22

14K 1.3K 3
                                    

Sepulangnya dari rumah abi, Azzam meminta ijin kepada istrinya untuk pergi lagi. Katanya ada urusan sebentar.

"Aku ikut, Mas." Dinar ingat pesan Adel agar jangan membiarkan suaminya keluyuran seorang diri, zaman sekarang pelakor lebih kejam daripada ibu tiri.

Azzam heran melihat tingkah istrinya yang aneh, "Buat apa? Kamu di rumah ajalah."

"Kenapa, sih, Mas? Aku ikut aja nggak boleh. Pasti mau ketemuan sama ustadzah Nurul, ya?"

"Kenapa bawa-bawa dia terus?"

"Iya pasti. Mau ketemu ustadzah Nurul 'kan? Lagian kamu ini baru sejam di rumah udah pergi lagi. Sok sibuk banget?" Dinar cemberut, padahal ia ingin ditemani nonton drakor.

"Bukan gitu. Ini urusan penting."

"Pokoknya aku ikut, atau kamu nggak boleh berangkat." Dinar mengancam.

Azzam tampak berpikir, "Ya udah, terserah. Awas nanti kalau minta pulang."

Azzam mengajak Dinar pergi menengok proyek pembangunan bangunan khusus anak-anak hafidz yang baru saja di bangun. Bangunan itu nantinya akan ditempati beberapa bulan lagi, sebagai pengganti bangunan yang akan segera digusur.

"Kok ke sini, Mas?"

"Iya, kenapa? Baru percaya kalau aku nggak ketemuan sama ustadzah Nurul?"

"Iya, hehe ... Maafin aku, ya, Mas?" Dinar cengengesan sambil mencolek-colek pipi Azzam.

Azzam hanya menggeleng melihat tingkah istrinya yang absurd. Sedikit-sedikit cemburu, seolah ia punya riwayat selingkuh saja.

"Kamu tunggu di sana, aku mau ngomong sebentar sama developer nya."

Azzam menyuruh Dinar berteduh di bawah pohon mangga. Sedang ia tampak membicarakan sesuatu dengan seorang pria yang memakai helm proyek, sepertinya mandor.

"Mas Azzam kalau dilihat dari jauh gagah juga. Suami siapa dulu, dong?" Dinar tak ingat kalau dirinya pernah menolak perjodohan ini mentah-mentah.

Karena angin yang semilir tak terasa Dinar ketiduran di bawah pohon mangga. Azzam yang sudah selesai berbicara dengan pihak developer pergi menemui istrinya.

Ia terkejut saat melihat Dinar malah ketiduran sambil bersandar di bawah pohon mangga. Azzam heran, istrinya ini sedang tidur atau pingsan, sih?

"Din, bangun. Udah sore."

Dinar tidak menghiraukan panggilan suaminya. Sebaliknya ia malah sedang bermimpi sedang berlibur ke pantai sambil minum es kelapa muda.

"Dinar! Aku tinggal, ya?" Azzam menepuk pipi istrinya. Dinar terbangun dalam keadaan linglung.

"Loh, es kelapa aku mana?"

"Es apa?"

"Pasti kamu yang minum deh." Dinar malah menuduh suaminya.

"Udah, nanti kita beli di jalan. Sekarang kita pulang, udah sore."

Dinar menggerutu pelan, sia-sia saja dia mengikuti Azzam sampai kemari. Rupanya ia gagal menangkap basah suaminya dengan ustadzah Nurul.

***

Malam harinya Azzam ijin mau pergi lagi. Katanya ada undangan di kampung sebelah. Maklum bulan-bulan ini lagi musim kawin, eh maksudnya musim orang menikah. Karena sebentar lagi bulan puasa.

"Loh, mau pergi lagi?"

"Kenapa? Mau ikut?"

"Em ...." Dinar tampak berpikir, di satu sisi ia ingin ikut, tapi di sisi lain badannya sudah capek mengikuti suaminya seharian.

"Gimana? Ikut nggak? Ikutlah, masa enggak." Azzam malah meledek istrinya.

Akhirnya Dinar jadi ikut ke pengajian bersama suaminya. Saat sampai di tempat pengajian ia mendengar beberapa ibu-ibu pengajian menggosipkan dirinya.

"Oh itu ternyata istrinya ustadz Azzam, masih muda, ya? Cantik lagi."

Dinar tersenyum-senyum bangga. Iyalah, gue gitu loh, batin Dinar senang karena dipuji. Tiba-tiba ada ibu-ibu yang nyeletuk.

"Tapi masih cantik ustadzah Nurul, ya. Kalau sama ustadzah Nurul mereka serasi. Sama-sama cantik, ganteng, ngerti agama."

Dinar menoleh ke arah ibu-ibu yang menggosipkan dirinya. Ia menatap mereka dengan pandangan sengit. Seketika ibu-ibu itu berhenti bergosip.

"Dasar ibu-ibu aneh, sempat-sempatnya bergosip saat pengajian gini." Dinar mengumpat dalam hati.

***

Azzam heran melihat istrinya yang cemberut saat pulang dari pengajian.

"Kamu kenapa lagi?"

Azzam menghampiri sang istri, ia duduk di samping istrinya yang sedang sibuk mengganti saluran televisi. Entah apa yang sedang dicari. Dinar tak menjawab pertanyaan suaminya.

"Mau nonton apa, sih? Kepala saya pusing kalau kamu ganti-ganti terus."

Dinar tak menggubris perkataan suaminya, ia memilih menyalurkan kemarahannya kepada benda tak berdosa itu.

"Jangan gitu. Nanti remote televisinya rusak."

Dinar hanya melirik suaminya sekilas, kemudian ia melempar remote malang itu ke meja.

"Aku kesel sama ibu-ibu pengajian tadi." Dinar mengadu.

"Memangnya kenapa?"

"Masa katanya kamu lebih cocok sama ustadzah Nurul."

Azzam tertawa melihat wajah istrinya yang cemberut. Oh, cemburu lagi. Azzam kini mulai terbiasa dengan sikap istrinya yang cemburuan dan curigaan.

"Yah, itu kan menurut mereka. Namanya juga manusia, bebas dong berpendapat?" Azzam malah sengaja memanasi istrinya.

"Kok kamu belain mereka sih, Mas?"

"Udah, jangan cemburu lagi. Mentang-mentang saya ganteng kamu cemburu setiap hari."

"Kenapa? Nggak boleh aku cemburu?"

"Boleh saja. Saya malah senang. Bukannya cemburu tandanya cinta, hehe ...."

"Ge er aja!"

"Bener 'kan? Ngaku deh, kamu cinta banget sama saya 'kan? Makanya tiap hari cemburuan terus."

"Bodo!"

"Nggak papa cemburu, asal nggak berlebihan. Karena sesuatu yang berlebihan itu nggak bagus."

"Sebenarnya aku minder tau. Mereka bilang kamu cocok sama ustadzah Nurul. Katanya sama-sama cantik, sama-sama ganteng, sama-sama ngerti agama juga. Apalah aku yang cuma remahan rengginang ini," kata Dinar perlahan.

"Makanya belajar. Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang mau menuntut ilmu."

Dinar merasa tertampar dengan ucapan suaminya. Ia malu, sebagai anak seorang Haji Arifin dirinya sangat minim pengetahuan akan ilmu agama. Pekerjaannya hanya main-main saja. Benar-benar hidupnya tak berfaedah.

"Mas, mulai besok aku mau serius belajar agama."

"Alhamdulillah."

***

Nah, gitu dong Dinar. Kasihan abi kamu 'tuh. Tobat-tobat 😁

Menikah dengan Penghulu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang