorang pria yang mau menerima aku dan anakku dengan tulus. Ustadz Azzam adalah orang yang baik, juga mengerti agama. Aku yakin dia tak akan memperlakukan kami dengan buruk."
Hampir saja Dinar menyiram wajah Vera menggunakan air di atas meja, tapi ia urungkan. Sebagai gantinya ia mengeluarkan kata-kata pedas untuk Vera.
"Sebaiknya kau lebih banyak berkaca. Jodoh adalah cerminan diri. Wanita buruk seperti dirimu tak pantas bermimpi bersanding dengan suamiku. Aku tak akan ikhlas kalau kau menjadi maduku. Pergi saja ke neraka bersama anakmu. Mungkin lebih baik suamiku tak menolongmu waktu itu. Biar kau mati dan mengendap di neraka." Dinar pergi dalam keadaan marah. Ia tak sanggup berada lebih lama di tempat itu. Ia takut hilang kendali dan menganiaya Vera.
Gadis itu beserta keluarganya benar-benar keterlaluan. Mereka tak memikirkan akibat perbuatannya. Bukan cuma Azzam yang menderita, tapi abi dan ummi-nya. Bahkan masa depan pesantren dipertaruhkan. Ini semua karena video sial itu.
***
Fabian benar-benar menepati janjinya, ia bisa membebaskan Azzam dengan mudah. Pengalaman tujuh tahun menjadi seorang pengacara memang tidak bisa bohong.
Berkali-kali Dinar mengucapkan terimakasih. Begitu juga Haji Arifin. Perlahan beliau mulai mengubah mindset-nya tentang profesi Fabian. Bukan lagi sekedar 'tukang ngomong'.
"Berapa saya harus membayar jasa kamu?" tanya Haji Arifin. Ia telah bersiap jika Fabian meminta bayaran yang sangat mahal. Yang penting menantunya telah berhasil dibebaskan.
"Tak usah dipikirkan, bukan apa-apa." Fabian menolak menyebutkan tarifnya.
"Sebut saja berapa. Saya tidak mau berhutang budi. Kamu sudah mengerahkan tenaga untuk menangani kasus ini." Haji Arifin memaksa untuk membayar.
"Kalau begitu jangan merasa berhutang. Saya melakukannya karena ingin, bukan demi uang."
"Sekali lagi terima kasih, Nak Fabian. Semoga amal ibadah kamu diterima oleh Allah." Hajjah Hamidah memutus perdebatan kedua pria itu.
Mendengar ucapan ummi-nya, Dinar menepuk dahi. Ia berbisik di telinga ummi. "Salah server, Ummi. Dia non muslim, kalau Ummi lupa."
Merasa salah bicara, Hajjah Hamidah pun bungkam, sambil tersenyum canggung.
"Bagaimana kalau nanti makan malam di rumah kami? Kebetulan kami akan mengadakan syukuran untuk kepulangan Azzam." Hajjah Hamidah mengundang Fabian untuk pergi ke rumahnya.
"Itupun kalau kamu tidak sibuk. Ummi tau, kamu orang yang sib ...."
"Saya akan datang."
Hajjah Hamidah senang Fabian menerima tawarannya. Ia janji akan memasakkan makanan yang enak untuk mantan pacar anaknya itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Penghulu (TAMAT)
RomanceDinar anak dai kondang di kotanya. Ia memiliki kekasih seorang lawyer. Tapi sayang hubungannya tak direstui oleh sang ayah karena perbedaan agama. Sang ayah malah menjodohkan dengan pria lain pilihan ayahnya, yang berprofesi sebagai penghulu.