36

10.2K 1K 25
                                    

Ketika selesai pengajian, Dinar masih menunggui Adel yang masih asyik pedekate dengan Fahri. Berkedok tanya jawab masalah agama. Padahal dirinya sudah mengantuk, lelah dan ingin segera sampai rumah. Azzam berkata baru bisa menjemputnya selepas Maghrib nanti. Ada keperluan mendadak katanya.

"Ustadz, kalau misalnya saya bermimpi digigit ular. Itu apa maksudnya, ya?" tanya Adel. Mengingat mimpinya semalam.

Fahri hanya bisa menggaruk kepalanya mendengar pertanyaan absurd Adel. "Wah, saya nggak tau, Del. Saya nggak pernah belajar tafsir mimpi seperti nabi Yusuf."

"Nabi Yusuf bisa tafsir mimpi?" tanya Adel takjub. Padahal dulu saat masih SD ada pelajaran agama. Mungkin saat itu Adel sedang ketiduran di kelas.

"Bisa. Bahkan itu salah satu mukjizat beliau. Waktu raja bermimpi, melihat tujuh sapi yang gemuk-gemuk dimakan tujuh sapi yang kurus-kurus ...."

"Adel nggak nanya sapi, Ustadz. Adel nanya ular ...." Adel memotong cerita Fahri.

"Saya tidak tau, Del. Maaf, ya. Anggap saja itu sebagai bunga tidur. Lain kali jangan lupa baca doa sebelum tidur, juga ayat kursi. Supaya telinga kamu tidak dikencingi setan." Fahri malah menasihati Adel.

Padahal Adel sengaja memberi kode. Menurut primbon Jawa, mimpi digigit ular artinya akan segera menemukan jodoh, begitu.

Ustadz, mah nggak peka! Adel menangis dalam hati.

"Kamu nggak pulang, Del?" tanya Fahri yang mulai lelah menjawab pertanyaan Adel yang sebagian besar tidak penting. Gadis itu lebih tepatnya sedang mewawancarai dirinya, bertanya zodiak, golongan darah, shio. Apa pulak kau, Del!

"Kenapa nanya gitu? Emang Ustadz mau nganter Adel pulang?" Adel sudah keburu GR duluan.

"Nggak, Del. Saya cuma mengingatkan. Daripada nanti kamu kemalaman di jalan. Memang orang tua kamu nggak nyari?"

"Bilang aja Ustadz mau nganterin Adel pulang, sekalian mau ketemu orang tua Adel. Ngaku deh ...." Adel tersenyum kecentilan. Sedang Fahri hanya bisa tersenyum kecut.

Dinar datang menyelamatkan suasana. "Del, ayo ke rumah abi aja. Gue mau nunggu mas Azzam di sana aja."

"Tapi kan ...."

"Ayo!" Dinar segera menyeret Adel, tak lupa berpamitan kepada Fahri. "Kami pulang dulu, Ustadz."

"Oh, iya. Silakan. Hati-hati di jalan." Fahri menanggapi dengan senyuman khasnya.

Sesampainya di rumah orang tua Dinar. Adel dimarahi habis-habisan oleh Dinar. "Del, lo jangan bikin malu bisa nggak, sih?"

"Gue bikin malu apa, sih? Perasaan gue nggak bikin apa-apa." Adel malah balik bertanya dengan watados andalannya.

"Lo 'tuh keganjenan sama ustadz Fahri."

"Masa?"

"Sebenarnya lo nggak pernah mimpi uler 'kan? Itu hanya karangan lo aja." tuduh Dinar

"Beneran, Nyet. Gue mimpi uler. Mana gede banget. Kayaknya siluman uler kadut deh."

Tentu saja Dinar tak percaya dengan ucapan Adel.

"Lo mau mancing ustadz Fahri supaya bicara pernikahan sama lo 'kan?"

"Kayaknya gue nggak bisa menyembunyikan apapun dari lo. You know me so well, Beb." Akhirnya Adel mengaku.

"Gini, Del. Mumpung lo belum mimpi ketinggian. Gue kasih tau, ya. Ustadz Fahri itu aslinya dari Padang ...."

"Emang kenapa? Cocok dong, Padang-Cina. Jiwa dagang kami sama-sama kental. Gue prediksi kami bakalan jadi saudagar kaya seperti Malin Kundang."

"Tapi, Del ...."

"Lo jangan rasis deh."

"Bukan rasis. Tapi lo tau nggak adat istiadat di daerahnya dia?"

"Nggak tau. Ntar kita pakai adat internasional aja pestanya. Pasti dia keliatan gagah banget pakai tuxedo. Kayak prince charming di Cinderella itu loh. Dan gue ...."

"Klenting Kuning!" potong Dinar. Membuat Adel kesal karena khayalan tingkat dewa nya jadi berantakan.

"Dia asalnya dari Padang, Del ...."

"Nggak papa, gue suka kripik Sanjay, apalagi yang rasa Balado ...." potong Adel.

"Dengar dulu!" Dinar kesal karena Adel selalu memotong ucapannya.

Adel diam, Dinar melanjutkan ucapannya. "Kalau lo mau bersanding sama dia, lo harus nyiapin uang japuik yang gede banget."

"Apaan 'tuh? Gue taunya uang kaget doang." Adel membicarakan acara reality show yang selalu ditonton-nya di televisi.

"Uang japuik itu sejenis uang penjemput. Kayak uang mahar lah. Kalau di daerah sana, pihak wanita yang harus bayar. Pria di sana itu mahal. Apalagi yang berpendidikan bagus seperti Fahri. Yah, minimal lo harus siapkan uang seratus juta dan sapi sepuluh ekor."

"Gila! Banyak amat."

"Makanya ...."

"Mana punya bokap gue uang segitu? Gue aja waktu kecil nggak pakai aqiqah." Adel mengeluh, ia jadi pesimis dengan hubungannya bersama Fahri.

"Apa gue ikut pesugihan aja?"

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang